Salah satu cirinya kaum jahiliyah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, orang jahiliyyah adalah orang
yang tidak mengikuti dalil Al Quran dan As Sunnah, enggan menta'ati
Allah dan Rasul-Nya lalu berpaling pada adat dan tradisi nenek moyang
dan masyarakat yang ada. Itulah sifat jahiliyyah. Sifat ini termasuk
sifat yang tercela.
Coba perhatikan pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut :
Seseorang itu tumbuh dari agama bapak atau agama tuannya atau agama masyarakat yang ada di negerinya. Sebagaimana seorang bocah itu tumbuh dari agama kedua orang tuanya atau orang yang merawatnya atau dari masyarakat sekitarnya. Ketika anak tersebut baligh (dewasa), maka barulah ia dikenai kewajiban untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Janganlah seperti yang mengatakan,
Seseorang itu tumbuh dari agama bapak atau agama tuannya atau agama masyarakat yang ada di negerinya. Sebagaimana seorang bocah itu tumbuh dari agama kedua orang tuanya atau orang yang merawatnya atau dari masyarakat sekitarnya. Ketika anak tersebut baligh (dewasa), maka barulah ia dikenai kewajiban untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya. Janganlah seperti yang mengatakan,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”
(QS. Al Baqarah (2): 170).
Setiap orang yang tidak mengikuti dalil
Al Quran dan As Sunnah, enggan mentaati Allah dan Rasul-Nya lalu
berpaling pada adat dan tradisi nenek moyang dan masyarakat yang ada.
Itulah yang disebut orang Jahiliyyah dan layak mendapat celaan.
Begitu pula orang yang sudah jelas baginya kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya lantas ia berpaling pada adat istiadat, itulah orang-orang yang berhak mendapatkan celaan dan hukuman. (Majmu’ Al Fatawa, 20: 225).
Begitu pula orang yang sudah jelas baginya kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya lantas ia berpaling pada adat istiadat, itulah orang-orang yang berhak mendapatkan celaan dan hukuman. (Majmu’ Al Fatawa, 20: 225).
"Maukah kita dicap sebagai orang Jahiliyyah yang sekedar mengikuti
tradisi dan budaya tanpa mau mendengar seruan Allah dan Rasul-Nya? Moga
menjadi renungan berharga bagi kita semua."
"Ingatlah dunia ini
hanya sebentar, untuk apakah kita membanggakan nenek moyang, adat
istiadat dan tradisi masyarakat yang Dzholim terhadap Rabb semesta
alam, kalau pada akhirnya kita terjungkal di kerak neraka jahanam paling
dalam selama-lamanya ??
Tangisan dan sesal sudah tiada guna.
Makan dan minum dengan sesuatu yang menjijikan didalamnya..
Kesakitan, kesengsaraan, kebinasaan yang tiada pernah berhenti di dunia dan akhirat...
Tangisan dan sesal sudah tiada guna.
Makan dan minum dengan sesuatu yang menjijikan didalamnya..
Kesakitan, kesengsaraan, kebinasaan yang tiada pernah berhenti di dunia dan akhirat...
Itukah yang kita cari ? hanya karena "Menghormati Nenek Moyang" atau "Melestarikan adat istiadat nenek moyang"
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun menerangkan :
الإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ أَوْ قَوْلُ الزُّوْرِ.
“(Dosa-dosa yang paling besar itu adalah) syirik kepada Allah, durhaka
kepada kedua orang tua, dan persaksian palsu (perkataan dusta).” (HR. Al
Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu)
Para Nabi dan Rasul sangat takut terjerumus kepada kesyirikan, sehingga
merekapun berdo’a dan berlindung kepada Allah Azza wa jalla dari
perbuatan yang sangat keji ini, hal itu dikarenakan keyakinan mereka
akan behayanya syirik. Allah Azza wa jalla menceritakan tentang takutnya
imamul Hunafa ( Imam ahl-Tuhid ) yaitu Ibrahim ‘alaihisalatu wassalam
dalam firman-Nya;
وإذْ قال إبْرهيم ربّ اجْعلْ هذاالْبلد ءامنا
واجْنبْنى وبنىّ أن نّعْبد اْلأصنام (٣٥) ربّ إنّهنّ أضْللْن كشيرامّن
النّا س فمن تبعنى فإنّه، منّى ومنْ عصا نى فإ نّك غفوررّحيم (٣٦)
“Dan( ingatlah), ketika Ibrahim berkata: ‘’ Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini ( Mekah ), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak
cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhan-ku, sesungguhnya
berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka
barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesunguhnya
Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ibrahim : 35-36 )
Ibrohim At-Taimiy ( seorang ulama dari kalangan tabi’in ) ketika membaca ayat ini berkata :
ومنْ يأْمن الْبلاء بعد إبْراهيْم ؟!!
Siapa yang merasa aman dari bencana (kesyirikan) setelah Ibrohim ?!!”.
Syaikh Solih Alu Syaikh berkata : “ Maksud dari perkataan beliau adalah
andai kata Nabi Ibrohim saja yang sudah memurnikan tauhid,dan telah
mendapat gelar imam ahli tauhid serta telah mengahancurkan
berhala-berhala dengan tangannya, dia masih merasa takut akan fitnah
kesyirikan, maka siapa lagi yang merasa aman dari fitnah itu setelah
Ibrohim”. ( Lihat kiab At-Tamhid Syarah Kitab Tauhid, oleh syaikh Sholih
Alu Syaikh halaman 52)
Begitu juga Rasulullah Shalallahu alihi wa
sallam, sangat takut kesyirikan menimpa dirinya, sehingga beliau
senantiasa meminta perlindungan kepada Robbnya sebagaimana disebutkan di
dalam sabdanya Shalallahu alaihi wa sallam, yang berbunyi :
الشّرْك فيكمْ أخفى منْ دبيب النمْل، ألا أخْبرك بقوْل يذْهب صغارهوكباره،
أوْ صغيره وكبيره، تقول ؛ اللّهمّ إنّي أعوْذبك أنْ أشْرك بك وأنا أعْلم،
وأسْتغْفرك لمالا أعْلم
“ Kesyirikan lebih samar bagi kalian
daripada jalannya semut, dan aku akan ajarkan kalian sesuatu yang
apabila kalian lakukan maka kesyirikan akan sirna dari kalian baik yang
kecil maupun yang besar, yaitu hendaklah kalian membaca : Ya Allah aku
berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya,
dan aku memohon ampun kepada–Mu dari kesyirikan yang tidak aku
ketahui.” (Syaikh Albani rahimahullah,berkata : hadits ini shohih dari
jalan Abi Bakroh, lihat kitab Shohihul jami’, No. : 3731).
Beliau
shalallahu ‘Alaihi Wasallam juga sangat takut apabila wabah kesyirikan
merajalela di tengah ummatnya, bahkan rasa kehawatiranya terhadap
kesyirikan melebihi kekhawatirannya terhadap Al-Masih Dajjal. Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam,bersabda :
ألا أخْركمْ بما هو أخْوف
عليْكمْ عنْدى من الْمسيح الدْجّا ل >>. قا ل قلْنا بلى. فقا ل
<< الشّرْك الْخفىّ أنْ يقومi
“Maukah kalian aku kabarkan
tentang sesuatu yang lebih aku takutkan atas kalian dari pada Al-masih
dajjal? Yaitu syirik kecil, seseorang berdiri melakukan shalat lalu dia
hiasi shalatnya karena ada seseorang yang melihatnya ( HR.Ibnu Majah
dari jalan Abu Sa’id, dihasankan oleh syaikh Al-Albani di dalam sohihul
jami’ No. 2607 )
Beliau Shalallahu ‘Alihi wa sallam pun bermunajat mengadukan kekhawatirannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
اللّهمّ لا تجْعلْ قبْرى وثنا لعن الله قوْما اتّخذواقبور أنْبيا ئهمْ مسا جد
“ Ya Allah... janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), Allah telah melaknat kaum yang menjadikan
KUBURAN para nabi mereka sebagai masjid tempat ibadah (HR. Ahmad,
dishohihkan oleh syaikh Albani rahimahullah didalam Ahkamul Jana’iz )
Seluruh Rasul yang di utus oleh Allah Azza Wa Jalla misi mereka adalah
menegakkan TAUHID di muka bumi ini. Mereka mengajak kaumnya untuk
beribadah kepada Allah Ta’ala semata dan meninggalkan sesembahan selain
Allah. Allah azza wa jalla berfirman :
ولقدْ بعشْنا فى كلّ أمّة
رسوْلا أن اعْبدوْا الله واجْتنبواالطغوت فمنْهمْ مّن هدى ومنْهم مّنْ
حقّتْ عليْه الظّللة فسيرواْفى الْأرْض فانْظرواْ كيْف كا ن عقبة
الْمكذّبين
“ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat ( untuk menyerukan ): ‘ sembahlah Allah ( saja ), dan
jauhilah Thaghut itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang
telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan
perhatikanlah bagiamana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(Rasul-rasul ). (QS. An-Nahl : 36).
Begitu juga Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
ومآ أرسلنا من قبْلك من رّسول إلاّ نوحى إليْه أنّه،لآإله إلآّ أناْ فاعبدون
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan
Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan ( yang hak )
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akna Aku””. (QS. al-Anbiyaa :
25).
Terlebih Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, beliau
sangat gigih dalam menegakkan TAUHID dan memberantas kesyirikan,
semenjak mengawali dakwahnya sampai menjelang wafatnya, beliau
mengingatkan ummatnya perkara Tauhid.
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah dan bersaksi bahwasanya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka telah mengucapkan hal itu, maka terjagalah darah dan harta mereka, kecuali dengan cara yang benar, adapun hisaban mereka adalah disisi Allah. ( Muttafaqun ‘alaihi )
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak di sembah kecuali Allah dan bersaksi bahwasanya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka telah mengucapkan hal itu, maka terjagalah darah dan harta mereka, kecuali dengan cara yang benar, adapun hisaban mereka adalah disisi Allah. ( Muttafaqun ‘alaihi )
Untaian nasehat
TAUHID pun beliau sampaikan menjelang wafatnya. Jundub bin Abdillah
Al-Bajali bercerita, lima hari menjelang wafatnya Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam, beliau shalallahu alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya :
“Aku berlepas diri kepada Allah dari menjadikan kholil diantara kalian, sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kholil (kekasih) sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrohim sebagai kholil-Nya. Andakata aku boleh mengambil seorang kholil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakkar sebagai kholilku. Ketahuilah oleh kalian bahwasanya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang soleh diantara mereka sebagai masjid (tempat ibadah), maka ketahuilah oleh kalian, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu”, (HR. Muslim).
“Aku berlepas diri kepada Allah dari menjadikan kholil diantara kalian, sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kholil (kekasih) sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrohim sebagai kholil-Nya. Andakata aku boleh mengambil seorang kholil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakkar sebagai kholilku. Ketahuilah oleh kalian bahwasanya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang soleh diantara mereka sebagai masjid (tempat ibadah), maka ketahuilah oleh kalian, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu”, (HR. Muslim).
Tidaklah para rasul menjadikan TAUHID sebagai inti
dakwah mereka dan memerintahkan para pengikutnya untuk menegakkan dakwah
TAUHID, lantaran karena kekhawatiran mereka akan terjerumusnya umat
manusia kedalam jurang kesyirikan yang bisa membawa malapetaka dan
kebinasaan didunia dan akhirat. Sehingga peringatan-peringatan keraspun
datang dari mereka, supaya manusia meninggalkan kesyirikan. (Copas : Distro Ikhwan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar