"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 10 Juli 2015

Iri Hati yang Dibenarkan

Sebagaimana iri hati (gibthah) pun pernah terjadi pada Nabi Musa a.s. dalam hadits mi'raj, "Ketika ia dilewati oleh Nabi s.a.w. maka dikatakanlah padanya, "Apa yang membuatmu menangis?", ia mejawab : "Aku menangis karena seseorang sesudahku masuk surga dan dari uatnya yang lebih banyak daripada umatku yang masuk surga". (HR. Bukhari dan Muslim).

Gibthah pun terjadi pada Umar bin Khattab ketika ia menyerahkan setengah hartanya dan berkata, "Sekarang aku mengingguli Abu Bakr". Kemudian Abu Bakr menyerahkan seluruh hartanya, maka berkatalah Umar, "Demi Allah, aku tidak akan mampu mengalahkannya dalam kebaikan selamanya".
Dalam sebuah hadits dari Anas r.a. berkata, suatu ketika kami duduk disisi Rasulullah s.a.w. kemudian beliau bersabda, "Akan datang kepada kalian dari arah ini seorang lelaki dari penduduk surga". Kemudian Anas r.a. berkata, "Datanglah seorang Anshar yang dari jenggotnya menetes air karena wudhu', dan ia menggantung sandal ditangan kirinya, kemudian seorang itu mengucap salam. Esok harinya Rasulullah s.a.w. berkata lagi seperti sebelumnya, maka datanglah lelaki tersebut seperti keadaan kemarin. Kemudian Anas r.a. bertanya kepada Anshar tersebut, "Mengapa engkau begitu disanjung Rasulullah sebagai ahli surga. Maka ia menjelaskan bahwa di dalam dirinya tidak terdapat iri terhadap orang lain". (HR. Ahmad).

Karena itulah Allah ta'ala memuji kaum Anshar, "Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan". (TQS Al-Hasyr (59) : 9).
Telah terjadi antara Al-Aus dan Al-Khazraj (dua kabilah besar yang tinggal di Madinah Al-Munawarah) persaingan dalam agama.
Jika salah satu dari mereka melakukan sesuatu yang utama disisi Allah ta'ala dan Rasulullah s.a.w., maka yang lainnya pun menyukai untuk melakukan hal tersebut, yaitu persaingan dalam hal mendekatkan diri kepada Allah ta'ala, "Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba". (TQS Al-Muththafifin (83) : 26).
-----------------------------------
Inspirasi :
Tazkiyatun Nafs
, Ibnu Taimiyah, Penerbit : Darus Sunnah Press, Jakarta Timur, Cetakan Pertama : November 2008, halaman 345 - 346.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar