"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 03 Juli 2015

Bertemu Malaikat Zabaniyah, Mau?

QS. al-'Alaq (96) : 6 - 19; mengingatkan kepada kita untuk menjauhi sifat diri merasa cukup, hidup penuh pelanggaran dan melampaui batas. Karena hanya akan mengantarkan ridho Allah ta'ala pada malaikat Zabaniyah untuk menarik ubun-ubun sang penyandang sifat-sifat tersebut.

كَلاَّ إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, (6)

أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى
Karena dia melihat dirinya serba cukup. (7)

إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى
Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu), (8)

أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَى
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, (9)

عَبْدًا إِذَا صَلَّى
seorang hamba ketika dia mengerjakan sholat, (10)

أَرَأَيْتَ إِن كَانَ عَلَى الْهُدَى
bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, (11)

أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى
atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? (12)

أَرَأَيْتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّى
Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? (13)

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى
Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (14)

كَلاَّ لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (15)

نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍ
(yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. (16)

فَلْيَدْعُ نَادِيَه
Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya, (17)

سَنَدْعُ الزَّبَانِيَةَ
kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, (18)

كَلاَّ لا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ
Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dandekatkanlah (dirimu kepada Tuhan). (19)

Asbabun-Nuzul
Sebab turunnya ayat 9-16 Qur'an surat al-'Alaq ini berkenaan tentang ayat-ayat yang memerintahkan Rasulullah ﷺ menyampaikan dakwah dan seruan kepada penduduk Makkah, hal ini menyebabkan banyak orang benci dan marah. Dan sifatnya telah Allah ta'ala terangkan dalam ayat 6 sampai 8, mereka yang merasa dirinya berkecukupan, hidupnya penuh pelanggaran dan melampaui batas. Dan seorang pembenci yang terkemuka ialah Abu Jahl.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnul Mundzir yang bersumber dari Abi Hurairah رَضِيَ اللََّهُ عَنْه dikemukakan bahwa Abu Jahl pernah berkata kepada kawan-kawannya : "Apakah Muhammad meletakkan mukanya ke tanah (sujud) di hadapan kamu?" Seketika itu kawan-kawannya membenarkannya, lalu berkata Abu Jahl : "Demi Latta dan 'Uzza, sekiranya aku melihatnya demikian, akan aku injak batang lehernya dan ku benamkan mukanya ke dalam tanah".
Dalam riwayat lain dari at-Tirmidzy yang bersumber dari Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما dikemukakan bahwa ketika Nabi ﷺ sedang sholat, datanglah Abu Jahl dan berkata : "Bukankah aku telah melarang engkau sholat?" Ia pun dibentak oleh Nabi , Abu Jahl kembali berkata : "Bukankah engkau tahu bahwa disini tidak ada yang lebih banyak pengikutnya daripadaku?". Maka Allah ta'ala turunkan QS. 96 : 17 - 19 sebagai ancaman kepada orang yang menghalang-halangi orang lain melakukan ibadah.

Tafsir Ayat
Inilah peringatan kepada Rasulullah ﷺ sendiri yang akan menghadapi tugas yang berat menjadi Rasul. Dia akan berhadapan dengan manusia yang pada umumnya bersifat buruk. Yaitu kalau dia merasa dirinya telah berkecukupan, telah menjadi orang kaya dengan harta benda, atau berkecukupan karena dihormati orang, disegani dan dituakan dalam masyarakat; "Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, QS. 96 : 6. "Karena dia melihat dirinya serba cukupQS. 96 : 7. Lantaran itu dia tidak merasa perlu lagi menerimanasehat dan pengajaran dari orang lain. Maka hiduplah dia menyendiri, takut akan kena. Dan harta bendanya yang berlebih-lebihan itu tidak lagi dipergunakannya untuk pekerjaan yang bermanfa'at, padahal ; "Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu), QS. 96 : 8.
"Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, QS. 96 : 9. "seorang hamba ketika dia mengerjakan sholat, QS. 96 : 10.Perhatikan dalam ayat ini, Allah ta'ala menyebut Rasulullah Muhammad sebagai seorang hamba Allah, sebuah kata penghormatan dan jaminan perlindungan yang diberikan kepadanya. Adakah engkau perhatikan keadaan orang itu? Yaitu orang yang mencoba hendak menghalangi seorang hamba yang dicintai Allah yang sedang mengerjakan sholat. Bagaimanalah pongah dan sombongnya orang yang mencegahnya sholat. Benarkah kekuatannya yang ada padanya, sehingga dia sampai hati berbuat demikian?
QS. 96 : 11. "bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,....". Coba perhatikan dan renungkan, siapakah yang akan menang diantara kedua orang itu? Orang yang menghalangi orang sholat, dengan orang yang memperhatikan dirinya kepada Allah? Apatah lagi jika jelasnyata bahwa orang yang memperhambakan dirinya telah diakui Allah ta'ala sebagai hamba-Nya? Berjalan diatas jalan yang benar, yang menjadi hudan, mendapat petunjuk dan bimbingan dari Tuhan? 
QS. 96 : 12. "atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?...".  Dapatkah orang yang sombong pongah, merasa diri cukup dan kaya itu dapat mengalahkan hamba Allah yang bertindak menurut tuntunan Tuhan, menyeru dan menyuruh manusia supaya bertakwa kepada Allah. Perhatikan! Bandingkan diantara keduanya itu?
QS. 96 : 13. "Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?...". Cobalah perhatikan Abu Jahl. Dia dustakan segala seruan yang dibawa Nabi dan berpaling membuang muka tak mau mendengar sama sekali. Alangkah jauh bedanya diantara kedua pribadi ini (pen. Muhammad Rasulullah dan Abu Jahl). Mungkin dengan sikap sombong dan gagah perkasa si Abu Jahl yang merasa dirinya tinggi dan kaya itu, orang akan takut dan mundur, kalau orang yang diancam itu tidak berpendirian, tidak menghambakan diri kepada Allah, tak berjalan atas bimbingan Tuhan dan tidak menyeru manusia kepada taakwa. Tetapi kalau yang dihadapinya itu Muhammad ﷺ, atau setiap orang yang berperangai seperti perangai Abu Jahl, tidaklah akan berhasil. Sebab kuncinya telah diperintahkan kepada Rasulullah pada ayat selanjutnya.
QS. 96 : 14. "Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?...". Hawa nafsu, kesombongan dan sikap melampaui batas karena merasa diri sanggup dan cukup kaya, meyebabkan kesadaran kekuasaan Allah jadi hilang atau terpendam, menjadikan sang pemilik sifat berbuat menghalangi hamba Allah sholat, bahkan menghambat langkah Rasul membawa petunjuk dan seruan kebenaran. Inilah gambaran nyata tentang hambatan dan rintangan yang diterima Rasul ﷺ ketika memulai tugasnya menyampaikan dakwah.
QS. 96 : 15. "Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian)...". Ini adalah ancaman dari menghalangi utusan Allah menyampaikan seruan-Nya, dan tidak mau juga berhenti mengejek dan menghina; "...niscaya Kami tarik ubun-ubunnya,..."
QS. 96 : 16. "(yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka...", karena isi kepala sudah kosong dari kebenaran. Isinya hanyalah dusta dan bohong, kesalahan dan nafsu jahat. Pantaslah mendapat hukuman nan kejam dari Tuhan.
QS. 96 : 17. "Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya,...". Inilah tantangan Allah, menyuruh mereka berkumpul semuanya dengan maksud hendak melawan Allah, Maka "kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,..." QS. 96 : 18.
QS. 96 : 19. "Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)". Janganlah perdulikan dia, jangan engkau takut dan bimbang. Teruskan tugasmu !
Bertambah besar halangan dan sikap kasar, mendustakan dan berpaling yang mereka lakukan terhadap dirimu, bertambah tekun perkuat ibadat kepada Allah, sujud, sholat penuh khusyuk'. Setiap waktu hendaklah engkau mendekatkan dirimu kepada Allah. Hanya itulah jalan satu-satunya untuk mengatasi musuh-musuh Tuhan.
---------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 1079-1080. 
Tafsir Al-Azhar Juzu' 30, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit Yayasan Latimojong Surabaya, cetakan kedua 1979, halaman 196 - 201.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 599 - 600.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar