Untuk menghapuskan semua cerita mereka yang kita baca itu dari dasarnya, cukup kalau kita sebutkan, bahwa Zainab binti Jahsy ini adalah putri Umaima binti Abd’l-Muttalib, bibi Rasulullah a.s. Ia dibesarkan di bawah asuhannya sendiri dan dengan bantuannya pula. Maka dengan demikian ia sudah seperti putrinya atau seperti adiknya sendiri. Ia sudah mengenal Zainab dan mengetahui benar apakah dia cantik atau tidak, sebelum ia dikawinkan dengan Zaid. Ia sudah melihatnya sejak dari mula pertumbuhannya, sebagai bayi yang masih merangkak hingga menjelang gadis remaja dan dewasa, dan dia juga yang melamarnya buat Zaid bekas budaknya itu.
Jadi. kalau orang sudah mengetahui semua ini, maka hancurlah segala macam khayal dan cerita-cerita yang menyebutkan bahwa dia pernah ke rumah Zaid dan orang ini tidak di rumah, lalu dilihatnya Zainab, ia terpesona sekali melihat begitu cantik, sampai ia berkata : “Maha Suci Tuhan, yang telah membalikkan hati manusia!” Atau juga ketika ia membuka pintu rumah Zaid, kebetulan angin bertiup menguakkan tirai kamar Zainab, lalu dilihatnya wanita itu dengan gaunnya sedang berbaring — seolah seperti Madame Recamier — mendadak sontak hatinya berubah. Lupa ia kepada Sauda, Aisyah, Hafsha, Zainab binti Khuzaima dan Umm Salama. Juga Khadijah sudah dilupakannya, yang seperti kata Aisyah, bahwa dirinya tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi seperti terhadap Khadijah ketika disebut-sebut. Kalau perasaan cinta itu sedikit banyak sudah terlintas dalam hati, tentu ia akan melamar kepada keluarganya untuk dirinya, bukan untuk Zaid. Dengan demikian hubungan Zainab dengan Muhammad ini serta gambaran yang kita kemukakan di atas, maka segala macam cerita khayal yang dibawa orang jtu, sudah tidak lagi dapat dipertahankan dan ternyata samasekali memang tidak mempunyai dasar yang benar.
DILAMAR UNTUK ZAID DAN DITOLAK
Dan apakah yang telah dicatat oleh sejarah? Sejarah mencatat bahwa Muhammad telah melamar Zainab anak bibinya itu buat Zaid bekas budaknya. Abdullah bin Jahsy saudara Zainab menolak, kalau saudara perempuannya sebagai orang dari suku Quraisy dan keluarga Hasyim pula, di samping itu semua ia masih sepupu Rasul dari pihak ibu — akan berada di bawah seorang budak belian yang dibeli oleh Khadijah lalu dimerdekakan oleh Muhammad. Hal ini dianggap sebagai suatu aib besar buat Zainab. Dan memang benar sekali hal ini di kalangan Arab ketika itu merupakan suatu aib yang besar sekali. Memang tidak ada gadis kaum bangsawan yang terhormat akan kawin dengan bekas-bekas budak sekalipun yang sudah dimerdekakan. Tetapi Muhammad justru ingin menghilangkan segala macam pertimbangan yang masih berkuasa dalam jiwa mereka hanya atas dasar ashabia (fanatisma) itu. Ia ingin supaya orang mengerti bahwa orang Arab tidak lebih tinggi dari yang bukan Arab kecuali dengan takwa.
“Bahwa orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Tuhan ialah orang yang lebih bertakwa.” (QS 29 : 13)
Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab binti Jahsy, sepupunya sendiri itu juga yang menanggung, yang karena telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan adat-lembaga Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya, suatu hal yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah Zaid, bekas budaknya yang dijadikannya anak angkat, dan yang menurut hukum adat dan tradisi Arab orang yang berhak menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia juga yang mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban, karena sudah ditentukan oleh Tuhan anak-anak angkat yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya Abdullah binti Jahsy juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan untuk itu biarlah firman Tuhan juga yang datang :
“Bagi laki-laki dan wanita yang beriman, bilamana Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, mereka tidak boleh mengambil kemauan sendiri dalam urusan mereka itu. Dan barangsiapa tidak mematuhi Allah dan Rasul-Nya, mereka telah melakukan kesesatan yang nyata sekali.” (QS 33 : 36)
Setelah turun ayat ini tak ada jalan lain buat Abdullah dan Zainab saudaranya, selain harus tunduk menerima. “Kami menerima Rasulullah”. kata mereka. Lalu Zaid dikawinkan kepada Zainab setelah mas-kawinnya oleh Nabi disampaikan. Dan sesudah Zainab menjadi istri, ternyata ia tidak mudah dikendalikan dan tidak mau tunduk. Malah ia banyak mengganggu Zaid. Ia membanggakan diri kepadanya dari segi keturunan dan bahwa dia katanya tidak mau ditundukkan oleh seorang budak.
ZAID MENGELUH DAN PERCERAIAN
Sikap Zainab yang tidak baik kepadanya itu tidak jarang oleh Zaid diadukan kepada Nabi, dan bukan sekali saja ia meminta izin kepadanya hendak menceraikannya. Tetapi Nabi menjawabnya : “Jaga baik-baik istrimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah.”
Tetapi Zaid tidak tahan lama-lama bergaul dengan Zainab serta sikapnya yang angkuh kepadanya itu. Lalu diceraikannya.
Kehendak Tuhan juga kiranya yang mau menghapuskan melekatnya hubungan anak angkat dengan keluarga bersangkutan dan asal-usul keluarga itu, yang selama itu menjadi anutan masyarakat Arab, juga pemberian segala hak anak kandung kepada anak angkat, segala pelaksanaan hukum termasuk hukum waris dan nasab, dan supaya anak angkat dan pengikut itu hanya mempunyai hak sebagai pengikut dan sebagai saudara seagama. Demikian firman Tuhan turun :
“Dan tiada pula Ia menjadikan anak-anak angkat kamu menjadi anak-anak kamu. Itu hanya kata-kata kamu dengan mulut kamu saja. Tuhan mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.” (QS 33 : 4)
Ini berarti bahwa anak angkat boleh kawin dengan bekas istri bapa angkatnya, dan bapa boleh kawin dengan bekas istri anak angkatnya. Tetapi bagaimana caranya melaksanakan ini? Siapa pula dari kalangan Arab yang dapat membongkar adat-istiadat yang sudah turun-temurun itu. Muhammad sendiri kendatipun dengan kemauannya yang sudah begitu keras dan memahami benar arti perintah Tuhan itu, masih merasa kurang mampu melaksanakan ketentuan itu dengan jalan mengawini Zainab setelah diceraikan oleh Zaid, masih terlintas dalam pikirannya apa yang kira-kira akan dikatakan orang, karena dia telah mendobrak adat lapuk yang sudah berurat berakar dalam jiwa masyarakat Arab itu. Itulah yang dikehendaki Tuhan dalam firman-Nya :
“Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam hatimu yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau takut kepada manusia padahal hanya Allah yang lebih patut kau takuti.” (QS 33 : 37)
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 335-337.
Jadi. kalau orang sudah mengetahui semua ini, maka hancurlah segala macam khayal dan cerita-cerita yang menyebutkan bahwa dia pernah ke rumah Zaid dan orang ini tidak di rumah, lalu dilihatnya Zainab, ia terpesona sekali melihat begitu cantik, sampai ia berkata : “Maha Suci Tuhan, yang telah membalikkan hati manusia!” Atau juga ketika ia membuka pintu rumah Zaid, kebetulan angin bertiup menguakkan tirai kamar Zainab, lalu dilihatnya wanita itu dengan gaunnya sedang berbaring — seolah seperti Madame Recamier — mendadak sontak hatinya berubah. Lupa ia kepada Sauda, Aisyah, Hafsha, Zainab binti Khuzaima dan Umm Salama. Juga Khadijah sudah dilupakannya, yang seperti kata Aisyah, bahwa dirinya tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi seperti terhadap Khadijah ketika disebut-sebut. Kalau perasaan cinta itu sedikit banyak sudah terlintas dalam hati, tentu ia akan melamar kepada keluarganya untuk dirinya, bukan untuk Zaid. Dengan demikian hubungan Zainab dengan Muhammad ini serta gambaran yang kita kemukakan di atas, maka segala macam cerita khayal yang dibawa orang jtu, sudah tidak lagi dapat dipertahankan dan ternyata samasekali memang tidak mempunyai dasar yang benar.
DILAMAR UNTUK ZAID DAN DITOLAK
Dan apakah yang telah dicatat oleh sejarah? Sejarah mencatat bahwa Muhammad telah melamar Zainab anak bibinya itu buat Zaid bekas budaknya. Abdullah bin Jahsy saudara Zainab menolak, kalau saudara perempuannya sebagai orang dari suku Quraisy dan keluarga Hasyim pula, di samping itu semua ia masih sepupu Rasul dari pihak ibu — akan berada di bawah seorang budak belian yang dibeli oleh Khadijah lalu dimerdekakan oleh Muhammad. Hal ini dianggap sebagai suatu aib besar buat Zainab. Dan memang benar sekali hal ini di kalangan Arab ketika itu merupakan suatu aib yang besar sekali. Memang tidak ada gadis kaum bangsawan yang terhormat akan kawin dengan bekas-bekas budak sekalipun yang sudah dimerdekakan. Tetapi Muhammad justru ingin menghilangkan segala macam pertimbangan yang masih berkuasa dalam jiwa mereka hanya atas dasar ashabia (fanatisma) itu. Ia ingin supaya orang mengerti bahwa orang Arab tidak lebih tinggi dari yang bukan Arab kecuali dengan takwa.
“Bahwa orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Tuhan ialah orang yang lebih bertakwa.” (QS 29 : 13)
Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab binti Jahsy, sepupunya sendiri itu juga yang menanggung, yang karena telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan adat-lembaga Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya, suatu hal yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah Zaid, bekas budaknya yang dijadikannya anak angkat, dan yang menurut hukum adat dan tradisi Arab orang yang berhak menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia juga yang mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban, karena sudah ditentukan oleh Tuhan anak-anak angkat yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya Abdullah binti Jahsy juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan untuk itu biarlah firman Tuhan juga yang datang :
“Bagi laki-laki dan wanita yang beriman, bilamana Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketentuan, mereka tidak boleh mengambil kemauan sendiri dalam urusan mereka itu. Dan barangsiapa tidak mematuhi Allah dan Rasul-Nya, mereka telah melakukan kesesatan yang nyata sekali.” (QS 33 : 36)
Setelah turun ayat ini tak ada jalan lain buat Abdullah dan Zainab saudaranya, selain harus tunduk menerima. “Kami menerima Rasulullah”. kata mereka. Lalu Zaid dikawinkan kepada Zainab setelah mas-kawinnya oleh Nabi disampaikan. Dan sesudah Zainab menjadi istri, ternyata ia tidak mudah dikendalikan dan tidak mau tunduk. Malah ia banyak mengganggu Zaid. Ia membanggakan diri kepadanya dari segi keturunan dan bahwa dia katanya tidak mau ditundukkan oleh seorang budak.
ZAID MENGELUH DAN PERCERAIAN
Sikap Zainab yang tidak baik kepadanya itu tidak jarang oleh Zaid diadukan kepada Nabi, dan bukan sekali saja ia meminta izin kepadanya hendak menceraikannya. Tetapi Nabi menjawabnya : “Jaga baik-baik istrimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah.”
Tetapi Zaid tidak tahan lama-lama bergaul dengan Zainab serta sikapnya yang angkuh kepadanya itu. Lalu diceraikannya.
Kehendak Tuhan juga kiranya yang mau menghapuskan melekatnya hubungan anak angkat dengan keluarga bersangkutan dan asal-usul keluarga itu, yang selama itu menjadi anutan masyarakat Arab, juga pemberian segala hak anak kandung kepada anak angkat, segala pelaksanaan hukum termasuk hukum waris dan nasab, dan supaya anak angkat dan pengikut itu hanya mempunyai hak sebagai pengikut dan sebagai saudara seagama. Demikian firman Tuhan turun :
“Dan tiada pula Ia menjadikan anak-anak angkat kamu menjadi anak-anak kamu. Itu hanya kata-kata kamu dengan mulut kamu saja. Tuhan mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.” (QS 33 : 4)
Ini berarti bahwa anak angkat boleh kawin dengan bekas istri bapa angkatnya, dan bapa boleh kawin dengan bekas istri anak angkatnya. Tetapi bagaimana caranya melaksanakan ini? Siapa pula dari kalangan Arab yang dapat membongkar adat-istiadat yang sudah turun-temurun itu. Muhammad sendiri kendatipun dengan kemauannya yang sudah begitu keras dan memahami benar arti perintah Tuhan itu, masih merasa kurang mampu melaksanakan ketentuan itu dengan jalan mengawini Zainab setelah diceraikan oleh Zaid, masih terlintas dalam pikirannya apa yang kira-kira akan dikatakan orang, karena dia telah mendobrak adat lapuk yang sudah berurat berakar dalam jiwa masyarakat Arab itu. Itulah yang dikehendaki Tuhan dalam firman-Nya :
“Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam hatimu yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau takut kepada manusia padahal hanya Allah yang lebih patut kau takuti.” (QS 33 : 37)
--------------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 335-337.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar