Abu Hurairah r.a. berkata : Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : Allah memberi rahmat dalam seratus bagian, maka ditahan sembilan puluh sembilan, dan diturunkan ke bumi satu bagian, maka dari satu bagian itulah semua makhluq berkasih-sayang, hingga kau dapat melihat binatang mengangkat kakinya karena kuatir menginjak anaknya. Dalam lain riwayat : Allah mempunyai seratus rahmat, kemudian diturunkan ke Bumi satu rahmat, maka dengan satu rahmat itulah berkasih-sayang antara binatang, jin dan manusia hingga binantang yang buas itu kasih-sayang pada anaknya. Dan Allah menunda yang sembilan puluh sembilan rahmat untuk di limpahkan pada hamba-Nya di hari Qiyamat. (HR. Buchary dan Muslim)
Salman Alfarisy ia. Berkata : Bersabda Rasulullah r.a..: Allah memilki seratus rahmat, maka satu dari padanya diturunkan di antara semua makhluk ini. Dan sembilan puluh sembilan disediakan untuk hari Qiyamat. Dalam lain riwayat : Ketika Allah menjadikan langit dan bumi, menjadikan pula seratus rahmat, tiap satu rahmat sepenuh langit dan bumi. Maka diletakkan satu daripadanya di bumi. Dan dengan itu ibu kasih pada anaknya, demikian juga binatang dan burung. Dan pada hari Qiyamat akan dilengkapkan semua rahmat yang seratus itu. (HR. Muslim)
----------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 370-371.
Salman Alfarisy ia. Berkata : Bersabda Rasulullah r.a..: Allah memilki seratus rahmat, maka satu dari padanya diturunkan di antara semua makhluk ini. Dan sembilan puluh sembilan disediakan untuk hari Qiyamat. Dalam lain riwayat : Ketika Allah menjadikan langit dan bumi, menjadikan pula seratus rahmat, tiap satu rahmat sepenuh langit dan bumi. Maka diletakkan satu daripadanya di bumi. Dan dengan itu ibu kasih pada anaknya, demikian juga binatang dan burung. Dan pada hari Qiyamat akan dilengkapkan semua rahmat yang seratus itu. (HR. Muslim)
----------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 370-371.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar