Juga pada waktu itu masalah poligami dan perbudakan tanpa batas atau sesuatu ikatan. Laki-laki boleh kawin sesukanya boleh mengambil gundik sesukanya. Mereka semua boleh saja beranak sesuka-sukanya. Soal ini tidak penting waktu itu, kecuali jika dianggap sebagai rahasia yang akan terbongkar dan dikuatirkan akan membawa malu serta apa yang kadang sampai menimbulkan ejek-mengejek. Tiada seorang yang mengetahui akan permusuhan atau peperangan yang mungkin timbul karenanya. Ketika itulah masalahnya jadi berubah samasekali. Kalau dahulu orang melihat semangat cinta-berahi dan api asmara telah menutupi rasa keakraban, kini hal itu telah dicabik oleh adanya permusuhan yang dapat menyebahkan timbulnya api peperangan dan semangat pertempuran. Dan bila permusuhan ini sudah berkecamuk maka masing-masing pihak akan menyebarkan desas-desus sesuka hati dan akan saling menuduh sesuka hati pula. Imajinasi orang Arab itu biasanya, subur sekali, terbawa oleh cara hidupnya di bawah langit terbuka serta pengembaraannya dalam mencari rezeki. Ia didorong oleh cara yang berlebih-lebihan, dan kadang berdusta dalam soal-soal perdagangan.
Seorang orang Arab suka sekali pada waktu yang terluang dan diisinya dengan bercumbu. Dalam hal ini khayalnya bertambah subur, baik di waktu damai maupun waktu perang. Apabila di waktu damai si buyung bertemu dengan si upik, berbicara dengan bahasa asmara, dengan kata-kata yang sedap, dengan pujian yang manis-manis, maka di waktu perang dan dalam keadaan bermusuhan orang akan melihat si buyung ini juga membuka suara keras-keras ditujukan kepada si upik, yang dilihatnya di depannya dalam keadaan telanjang, sambil mengata-ngatainya, misalnya, tentang leher wanita itu, tentang dadanya, tentang payudaranya, tentang pinggangnva, tentang bokongnya dan sebagainya dengan cara permusuhan yang beraneka ragam, khayalnya itu terangsang, yang mengenal wanita hanya sebagai betina dan yang akan menghamparkan kasur.
Kendatipun Islam sudah mengikis mental semacam itu, namun pengaruhnya masih saja ada seperti yang kita baca dalam sajak-sajak ‘Umar bin Abi Rabi’a dan sajak-sajak erotik lainnya dalam sastra yang masih terpengaruh kepadanya, dalam zaman-zaman tertentu. Meskipun hanya sedikit sekali, namun pengaruhnya dalam sastra masih juga terasa sampai pada masa kita sekarang ini.
-------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 364-365.
Seorang orang Arab suka sekali pada waktu yang terluang dan diisinya dengan bercumbu. Dalam hal ini khayalnya bertambah subur, baik di waktu damai maupun waktu perang. Apabila di waktu damai si buyung bertemu dengan si upik, berbicara dengan bahasa asmara, dengan kata-kata yang sedap, dengan pujian yang manis-manis, maka di waktu perang dan dalam keadaan bermusuhan orang akan melihat si buyung ini juga membuka suara keras-keras ditujukan kepada si upik, yang dilihatnya di depannya dalam keadaan telanjang, sambil mengata-ngatainya, misalnya, tentang leher wanita itu, tentang dadanya, tentang payudaranya, tentang pinggangnva, tentang bokongnya dan sebagainya dengan cara permusuhan yang beraneka ragam, khayalnya itu terangsang, yang mengenal wanita hanya sebagai betina dan yang akan menghamparkan kasur.
Kendatipun Islam sudah mengikis mental semacam itu, namun pengaruhnya masih saja ada seperti yang kita baca dalam sajak-sajak ‘Umar bin Abi Rabi’a dan sajak-sajak erotik lainnya dalam sastra yang masih terpengaruh kepadanya, dalam zaman-zaman tertentu. Meskipun hanya sedikit sekali, namun pengaruhnya dalam sastra masih juga terasa sampai pada masa kita sekarang ini.
-------------------------------------------------------------------
SEJARAH HIDUP MUHAMMAD, Muhammad Husain Haekal, diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Januari 1990, halaman 364-365.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar