Mabuk adalah suatu bentuk kenikmatan yang disertai hilangnya fungsi akal. Padahal dengan akal itu orang bisa mengetahui perkataan dan bisa menalar. Allah ta'ala berfirman;
..... يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ الصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, ....." (QS. an-Nisaa' (4) : 43).
Mabuk dianggap berhenti jika orang yang mabuk sudah mengetahui dan menyadari apa yang dikatakannya. Selagi belum mengetahui perkataannya sendiri, berarti dia masih dalam keadaan mabuk. Jika dia sudah mengetahui apa yang dia katakan, berarti dia keluar dari hukum mabuk. Inilah batasan mabuk menurut pendapat jumhur ulama.
Beberapa ulama ditanyai, "Dengan tanda apa seorang diketahui bahwa dia sedang mabuk?" :
Beberapa ulama ditanyai, "Dengan tanda apa seorang diketahui bahwa dia sedang mabuk?" :
- Jika dia tidak bisa membedakan antara bajunya sendiri dan baju orang lain, tidak bisa membedakan antara terombapnya sendiri dengan terompah orang lain, (al-Imam Ahmad bin Hanbal).
- Jika perkataan yang seharusnya runtut menjadi kacau dan jika rahasia yang seharusnya tersembunyi menjadi mencuat. (asy-Syafi'y).
- Jika hasratnya hilang, rahasianya yang tersembunyi mencuat. (Muhammad bin Daud al-Ashfahany).
Allah ta'ala mengharamkan mabuk karena dua sebab;
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطٰنُ أَن
يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدٰوَةَ وَالْبَغْضَآءَ فِى الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّـهِ وَعَنِ الصَّلَوٰةِ ۖ
فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
"Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)". (QS. al-Maa-idah (5) : 91).
Allah mengabarkan bahwa khamr itu pasti akan mengakibatkan kerusakan terhadap jiwa, karena hilangnya fungsi akal dan menghalangi kemaslahatan. Padahal kemaslahatan itu bisa terwujud hanya dengan akal itu.
Boleh jadi sebab mabuk itu ialah suatu penderitaan, sebagaimana sebab caranya yang berupa kenikmatan. Allah ta'ala berfirman;
يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا۟ رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَىْءٌ عَظِيمٌ
"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat)"
يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ
كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّآ أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ
ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكٰرَىٰ وَمَا
هُم بِسُكٰرَىٰ وَلٰكِنَّ عَذَابَ اللَّـهِ شَدِيدٌ
"Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusukannya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya". (QS. al-Hajj (22) : 1 - 2).
Boleh jadi sebab mabuk itu kuatnya dorongan birahi saat melihat orang yang dicintai, sehingga perkataannya menjadi kacau, tindak-tanduknya tidak terkontrol dan akalnya tidak normal. Karena terlalu gembira, dia bisa meninggal dunia karena proses alamiah, yaitu aliran darah di jantung diluar kebiasaan, sebab darah membawa panas yang dialami. Dengan aliran darah yang terlalu deras itu jantung menjadi kejang dan dingin sehingga mengakibatkan kematian.
Sebagian orang ada yang meminum khamr untuk kesehatan badan. Tentu saja dia tidak bisa dibenarkan. Sebab mudharat yang diakibatkan mabuk itu lebih besar daripada manfaatnya. Kenikmatan yang dirasakan didunia dan diakhirat karena dzikir kepada Allah dan sholat, jauh lebih besar, lebih kekal dan lebih mampu menepis kesedihan, duka dan lara. Kenikmatan karena mabuk justru lebih banyak mendatangkan kesedihan di dunia dan diakhirat.
Tetapi kenikmatan karena dzikir, menghadap kehadhirat-Nya dan sholat dengan segenap hati dan badan mendatangkan manfaat yang mulia, besar dan menyehatkan, terbebas dari kerusakan yang menjurus kepada mudharat. Manusia normal yang mencari kenikmatan semu dan sementara waktu dengan menyingkiri kenikmatan yang lebih komplet dan sempurna, justru akan mendapatkan penderitaan yang jauh lebih berat.
---------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979.
Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin; Ibnu Qayyim al-Jauziyyah; Penerbit Darul Falah Jakarta Timur, cetakan kesebelas : Jumadil Tsani 1423H (2002 M), halaman 119-122.
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979.
Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhah al-Musytaqin; Ibnu Qayyim al-Jauziyyah; Penerbit Darul Falah Jakarta Timur, cetakan kesebelas : Jumadil Tsani 1423H (2002 M), halaman 119-122.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar