"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Minggu, 20 Maret 2016

Kota Madinah Sebagai Kota Haram

Diantara keutamaan kota Madinah adalah Allâh Azza wa Jalla telah menjadikannya sebagai kota yang haram dan aman, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla menjadikan kota Mekah sebagai kota haram dan aman. Nabi ﷺ pernah bersabda:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ
Sesungguhnya Nabi Ibrâhîm menjadikan kota Mekah sebagai kota haram, dan sesungguhnya aku menjadikan Madinah sebagai kota yang haram juga. [HR. Muslim].

Maksud dari penyandaran pengharaman kepada Nabi Muhammad ﷺ dan Nabi Ibrahim Alaihissallam dalam hadits di atas adalah pengharaman ditampakkan melalui keduanya bukan mereka berdua yang mengharamkan karena sesungguhnya hak mengharamkan hanya milik Allâh Subhaahu wa Ta’ala . Allâh-lah yang menjadikan Mekah dan Madinah menjadi kota haram.
Allâh Azza wa Jalla hanya mengkhususkan dua kota ini dengan sifat haram. Tidak ada dalil kuat yang menunjukkan adanya kota haram selain kota Mekah dan Madinah. Adapun berita yang tersebar ditengah masyarakat yang menyatakan bahwa masjid al-Aqsha merupakan kota haram yang ketiga, maka itu merupakan berita yang salah, karena tidak ada kota haram yang ketiga. Namun jika dikatakan bahwa Masjid al-Aqsha merupakan masjid ketiga yang dimuliakan dan diagungkan, maka itu benar. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Nu’man bin Basyîr Radhiyallahu anhu yang disepakati kesahihannya yang mengisyaratkan keutamaan tiga masjid ini dan keutamaan shalat didalamnya. Rasûlullâh ﷺ bersabda :
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ: الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَمَسْجِدِي هَذَا، وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
Tidak boleh melakukan safar (menuju tempat yang dianggap berkah) kecuali safar menuju tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini dan Masjidil Aqsha. [HR. Imam al-Bukhâri dan Muslim].

Kemudian yang dimaksud dengan daerah haram di kota Mekah dan Madinah adalah wilayah yang mencakup semua area yang berada dalam batas-batas kota Mekah dan Madinah. Adapun perkataan yang mengatakan bahwa wilayah haram ini hanya sebatas di masjid Nabawi saja, maka adalah sebuah kekeliruan. Karena bukan hanya masjid Nabawi saja yang haram, tapi seluruh kota Madinah termasuk daerah haram, yaitu daerah yang berada antara 'Air dan Tsaur dan antara dua gunung. Nabi ﷺ bersabda :
الْمَدِينَةُ حَرَمٌ مَا بَيْنَ عَيْرٍ إِلَى ثَوْرٍ
Kota Madinah merupakan kota haram, (yaitu) wilayah antara wilayah 'Air dan wilayah Tsaur. [HR. al-Bukhâri dan Muslim].

Nabi ﷺ juga bersabda:
إِنِّي حَرَّمْتُ مَابَيْنَ لاَبَتَيْ المَدِيْنَةِ لَا يُقْطَعُ عِضَاهُهَا، وَلا يُقْتَلُ صَيْدُهَا
Sesungguhnya aku mengharamkan wilayah yang terletak antara dua tanah hitam kota Madinah, tidak boleh dipotong pepohonannya dan tidak boleh dibunuh hewan buruannya. [HR. Muslim]

Namun fakta yang sudah diketahui oleh masyarakat dunia bahwa kota Madinah saat ini telah mengalami perluasan sehingga sebagian dari kota Madinah telah keluar dari daerah haram. Oleh karena itu tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa semua bangunan yang ada di kota Madinah sekarang ini masuk dalam daerah yang diharamkan. Yang benar adalah semua wilayah kota Madinah yang berada dalam batasan wilayah haram, maka dia termasuk wilayah haram, sedangkan wilayah kota Madinah yang sudah keluar dari batasan wilayah haram, meski wilayah ini masih bisa disebut kota Madinah, namun wilayah tersebut tidak termasuk dalam wilayah haram.
Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan batasan wilayah haram di kota Madinah yaitu wilayah atau daerah yang terletak antara dua tanah (bebatuan yang) hitam, atau (dalam riwayat lain yaitu) yang terletak antara dua harrah, atau (dalam riwayat lain yaitu) wilayah yang terletak antara dua gunug, atau (dalam riwayat lain yaitu) wilayah yang berada antara antara ‘Airin dan Tsaur. Penyebutan batasan-batasan haram dengan teks yang berbeda-beda ini tidak saling berlawanan dan tidak kacau. Karena (batasan-batasan yang disebutkan oleh Rasûlullâh ada batasan yang kecil dan ada batasan yang besar, dan-pent) batasan yang kecil masuk dalam batasan yang besar. Jadi semua daerah yang berada dalam batasan-batasan tersebut masuk dalam wilayah haram. Apabila ada daerah yang masih diragukan, apakah wilayah itu masuk dalam wilayah haram atau tidak? Maka ini bisa dikategorikan sebagai umûrun musytabihat (perkara yang belum jelas). Dan untuk perkara-perkara yang belum jelas itu, Nabi ﷺ telah menerangkan bagaimana cara menyikapinya, yaitu dengan berhati-hati padanya. Nabi ﷺ bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nu’mân bin Basyîr Radhiyallahu anhu yang disepakati keshahihannya:
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
Barangsiapa menjauhi perkara-perkara syubhat maka sungguh dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa jatuh kedalam perkara-perkara syubhat maka dia telah terjatuh kedalam perkara yang haram.

Selengkapnya di almanhaj.or.id     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar