"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 10 Juni 2016

Menggenggam Bara Api

Pemateri: Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc
Lokasi: Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Tanggal: Sabtu, 2 Shafar 1437H (14 November 2015M)
--------------------------------------
Rasulullah ﷺ telah mengabarkan sebuah kenyataan di akhir zaman dalam sabda beliau,
يَأْتِيْ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلَى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الجَمْرِ
“Akan tiba suatu masa pada manusia, siapa di antara mereka yang bersikap sabar demi agamanya, ia ibarat menggenggam bara api.”
Seputar Hadits Hadits di atas diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi (2/42) dan Ibnu Baththah di dalam al-Ibanah (1/173/2) dari sahabat mulia, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Sanad hadits di atas memang dhaif, hanya saja ditemukan beberapa hadits lain yang bisa menguatkannya. Setelah menjelaskan hadits-hadits penguat, asy-Syaikh al-Albani (Silsilah Shahihah 2/682) menerangkan, ”Kesimpulannya, hadits di atas dihukumi shahih tsabit dengan adanya hadits-hadits penguat. Sebab, tidak ada satu pun perawi di seluruh jalur periwayatan hadits yang patut dicurigai. Apalagi at- Tirmidzi dan ulama lainnya menyatakan hadits ini hasan.Wallahu a’lam.”
Rasulullah ﷺ telah bersabda di dalam hadits Abu Hurairah ;
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
 “Islam mulai dalam keadaan terasing. Islam pasti akan kembali terasing sebagaimana permulaannya. Maka, Thuba untuk mereka yang terasing.” (HR. Muslim).
An-Nawawi rahimahumallah (dalam Syarah Shahih Muslim) menyebutkan beberapa penafsiran dari kata Thuba. Ada yang mengartikannya dengan kebahagiaan, penyejuk mata, kebaikan, surga, sebuah pohon di dalam surga, dan beberapa makna lain. Lalu an-Nawawi rahimahumallah menyimpulkan, “Semua pendapat di atas sangat mungkin untuk dipahami dari hadits di atas. Wallahu a’lam.”

Sebab-sebab Memegang Sunnah Bagai Memegang Bara Api
(1) Penentang-penentang yang kuat.

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al Baqarah [2]: 120).

Dalam ayat diatas dikatakan Yahudi dan Nashara menginginkan untuk mengikuti millah mereka (bukan dengan memeluk) yakni dengan mengikuti kebiasaan mereka, budaya mereka, pola pikir mereka (salah satunya filsafat) sedikit demi sedikit dan akhirnya meninggalkan ajaran Islam secara keseluruhan.

(2) Kaum muslimin sendiri tenggelam dalam urusan dunia dan tidak peduli akan urusan agamanya
Rasulullah ﷺ bersabda :
إذا تبايعتم بالعينة، وأخذتم بأذناب البقر، ورضيتم بالزرع، وتركتم الجهاد، سلط الله عليكم ذلا لا ينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم
“Bila kamu telah disibukan oleh berjual beli dengan ‘inah (riba) dan kamu sibuk dengan sapi peliharaanmu dan engkau senang dengan cocok tanam dan kemudian engkau tinggalkan jihad, niscaya Allah Subhanahu Wa ta'ala timpakan pada diri kamu kehinaan yang tidak bisa lepas daripadanya sehingga kamu kembali kepada agama kamu."
(Hadis Shahih, diriwayatkan dari Ibnu Umar oleh Abu Dawud, as-Sunan, 3;274, Ahmad, al-Musnad, 2;28, 84, al-Baihaqi, Sunan al-Kubro, 5;316, Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, al-Albani, nomor hadis 11)

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا ». فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ « بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزِعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِى قُلُوبِكُمُ الْوَهَنَ ». فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهَنُ قَالَ « حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ».
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hampir saja para umat (yang kafir dan sesat, pen) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru, sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?” Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut mati.”
(HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278, shahih kata Syaikh Al Albani. Lihat penjelasan hadits ini dalam ‘Aunul Ma’bud).

(3) Sedikitnya / lemahnya ilmu dan menyebarnya syubhat
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.
(HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

Cara Selamat Dari Fitnah Ini
(1) Menuntut Ilmu syar'i
Nabi ﷺ :
إِنَّكُمْ أَصْبَحْتُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيْرٍ فُقَهَاؤُهُ، قَلِيْلٍ خُطَبَاؤُهُ، قَلِيْلٍ سُؤَّالُهُ، كَثِيْرٍ مُعْطُوهُ، الْعَمَلُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ. وَسَيَأْتِي زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيْرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيْلٌ مُعْطُوهُ،الْعِلْمُ فِيْهِ خَيْرٌمِنَ الْعَمَلِ
“Sesungguhnya kalian hidup di zaman yang fuqahanya (ulama) banyak dan penceramahnya sedikit, sedikit yang minta-minta dan banyak yang memberi, beramal pada waktu itu lebih baik dari berilmu. Dan akan datang suatu zaman yang ulamanya sedikit dan penceramahnya banyak, peminta-minta banyak dan yang memberi sedikit, berilmu pada waktu itu lebih baik dari beramal.” (HR. Ath-Thabrani).

(2) Selalu meminta pendapat ulama
Rasûlullâh ﷺ bersabda,
ثَـلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
"Tiga perkara yang membinasakan (yaitu) kikir (pelit) yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan takjubnya seseorang terhadap dirinya sendiri (pemikiran/ro'yu)". (Hasan : HR. ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 5448), al-Baihaqi dalam asy-Syu’abul Îmân (no. 731), dan selainnya dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu . Diriwayatkan juga dari Shahabat yang lainnya. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1802))

(3) Selalu bersabar dalam agama Islam
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ بَعْدِيْ أَثَرَةً فَاصْبِرُوْا حَتَّى تَلْقَوْنِيْ عَلَى الْحَوْضِ
“Sesungguhnya kalian nanti akan menemui atsarah (yaitu : pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat. Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di haudl” [HR. Al-Bukhari no. 7057 dan Muslim no. 1845].

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
فيه الحث على السمع والطاعة وإن كان المتولي ظالماً عسوفاً، فيعطي حقه من الطاعة، ولا يخرج عليه، ولا يخلع، بل يتضرع إلي الله – تعالي – في كشف أذاه، ودفع شره، وإصلاحه
“Di dalam (hadits) ini terdapat anjuran untuk mendengar dan taat kepada penguasa, walaupun ia seorang yang dhalim dan sewenang-wenang. Maka berikan haknya (sebagai pemimpin) yaitu berupa ketaatan, tidak keluar ketaatan darinya, dan tidak menggulingkannya. Bahkan (perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim adalah) dengan sungguh-sungguh lebih mendekatkan diri kepada Allah ta’ala supaya Dia menyingkirkan gangguan/siksaan darinya, menolak kejahatannya, dan agar Allah memperbaikinya (kembali taat kepada Allah meninggalkan kedhalimannya)” [Syarh Shahih Muslim lin-Nawawi, 12/232].

Sabar ada tiga hal menurut para ulama :
  1. Sabar dalam ketaatan. Kesabaran dengan berusaha istiqamah dalam menjalankan amalan secara istiqamah.
  2. Sabar meninggalkan kemaksyiatan. Berusaha tetap meninggalkan kemaksiyatan meskipun didapati mudah disekitar kita.
  3. Sabar dalam menghadapi kesulitan hidup. 

(4) Menjauhi tempat-tempat yang banyak syubhat dan fitnah
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599).

(5) Berusaha memahami hakikat dunia untuk beribadah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar