Allah berfirman : (QS. Al-Maidah : 22)
”Mereka berkata, “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari padanya. Jika mereka keluar dari padanya, pasti kami akan memasukinya.”
Bangsa Yahudi masa Nabi Musa diperintahkan untuk bermigrasi ke negeri Palestina. Penduduk Palestina pada saat itu adalah orang-orang perkasa dan bersikap totaliter. Palestina pada saat itu dihuni oleh suku Inaq.
Dalam riwayat-riwayat yang tersebar dikalangan bangsa Yahudi diceritakan bahwa penduduk Palestina adalah bagaikan raksasa. Kata mereka , “Mata-mata yang dikirimkan oleh Musa pada penduduk tanah suci di belakang daerah Yordan ada 12 orang, guna memata-matai dan menyebarkan situasi negeri dan penduduk sebelum kaumnya masuk ke sana. Para mata-mata ini kemudian terlihat oleh salah seorang penduduk yang perkasa, lalu menangkap mereka semua dan dimasukkannya ke dalam bajunya.
Pada riwayat lain disebutkan, “Salah seorang mereka ini ketika itu memetik buah. Sewaktu itu ia menangkap salah seorang dari mata-mata tersebut lalu ia masukkan orang tersebut bersama buahnya ke dalam lengan bajunya.
Riwayat ini muncul sebagai cermin dari mental pengecut bangsa Yahudi di dalam menghadapi resiko perjuangan. Untuk memperoleh dalih yang membenarkan sikap pengecut mereka, maka musuhnya digambarkan secara berlebihan sebagai manusia raksasa.
Dalam buku ke empat dari Kitab Taurat disebutkan sebuah penuturan tentang bangsa Palestina sebagai berikut, “Para mata-mata itu memata-matai negeri Kan’an sebagaimana diperintahkan kepada mereka. Ketika mereka kembali, mereka memotong sebatang pohon arak yang menggantung padanya seuntai kurma. Batang pohon ini dipikul oleh dua orang di antara mereka. Di samping itu mereka pun membawa sedikit buah delima dan tin. Mereka berkata kepada Musa yang sedang berada di tengah-tengah tokoh-tokoh Bani Israel “Kami telah sampai di negeri yang tuan kirim kami ke sana. Sungguh di tempat itu banyak sekali susu dan madunya dan ini adalah buahnya. Tetapi bangsa yang mendiami tempat itu gagah-gagah. Kotanya dikelilingi benteng yang hebat sekali. Di sana kami melihat pula Bani ‘Inaq. Dan seterusnya ia berkata , “Kami lihat pula di sana orang-orang raksasa, yakni orang Bani ‘Inaq yang tinggi besar lagi seram. Sehingga kami ini terasa kecil bagai belalang, baik di mata kami sendiri maupun di mata mereka.”
Dalam Taurat pun disebutkan reaksi bangsa Yahudi terhadap perintah Nabi Musa untuk memasuki negeri Palestina. Di sana disebutkan, “Bani Israel mengingat perintah Musa untuk masuk ke Tanah suci itu. Tetapi mereka menangis dan mengharapkan lebih baik mati di negeri Mesir atau di daratan lain”. Mereka berkata , “Untuk apa Tuhan menyuruh datang ke negeri ini, sehingga kami terperangkap di bawah pedang, kemudian istri dan anak-anak kami menjadi barang rampasan. Bukankah lebih baik kita kembali saja ke Mesir ?“
Negeri yang dijanjikan oleh Musa kepada bangsa Yahudi adalah negeri yang subur makmur. Untuk bisa memasuki negeri tersebut Nabi Musa menyuruh mereka agar bersiaga penuh dan siap berperang melawan penduduk negeri tersebut. Tetapi karena mereka dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam perbudakan bangsa Mesir dan selalu teraniaya, maka akhirnya mereka menjadi bangsa yang berjiwa lemah, pengecut dan tak pernah berani mengambil resiko. Untuk menutupi sikap pengecutnya mereka mencari dalih, bahwa penduduk negeri Palestina gagah dan perkasa. Karena itu mereka memilih lebih baik kembali ke Mesir. Mereka berkata kepada Musa , “Kami tidak akan mau masuk ke dalam negeri itu selama penduduknya yang gagah perkasa masih ada di sana.”
Ucapan mereka semacam ini adalah penolakan terhadap perintah Nabi Musa dan bukti betapa semangat mereka untuk menjadi manusia merdeka telah menjadi hancur, sehingga lebih baik mereka hidup dalam perbuatan dan kemelaratan daripada menanggung resiko. Bangsa Yahudi yang telah mengalami kebobrokan mental dan sikap pengecut sampai titik serendah ini menyebabkan mereka selalu tampil berlebih-lebihan jika mendapatkan sedikit ruang kebebasan. Karena itu di saat mereka dibebaskan oleh Nabi Musa dari cengkeraman bangsa Mesir mereka tidak mampu hidup secara mulia dan kesatria, bahkan sampai dengan abad kita ini bangsa Yahudi di Israel menjadi bukti dan kebenaran ayat ini.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 160 - 163
”Mereka berkata, “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari padanya. Jika mereka keluar dari padanya, pasti kami akan memasukinya.”
Bangsa Yahudi masa Nabi Musa diperintahkan untuk bermigrasi ke negeri Palestina. Penduduk Palestina pada saat itu adalah orang-orang perkasa dan bersikap totaliter. Palestina pada saat itu dihuni oleh suku Inaq.
Dalam riwayat-riwayat yang tersebar dikalangan bangsa Yahudi diceritakan bahwa penduduk Palestina adalah bagaikan raksasa. Kata mereka , “Mata-mata yang dikirimkan oleh Musa pada penduduk tanah suci di belakang daerah Yordan ada 12 orang, guna memata-matai dan menyebarkan situasi negeri dan penduduk sebelum kaumnya masuk ke sana. Para mata-mata ini kemudian terlihat oleh salah seorang penduduk yang perkasa, lalu menangkap mereka semua dan dimasukkannya ke dalam bajunya.
Pada riwayat lain disebutkan, “Salah seorang mereka ini ketika itu memetik buah. Sewaktu itu ia menangkap salah seorang dari mata-mata tersebut lalu ia masukkan orang tersebut bersama buahnya ke dalam lengan bajunya.
Riwayat ini muncul sebagai cermin dari mental pengecut bangsa Yahudi di dalam menghadapi resiko perjuangan. Untuk memperoleh dalih yang membenarkan sikap pengecut mereka, maka musuhnya digambarkan secara berlebihan sebagai manusia raksasa.
Dalam buku ke empat dari Kitab Taurat disebutkan sebuah penuturan tentang bangsa Palestina sebagai berikut, “Para mata-mata itu memata-matai negeri Kan’an sebagaimana diperintahkan kepada mereka. Ketika mereka kembali, mereka memotong sebatang pohon arak yang menggantung padanya seuntai kurma. Batang pohon ini dipikul oleh dua orang di antara mereka. Di samping itu mereka pun membawa sedikit buah delima dan tin. Mereka berkata kepada Musa yang sedang berada di tengah-tengah tokoh-tokoh Bani Israel “Kami telah sampai di negeri yang tuan kirim kami ke sana. Sungguh di tempat itu banyak sekali susu dan madunya dan ini adalah buahnya. Tetapi bangsa yang mendiami tempat itu gagah-gagah. Kotanya dikelilingi benteng yang hebat sekali. Di sana kami melihat pula Bani ‘Inaq. Dan seterusnya ia berkata , “Kami lihat pula di sana orang-orang raksasa, yakni orang Bani ‘Inaq yang tinggi besar lagi seram. Sehingga kami ini terasa kecil bagai belalang, baik di mata kami sendiri maupun di mata mereka.”
Dalam Taurat pun disebutkan reaksi bangsa Yahudi terhadap perintah Nabi Musa untuk memasuki negeri Palestina. Di sana disebutkan, “Bani Israel mengingat perintah Musa untuk masuk ke Tanah suci itu. Tetapi mereka menangis dan mengharapkan lebih baik mati di negeri Mesir atau di daratan lain”. Mereka berkata , “Untuk apa Tuhan menyuruh datang ke negeri ini, sehingga kami terperangkap di bawah pedang, kemudian istri dan anak-anak kami menjadi barang rampasan. Bukankah lebih baik kita kembali saja ke Mesir ?“
Negeri yang dijanjikan oleh Musa kepada bangsa Yahudi adalah negeri yang subur makmur. Untuk bisa memasuki negeri tersebut Nabi Musa menyuruh mereka agar bersiaga penuh dan siap berperang melawan penduduk negeri tersebut. Tetapi karena mereka dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam perbudakan bangsa Mesir dan selalu teraniaya, maka akhirnya mereka menjadi bangsa yang berjiwa lemah, pengecut dan tak pernah berani mengambil resiko. Untuk menutupi sikap pengecutnya mereka mencari dalih, bahwa penduduk negeri Palestina gagah dan perkasa. Karena itu mereka memilih lebih baik kembali ke Mesir. Mereka berkata kepada Musa , “Kami tidak akan mau masuk ke dalam negeri itu selama penduduknya yang gagah perkasa masih ada di sana.”
Ucapan mereka semacam ini adalah penolakan terhadap perintah Nabi Musa dan bukti betapa semangat mereka untuk menjadi manusia merdeka telah menjadi hancur, sehingga lebih baik mereka hidup dalam perbuatan dan kemelaratan daripada menanggung resiko. Bangsa Yahudi yang telah mengalami kebobrokan mental dan sikap pengecut sampai titik serendah ini menyebabkan mereka selalu tampil berlebih-lebihan jika mendapatkan sedikit ruang kebebasan. Karena itu di saat mereka dibebaskan oleh Nabi Musa dari cengkeraman bangsa Mesir mereka tidak mampu hidup secara mulia dan kesatria, bahkan sampai dengan abad kita ini bangsa Yahudi di Israel menjadi bukti dan kebenaran ayat ini.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 160 - 163
Tidak ada komentar:
Posting Komentar