Wahai saudariku yang mulia. Sungguh dengan keutamaan yang telah diberikan Allah Swt kepada engkau, engkau telah membuat musuh-musuh Islam dan antek-anteknya marah besar. Engkau telah dan terus menjaga harga diri dan kehormatan engkau. Engkau telah menangkal tipu daya mereka yang berniat mengotori generasi-generasi muslim dengan kultur-kultur palsu. Engkau membuat mereka sesak nafas. Ingatkah engkau, wahai saudariku, syair-syair yang pernah diungapkan ‘Aisyah At Timuriyah:
Dengan tangan suciku, kujaga kemuliaan hijabku
Dengan kesucian jiwaku, kuperoleh derajat yang lebih tinggi dari wanita lain sejenisku
Dengan ide, kepeloporan, dan inisiatifku, kusempurnakan akhlakku
Keluhuran budi pekerti dan kecerdasanku sama sekali tidak merugikan
Rasa maluku tidak menghalangiku ‘tuk menggapai keagungan
Sebaliknya, aku tidak bisa menghindar dari hinaan orang jika kulepas jilbabku.
Wahai saudariku, cobalah engkau perhatikan wanita-wanita yang gigih dalam menjaga fitrah yang telah diberikan Allah kepada mereka, seperti menjaga rasa malu dan harga diri. Pemerintah Perancis pernah mengadakan uji coba terhadap kekuatan harga diri (‘iffah) dan rasa malu yang telah ditanamkan Al Qur’an ke dalam hati para wanita Aljazair. Setelah melalui proses pemilihan yang panjang, diambillah sepuluh wanita Aljazair sebagai contoh. Oleh pemerintah, mereka dikirim ke Perancis untuk belajar di negeri tersebut. Maka diajarkan kepada mereka kebudayaan dan bahasa Perancis. Dan menurut dugaan pemerintah, mereka benar-benar telah menjadi wanita Perancis. Tapi, apakah benar mereka telah berubah?
Ternyata tidak! Dan pemerintah Perancis sebenarnya sangat tertipu. Peristiwa yang mengejutkan itu terjadi pada kurun waktu sebelas tahun kemudian setelah masa belajar mereka dianggap telah selesai. Dalam suatu pesta meriah untuk pelepasan para mahasiswa, pemenintah Perancis mengundang berbagai kalangan penting seperti para menteri, cendekiawan, dan pers. Tujuan utama pesta itu sebenarnya pemerintah ingin memperlihatkan kepada hadirin tentang suksesnya program belajar (baca: westernisasi) yang telah diterapkan pemerintah kepada sepuluh mahasiswi Aljazair.
Dalam pesta tersebut hadirin akan menyaksikan bagaimana sepuluh mahasiswi Aljazair akan tampil dalam gaya seperti umumnya wanita Perancis. Tapi, ternyata harapan itu kandas dan hadirin sangat tercengang. Betapa tidak. Ketika para mahasiswi itu tampil, mereka sama sekali tidak menggunakan gaun-gaun Perancis. Mereka tetap menggunakan busana khas Aijazair yang Islami. Hampir seluruh jajaran pers saat itu bertanya-tanya: Apa saja yang dilakukan Perancis terhadap wanita Aljazair selama 108 tahun (masa kolonialisme) itu? Lacost, seorang menteri kolonial, langsung menjawab, “Apa lagi yang harus saya perbuat jika nyatanya Al Qur’an jauh lebih kuat daripada budaya Perancis?
Saudariku, sungguh engkau lebih kuat daripada mereka, antek-antek mereka, dan orang-orang yang telah kerasukan pemikiran-pemikiran Barat. Mereka telah datang kepada kita, untuk menebarkan pemikiran-pemikinan kotor.
Wahai saudariku yang mulia. Musuh-musuh Islam telah yakin sepenuhnya bahwa engkau dapat dijadikan alat paling efektif untuk memorak-porandakan komunitas umat. Untuk merealisasikan rencana jahatnya itu, mereka seringkali melontarkan ungkapan, “Garaplah terlebih dulu kaum wanitanya, sedangkan yang lainnya belakangan!” Atau statemen mereka, “Tidak ada cara paling efektif dan efisien untuk menghancurkan Islam selain melepaskan syari’at dan etiket keislaman pada wanita muslimah serta kaum remaja puterinya.”
Musuh-musuh Islam itu juga telah yakin sepenuhnya bahwa sangat mustahil bagi mereka dapat merealisasikan rencana tersebut dalam waktu singkat. Tidak cukup beberapa bulan atau tahun, tapi perlu waktu panjang. Oleh karena itu, mereka segera menyusun strategi dan cara-cara lihai serta licik yang diprogramkan secara bertahap dan jangka panjang. Usaha pertama mereka (meskipun tidak secara terang-terangan) adalah bagaimana menghilangkan perasaan malu yang dimiliki kaum muslimah. Setelah itu, bagaimana memalingkan mereka dari Dinul Islam. Cara mereka menjerat mangsanya antara lain lewat dunia mode.
Berikut ini beberapa contoh propaganda mereka yang seringkali dialamatkan kepada kaum wanita :
“Jika kamu ingin cantik dan menarik, lincah dan energik, coba pilih model pakaian yang terbaik. Dengan pakaian seperti ini, kamu akan tampil lebih cantik. Sebagai wanita modern, kamu harus tampil memikat ….”
“Kamu harus mengikuti perkembangan mode. Sering-seringlah melihat peragaan busana atau model-model rambut yang lagi trendy. Kamu harus meniru pragawati-pragawati itu. Pokoknya, tampilkan dirimu semaksimal mungkin agar dapat menarik perhatian orang-orang di sekitarmu, agar mereka terpikat oleh penampilanmu, dan sang pacar makin dekat denganmu...”
Serangan selanjutnya adalah akhlak. Mereka mulai menawarkan pemecahan-pemecahan masalah cinta atau problema rumah tangga. Misalnya, “Bagaimana caranya agar suami tetap mencintaimu? Cobalah pakai ini...! Kemudian kau harus begini...” dan seterusnya.
Lebih jauh dari itu, mereka kemudian menawarkan busana atau cara-cara berbusana yang dapat merusak moral dan aqidah. Kata mereka, “Tahukah kamu, bagaimana caranya agar kamu menjadi pusat perhatian laki-laki? Ini gaun yang terbuka pada daerah dada, ini yang terbuka pada daerah punggung, sedangkan yang ini terbuka pada daerah betis. Cobalah!”
Sungguh tipu daya dan kejahatan mereka itu sangat berbahaya. Di pasar-pasar mereka sebarkan majalah-majalah wanita yang menyajikan model-model pakaian Barat dan Timur yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Karena gencarnya usaha-usaha yang mereka lakukan, akhirnya banyak wanita muslimah yang terpikat. Ia mulai membuat, dan selanjutnya memakainya, busana-busana seperti yang dikemas para wanita kafir dan fasik yang telah mengomersialkan kehormatan itu.
Meskipun pakaian yang dipakai itu tidak mencolok dan berlebihan, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya ia telah meniru wanita kafir. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ía termasuk kaum itu.” (HR. Abu Daud, dan sanadnya diperkuat oleh Ibnu Taimiyah)
Saudariku, sungguh sedikit wanita muslimah yang senantiasa berpegang teguh kepada Ad Din ini, yang dapat menghindar dari bahaya tersebut.
Engkau telah menyaksikan sendiri bagaimana dunia mode telah melanda kehidupan kaum wanita. Ia telah tersebar ke mana-mana. Hal ini antara lain karena pengaruh yang disebarkan majalah-majalah mode tersebut, baik dari Barat maupun Timur. Mereka memperkenalkan model-model pakaian, cara memakai atau melepasnya, menawarkan bermacam-macam parfum, alat kosmetika, atau cara-cara memotong rambut, dan sebagainya.
--------------------------------
BAHAYA MODE, Khalid Bin Abdurrahman Asy-Syayi, Penerbit Gema Insani Press Jakarta 12740, Cetakan ketujuh 1419 H / 1999 M, halaman 17 - 21
Dengan tangan suciku, kujaga kemuliaan hijabku
Dengan kesucian jiwaku, kuperoleh derajat yang lebih tinggi dari wanita lain sejenisku
Dengan ide, kepeloporan, dan inisiatifku, kusempurnakan akhlakku
Keluhuran budi pekerti dan kecerdasanku sama sekali tidak merugikan
Rasa maluku tidak menghalangiku ‘tuk menggapai keagungan
Sebaliknya, aku tidak bisa menghindar dari hinaan orang jika kulepas jilbabku.
Wahai saudariku, cobalah engkau perhatikan wanita-wanita yang gigih dalam menjaga fitrah yang telah diberikan Allah kepada mereka, seperti menjaga rasa malu dan harga diri. Pemerintah Perancis pernah mengadakan uji coba terhadap kekuatan harga diri (‘iffah) dan rasa malu yang telah ditanamkan Al Qur’an ke dalam hati para wanita Aljazair. Setelah melalui proses pemilihan yang panjang, diambillah sepuluh wanita Aljazair sebagai contoh. Oleh pemerintah, mereka dikirim ke Perancis untuk belajar di negeri tersebut. Maka diajarkan kepada mereka kebudayaan dan bahasa Perancis. Dan menurut dugaan pemerintah, mereka benar-benar telah menjadi wanita Perancis. Tapi, apakah benar mereka telah berubah?
Ternyata tidak! Dan pemerintah Perancis sebenarnya sangat tertipu. Peristiwa yang mengejutkan itu terjadi pada kurun waktu sebelas tahun kemudian setelah masa belajar mereka dianggap telah selesai. Dalam suatu pesta meriah untuk pelepasan para mahasiswa, pemenintah Perancis mengundang berbagai kalangan penting seperti para menteri, cendekiawan, dan pers. Tujuan utama pesta itu sebenarnya pemerintah ingin memperlihatkan kepada hadirin tentang suksesnya program belajar (baca: westernisasi) yang telah diterapkan pemerintah kepada sepuluh mahasiswi Aljazair.
Dalam pesta tersebut hadirin akan menyaksikan bagaimana sepuluh mahasiswi Aljazair akan tampil dalam gaya seperti umumnya wanita Perancis. Tapi, ternyata harapan itu kandas dan hadirin sangat tercengang. Betapa tidak. Ketika para mahasiswi itu tampil, mereka sama sekali tidak menggunakan gaun-gaun Perancis. Mereka tetap menggunakan busana khas Aijazair yang Islami. Hampir seluruh jajaran pers saat itu bertanya-tanya: Apa saja yang dilakukan Perancis terhadap wanita Aljazair selama 108 tahun (masa kolonialisme) itu? Lacost, seorang menteri kolonial, langsung menjawab, “Apa lagi yang harus saya perbuat jika nyatanya Al Qur’an jauh lebih kuat daripada budaya Perancis?
Saudariku, sungguh engkau lebih kuat daripada mereka, antek-antek mereka, dan orang-orang yang telah kerasukan pemikiran-pemikiran Barat. Mereka telah datang kepada kita, untuk menebarkan pemikiran-pemikinan kotor.
Wahai saudariku yang mulia. Musuh-musuh Islam telah yakin sepenuhnya bahwa engkau dapat dijadikan alat paling efektif untuk memorak-porandakan komunitas umat. Untuk merealisasikan rencana jahatnya itu, mereka seringkali melontarkan ungkapan, “Garaplah terlebih dulu kaum wanitanya, sedangkan yang lainnya belakangan!” Atau statemen mereka, “Tidak ada cara paling efektif dan efisien untuk menghancurkan Islam selain melepaskan syari’at dan etiket keislaman pada wanita muslimah serta kaum remaja puterinya.”
Musuh-musuh Islam itu juga telah yakin sepenuhnya bahwa sangat mustahil bagi mereka dapat merealisasikan rencana tersebut dalam waktu singkat. Tidak cukup beberapa bulan atau tahun, tapi perlu waktu panjang. Oleh karena itu, mereka segera menyusun strategi dan cara-cara lihai serta licik yang diprogramkan secara bertahap dan jangka panjang. Usaha pertama mereka (meskipun tidak secara terang-terangan) adalah bagaimana menghilangkan perasaan malu yang dimiliki kaum muslimah. Setelah itu, bagaimana memalingkan mereka dari Dinul Islam. Cara mereka menjerat mangsanya antara lain lewat dunia mode.
Berikut ini beberapa contoh propaganda mereka yang seringkali dialamatkan kepada kaum wanita :
“Jika kamu ingin cantik dan menarik, lincah dan energik, coba pilih model pakaian yang terbaik. Dengan pakaian seperti ini, kamu akan tampil lebih cantik. Sebagai wanita modern, kamu harus tampil memikat ….”
“Kamu harus mengikuti perkembangan mode. Sering-seringlah melihat peragaan busana atau model-model rambut yang lagi trendy. Kamu harus meniru pragawati-pragawati itu. Pokoknya, tampilkan dirimu semaksimal mungkin agar dapat menarik perhatian orang-orang di sekitarmu, agar mereka terpikat oleh penampilanmu, dan sang pacar makin dekat denganmu...”
Serangan selanjutnya adalah akhlak. Mereka mulai menawarkan pemecahan-pemecahan masalah cinta atau problema rumah tangga. Misalnya, “Bagaimana caranya agar suami tetap mencintaimu? Cobalah pakai ini...! Kemudian kau harus begini...” dan seterusnya.
Lebih jauh dari itu, mereka kemudian menawarkan busana atau cara-cara berbusana yang dapat merusak moral dan aqidah. Kata mereka, “Tahukah kamu, bagaimana caranya agar kamu menjadi pusat perhatian laki-laki? Ini gaun yang terbuka pada daerah dada, ini yang terbuka pada daerah punggung, sedangkan yang ini terbuka pada daerah betis. Cobalah!”
Sungguh tipu daya dan kejahatan mereka itu sangat berbahaya. Di pasar-pasar mereka sebarkan majalah-majalah wanita yang menyajikan model-model pakaian Barat dan Timur yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Karena gencarnya usaha-usaha yang mereka lakukan, akhirnya banyak wanita muslimah yang terpikat. Ia mulai membuat, dan selanjutnya memakainya, busana-busana seperti yang dikemas para wanita kafir dan fasik yang telah mengomersialkan kehormatan itu.
Meskipun pakaian yang dipakai itu tidak mencolok dan berlebihan, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya ia telah meniru wanita kafir. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ía termasuk kaum itu.” (HR. Abu Daud, dan sanadnya diperkuat oleh Ibnu Taimiyah)
Saudariku, sungguh sedikit wanita muslimah yang senantiasa berpegang teguh kepada Ad Din ini, yang dapat menghindar dari bahaya tersebut.
Engkau telah menyaksikan sendiri bagaimana dunia mode telah melanda kehidupan kaum wanita. Ia telah tersebar ke mana-mana. Hal ini antara lain karena pengaruh yang disebarkan majalah-majalah mode tersebut, baik dari Barat maupun Timur. Mereka memperkenalkan model-model pakaian, cara memakai atau melepasnya, menawarkan bermacam-macam parfum, alat kosmetika, atau cara-cara memotong rambut, dan sebagainya.
--------------------------------
BAHAYA MODE, Khalid Bin Abdurrahman Asy-Syayi, Penerbit Gema Insani Press Jakarta 12740, Cetakan ketujuh 1419 H / 1999 M, halaman 17 - 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar