LOKASI MASJID BESAR KAUMAN SEMARANG
Masjid Besar Kauman Semarang tadinya berdiri megah di depan alun alun kota Semarang. Masjid yang didirikan oleh ulama besar Semarang berdarah Arab bernama Maulana Ibnu Abdul Salim alias Kiai Pandan Arang ini berlokasi disekitar pasar Johar. Konon ceritanya, Masjid ini pernah terbakar pada tahun 1885 gara-gara tingginya melebihi Masjid Agung Demak dan dibangun kembali atas bantuan Asisten Residen Semarang GI Blume dan Bupati Semarang Raden Tumenggung Cokrodipuro yang selesai pada tahun 1889 diarsiteki oleh GA Gambier. Dari tanganya lahir masjid berasitektur atap tiga susun dengan puncak berhiaskan mustaka. Namun kemudian sejak tahun 1938 alun alun tersebut beralih fungsi menjadi kawasan komersil. Masjid Besar Kauman Semarang kini terjepit diantara bangunan bangunan tinggi yang mengepungnya. Masjid ini beralamat di Jl. Alun-alun Barat 71. Semarang.
Menurut inskripsi berbahasa dan berhurup jawa yang terpatri di batu marmer tembok bagian dalam gerbang masuk ke Masjid Besar Kauman Semarang, masjid ini dibangun pada tahun 1170 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1749M. lengkapnya inskripsi tersebut berbunyi seperti berikut :
Masjid Besar Kauman Semarang |
Menurut inskripsi berbahasa dan berhurup jawa yang terpatri di batu marmer tembok bagian dalam gerbang masuk ke Masjid Besar Kauman Semarang, masjid ini dibangun pada tahun 1170 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1749M. lengkapnya inskripsi tersebut berbunyi seperti berikut :
“Pemut kala penjenengane Kanjeng Tuwan Nikolas Harting hedelir gopennar serta sarta Direktur hing tanah Jawi gennipun kangjeng Kyahi Dipati Suradimanggala hayasa sahega dadosse masjid puniki kala Hijrat 1170”
(“Tanda peringatan ketika kanjeng Tuan Nicoolass Hartingh, Gubernur serta Direktur tanah Jawa pada saat Kanjeng Kyai Adipati Suramanggala membangun hingga jadinya masjid ini pada tahun 1170 Hijrah”)
Masih ada tiga inskripsi lain di masjid ini yang dibuat dalam bahasa melayu dan bahasa Belanda dalam hurup latin dan inskripsi berbahasa dan beraksara arab, yang dipatrikan di lokasi yang sama. Yang isinya sama dengan yang sudah disebutkan di atas.
Nicoolass Hartingh adalah tokoh utama penggerak lahirnya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang memecah wilayah Kesultanan Mataram atau dikenal dengan Palihan Nagari menjadi wilayah kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat berpusat di Yokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Atas jasanya Nicoolas Hartingh kemudian dihadiahi rumah dinas oleh pemerintah penjajahan Belanda (VOC) di daerah tugu muda dengan nama De Vredestein atau Wisma Perdamaian. Tahun 1998 setelah dipugar, Wisma Perdamaian tersebut menjadi gedung pertemuan pejabat negara dengan Gubernur Jawa Tengah.
Masjid Besar Kauman Semarang ini yang kini masih berdiri kokoh adalah bangunan yang didirkan oleh Adipati Suradimanggala (Kiai Terboyo) menggantikan masjid lama yang rusak parah akibat kebakaran selama geger pecinan di Semarang tahun 1741. Lokasi masjid lama ini berada di sebelah timur alun alun diseberang barat kali Semarang.
Masjid besar Kauman Semarang ini juga dikaitkan dengan ulama besar asal Arab, yang bernama Maulana Ibnu Abdulsalim atau lebih dikenal dengan sebutan Kyai Pandan Arang. Masjid tua ini pernah dipugar pada masa penjajahan, pada tahun 1889. Ditangani seorang arsitek Belanda bernama Gakampiyan.
ARSITEKTUR MASJID BESAR KAUMAN
Arsitektur Masjid Besar Kauman Semarang ini sering disebut dengan konsep tektonika. Sistem yang mirip dengan struktur tumpang pada bangunan tumpang berpenyangga berpilar lima pada bangunan bangunan pra Islam di tanah Jawa. Menurut Ir. Totok Roesmanto, diterapkannya sistem tektonik dalam pembangunan Masjid Besar Kauman Semarang ini bukan menggunakan soko guru layaknya Masjid Agung Demak, menunjukkan ketidakmampuan ahli bangunan Belanda pada masa itu mencerna aplikasi sistem konstruksi brunjung empyak pada bangunan tajuk tradisional.
Penggunaan sistem tektonik ini mengarah kepada struktur bangunan yang rigid. Empat sokoguru digantikan dengan pilar pilar bata penopang rangkaian pilar dan balok kayu di atasnya. Pada rangkaian bangunan ini juga dikenal sistem dhingklik yang menopang pilar pilar balok kayu yang lebih kecil di atasnya dan bntuk bangunan itu dan seterusnya.
Dari tahun pendirian Masjid Besar Kauman Semarang ini, menjadikan Masjid Kauman Semarang sebagai masjid pertama di Jawa yang bercitra tradisional, namun menggunakan konstruksi modern. Karya demikian dikenal dengan sebutan arsitektur masjid modern tradisionalistik.
Secara keseluruhan masjid kauman ini mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dengan atap limas besusun tiga tanpa empat sokoguru, dan tanpa menara. Masjid aslinya sendiri kini cukup sulit untuk dilihat karena sudah tertutup oleh bangunan masjid baru dibagian depan masjid asli ditambah dengan himpitan gedung gedung disekitarnya.aslinya masjid ini beratap seng, kini sudah diganti dengan genteng beton. Sebuah menara yang cukup tinggi juga sudah menjadi pelengkap bagi Masjid Besar Kauman Semarang ini. Tampakan depannya sudah jauh lebih modern tanpa kehilangan keaslian bangunan aslinya.
---------
http://semarang.go.id/pariwisata/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=60
http://bujangmasjid.blogspot.com/2010/12/masjid-besar-kauman-semarang.html
(“Tanda peringatan ketika kanjeng Tuan Nicoolass Hartingh, Gubernur serta Direktur tanah Jawa pada saat Kanjeng Kyai Adipati Suramanggala membangun hingga jadinya masjid ini pada tahun 1170 Hijrah”)
Masih ada tiga inskripsi lain di masjid ini yang dibuat dalam bahasa melayu dan bahasa Belanda dalam hurup latin dan inskripsi berbahasa dan beraksara arab, yang dipatrikan di lokasi yang sama. Yang isinya sama dengan yang sudah disebutkan di atas.
Nicoolass Hartingh adalah tokoh utama penggerak lahirnya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang memecah wilayah Kesultanan Mataram atau dikenal dengan Palihan Nagari menjadi wilayah kesultanan Ngayokyakarta Hadiningrat berpusat di Yokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Atas jasanya Nicoolas Hartingh kemudian dihadiahi rumah dinas oleh pemerintah penjajahan Belanda (VOC) di daerah tugu muda dengan nama De Vredestein atau Wisma Perdamaian. Tahun 1998 setelah dipugar, Wisma Perdamaian tersebut menjadi gedung pertemuan pejabat negara dengan Gubernur Jawa Tengah.
Masjid Besar Kauman Semarang ini yang kini masih berdiri kokoh adalah bangunan yang didirkan oleh Adipati Suradimanggala (Kiai Terboyo) menggantikan masjid lama yang rusak parah akibat kebakaran selama geger pecinan di Semarang tahun 1741. Lokasi masjid lama ini berada di sebelah timur alun alun diseberang barat kali Semarang.
Masjid besar Kauman Semarang ini juga dikaitkan dengan ulama besar asal Arab, yang bernama Maulana Ibnu Abdulsalim atau lebih dikenal dengan sebutan Kyai Pandan Arang. Masjid tua ini pernah dipugar pada masa penjajahan, pada tahun 1889. Ditangani seorang arsitek Belanda bernama Gakampiyan.
ARSITEKTUR MASJID BESAR KAUMAN
Arsitektur Masjid Besar Kauman Semarang ini sering disebut dengan konsep tektonika. Sistem yang mirip dengan struktur tumpang pada bangunan tumpang berpenyangga berpilar lima pada bangunan bangunan pra Islam di tanah Jawa. Menurut Ir. Totok Roesmanto, diterapkannya sistem tektonik dalam pembangunan Masjid Besar Kauman Semarang ini bukan menggunakan soko guru layaknya Masjid Agung Demak, menunjukkan ketidakmampuan ahli bangunan Belanda pada masa itu mencerna aplikasi sistem konstruksi brunjung empyak pada bangunan tajuk tradisional.
Penggunaan sistem tektonik ini mengarah kepada struktur bangunan yang rigid. Empat sokoguru digantikan dengan pilar pilar bata penopang rangkaian pilar dan balok kayu di atasnya. Pada rangkaian bangunan ini juga dikenal sistem dhingklik yang menopang pilar pilar balok kayu yang lebih kecil di atasnya dan bntuk bangunan itu dan seterusnya.
Dari tahun pendirian Masjid Besar Kauman Semarang ini, menjadikan Masjid Kauman Semarang sebagai masjid pertama di Jawa yang bercitra tradisional, namun menggunakan konstruksi modern. Karya demikian dikenal dengan sebutan arsitektur masjid modern tradisionalistik.
Secara keseluruhan masjid kauman ini mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dengan atap limas besusun tiga tanpa empat sokoguru, dan tanpa menara. Masjid aslinya sendiri kini cukup sulit untuk dilihat karena sudah tertutup oleh bangunan masjid baru dibagian depan masjid asli ditambah dengan himpitan gedung gedung disekitarnya.aslinya masjid ini beratap seng, kini sudah diganti dengan genteng beton. Sebuah menara yang cukup tinggi juga sudah menjadi pelengkap bagi Masjid Besar Kauman Semarang ini. Tampakan depannya sudah jauh lebih modern tanpa kehilangan keaslian bangunan aslinya.
---------
http://semarang.go.id/pariwisata/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=60
http://bujangmasjid.blogspot.com/2010/12/masjid-besar-kauman-semarang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar