Allah berfirman : (QS. Ali-Imran : 181)
“Sungguh Allah telah mendengar ucapan orang-orang yang mengatakan, “Allah itu sesungguhnya miskin, dan kamilah yang kaya”. Akan Kami catat perkataan mereka itu dan pembunuhan mereka terhadap Nabi-Nabi dengan cara yang tidak benar. Dan Kami katakan, “Rasakanlah siksa yang membakar.”
Diriwayatkan oleh Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, bahwa telah datang kepada Rasulullah saw sekelompok Yahudi pada saat turunnya firman Allah : “Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah sesuatu pinjaman yang baik.” saat itulah mereka berkata kepada Rasulullah, ”Apakah Tuhanmu itu fakir sehingga meminta kepada hamba-Nya pinjaman? Kami adalah orang-orang yang kaya”. Demikianlah sebab turunnya ayat ini.
Bangsa Yahudi yang serba materialis dan bersikap formalistis menganggap bahwa seruan Allah kepada orang-orang beriman supaya mendermakan harta bendanya pada jalan kebajikan dan untuk kepentingan perbaikan kehidupan masyarakat tidak mendapatkan tanggapan yang semestinya, bahkan mengejek. Ejekan ini pertama, karena Al-Qur’an menggunakan kata kiasan, yaitu ”Allah meminjam”, yang kemudian oleh bangsa Yahudi diartikan bahwa Allah itu miskin, karena meminta pinjaman kepada manusia.
Apa yang mendorong bangsa Yahudi mempunyai prasangka busuk terhadap seruan Allah agar manusia yang beriman memberikan pinjaman yang baik kepada Allah itu? Karena bangsa Yahudi terkenal sebagai bangsa yang kikir dan rakus, sehingga menyebabkan mereka menjadi lintah darat. Kebobrokan moral mereka menyebabkan lebih senang melakukan riba daripada mengeluarkan derma kepada orang-orang yang lemah dan miskin yang membutuhkan pertolongan mereka.
Kerakusan bangsa Yahudi terhadap harta benda telah menimbulkan keyakinan dan kepribadian yang berbahaya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu mereka menganggap bahwa berderma sama dengan melakukan tindakan yang merugikan kekayaan seseorang. Sebaliknya berlaku kikir mereka pandang sebagai melindungi harta kekayaan.
Atas dasar anggapan yang sesat ini, maka masyarakat Yahudi dengan sangat mencolok terlihat perbedaan golongan yang kaya dan yang miskin. Golongan miskin ini di tengah masyarakat mereka hanya menjadi sasaran pinjaman berbunga. Golongan miskin inilah yang selama ini memerlukan pinjaman yang baik (pinjaman tak berbunga) untuk dapat membiayai kehidupan mereka. Demikianlah realitas sosial dalam masyarakat Yahudi.
Tatkala turun seruan Allah agar orang-orang mukmin yang mampu mendermakan harta kekayaannya bagi kepentingan pembangunan masyarakat Islam di Madinah dan pembelaan terhadap perjuangan Islam, maka seruan ini oleh orang Yahudi dijadikan sasaran ejekan. Karena di dalam seruan berderma ini Allah gunakan kata-kata “memberi pinjaman”. Sikap orang Yahudi yang mengejek Allah sebagai si fakir membuktikan betapa bobroknya mental bangsa Yahudi dalam memenuhi kewajiban yang diperintahkan oleh Allah. Selain itu membuktikan bahwa bangsa Yahudi telah diperbudak oleh harta sehingga buta terhadap kewajiban untuk mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan masyarakat.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 134 - 136
“Sungguh Allah telah mendengar ucapan orang-orang yang mengatakan, “Allah itu sesungguhnya miskin, dan kamilah yang kaya”. Akan Kami catat perkataan mereka itu dan pembunuhan mereka terhadap Nabi-Nabi dengan cara yang tidak benar. Dan Kami katakan, “Rasakanlah siksa yang membakar.”
Diriwayatkan oleh Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, bahwa telah datang kepada Rasulullah saw sekelompok Yahudi pada saat turunnya firman Allah : “Barangsiapa memberi pinjaman kepada Allah sesuatu pinjaman yang baik.” saat itulah mereka berkata kepada Rasulullah, ”Apakah Tuhanmu itu fakir sehingga meminta kepada hamba-Nya pinjaman? Kami adalah orang-orang yang kaya”. Demikianlah sebab turunnya ayat ini.
Bangsa Yahudi yang serba materialis dan bersikap formalistis menganggap bahwa seruan Allah kepada orang-orang beriman supaya mendermakan harta bendanya pada jalan kebajikan dan untuk kepentingan perbaikan kehidupan masyarakat tidak mendapatkan tanggapan yang semestinya, bahkan mengejek. Ejekan ini pertama, karena Al-Qur’an menggunakan kata kiasan, yaitu ”Allah meminjam”, yang kemudian oleh bangsa Yahudi diartikan bahwa Allah itu miskin, karena meminta pinjaman kepada manusia.
Apa yang mendorong bangsa Yahudi mempunyai prasangka busuk terhadap seruan Allah agar manusia yang beriman memberikan pinjaman yang baik kepada Allah itu? Karena bangsa Yahudi terkenal sebagai bangsa yang kikir dan rakus, sehingga menyebabkan mereka menjadi lintah darat. Kebobrokan moral mereka menyebabkan lebih senang melakukan riba daripada mengeluarkan derma kepada orang-orang yang lemah dan miskin yang membutuhkan pertolongan mereka.
Kerakusan bangsa Yahudi terhadap harta benda telah menimbulkan keyakinan dan kepribadian yang berbahaya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu mereka menganggap bahwa berderma sama dengan melakukan tindakan yang merugikan kekayaan seseorang. Sebaliknya berlaku kikir mereka pandang sebagai melindungi harta kekayaan.
Atas dasar anggapan yang sesat ini, maka masyarakat Yahudi dengan sangat mencolok terlihat perbedaan golongan yang kaya dan yang miskin. Golongan miskin ini di tengah masyarakat mereka hanya menjadi sasaran pinjaman berbunga. Golongan miskin inilah yang selama ini memerlukan pinjaman yang baik (pinjaman tak berbunga) untuk dapat membiayai kehidupan mereka. Demikianlah realitas sosial dalam masyarakat Yahudi.
Tatkala turun seruan Allah agar orang-orang mukmin yang mampu mendermakan harta kekayaannya bagi kepentingan pembangunan masyarakat Islam di Madinah dan pembelaan terhadap perjuangan Islam, maka seruan ini oleh orang Yahudi dijadikan sasaran ejekan. Karena di dalam seruan berderma ini Allah gunakan kata-kata “memberi pinjaman”. Sikap orang Yahudi yang mengejek Allah sebagai si fakir membuktikan betapa bobroknya mental bangsa Yahudi dalam memenuhi kewajiban yang diperintahkan oleh Allah. Selain itu membuktikan bahwa bangsa Yahudi telah diperbudak oleh harta sehingga buta terhadap kewajiban untuk mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan masyarakat.
--------
76 Karakter Yahudi dalam Al-Qur’an karya Syaikh Mustafa Al-Maraghi, penyusun Drs. M. Thalib, Penerbit CV. Pustaka Mantiq Solo, cetakan pertama April 1989, halaman 134 - 136
Tidak ada komentar:
Posting Komentar