"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 09 Juni 2016

Kiblat itu Ka'bah

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 142 - 144, Allah ta'ala menegaskan kepada orang beriman dalam firman-Nya :

سَيَقُولُ السُّفَهَآءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّىٰهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِى كَانُوا۟ عَلَيْهَا ۚ قُل لِّلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ
Orang-orang yang bodoh diantara manusia akan berkata, "Apakah gerangan (sebabnya) mereka (orang Islam) beralih dari kiblat mereka semula (dari Baitil Maqdis ke Masjidil Haram)?" Katakanlah, "Timur dan Barat kepunyaan Allah, Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". (142).

وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّـهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّـهُ لِيُضِيعَ إِيمٰنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan demikian pula Kami menjadikan kamu ummat penengah (pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, dan adalah  Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblat kamu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Dan sungguh (perpindahan) kiblat itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak menyia-nyiakan iman kamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (143).

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا۟ الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّـهُ بِغٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
Sesungguhnya Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh kami palingkan engkau (kearah) kiblat yang engkau menyukainya. Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu kearahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa (berkiblat ke Masjidil Haram) adalah benar dari Tuhan mereka, dan Allah tidak lalai dari apa yang mereka kerjakan. (144).

Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari al-Barra dikemukakan bahwa Rasulullah ﷺ sholat menghadap ke Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah (mengharap kiblat diarahkan ke Ka'bah atau Masjidil Haram) sehingga turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 144) yang menunjukkan kiblat ke Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslimin berkata : "Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum perpindahan kiblat (dari Baitil-Maqdis ke Ka'bah), dan bagaimana pula tentang sholat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul-Maqdis?" Maka turunlah ayat lainnya (QS. 2 : 143), yang menegaskan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan waktu itu. Orang-orang yang berpikir kerdil di masa itu berkata : "Apa pula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari kiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitil-Maqdis ke Ka'bah)? Maka turunlah ayat lainnya lagi (QS. 2 : 142) sebagai penegasan bahwa Allahlah yang menentukan arah kiblat itu. (HR. Ibnu Ishaq).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 142. "Orang-orang yang bodoh diantara manusia akan berkata, "Apakah gerangan (sebabnya) mereka (orang Islam) beralih dari kiblat mereka semula (dari Baitil Maqdis ke Masjidil Haram)?"...". Setelah Rasulullah ﷺ berhijrah ke Madinah, kiblat yang beliau hadapi ilah Baitul Maqdis. Setelah 16 atau 17 bulan, lalu dipalingkan kiblat itu ke Ka'bah. Di dalam ayat ini telah diperingatkan kepada Rasulullah ﷺ bahwa sebelum kiblat itu beralih maka orang-orang yang bodoh di kalangan manusia itu akan menjadikannya percakapan yang ribut. Di dalam ayat ini disebut sufahaau sebagai kata jama' dari safih, yaitu orang-orang bodoh yang berpikiran dangkal yang bercakap asal bercakap saja, tetapi tidak sanggup mempertanggung-jawabkan apa yang diucapkannya. "... Katakanlah, "Timur dan Barat kepunyaan Allah, ...". Artinya bahwasannya disisi Tuhan, baik barat ataupun timur, baik utara ataupun selatan adalah sama saja. Soal peralihan tempat bukanlah soal penempatan Tuhan di salah satu tempat. "..., Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". Tujuan yang terutama dari beralih atau tetapnya kiblat adalah tujuan hati, yaitu memohon petunjuk jalan yang lurus kepada Tuhan, yang Tuhan bersedia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.
QS. 2 : 143. "Dan demikian pula Kami menjadikan kamu ummat penengah (pilihan) ...". Ada dua ummat yang datang sebelum ummat Muhammad, yaitu ummat yahudi dan ummat nasrani. Terkenallah dalam perjalanan ummat-ummat itu, ummat yahudi terlalu condong kepada dunia, benda dan harta. Sebaliknya ajaran nasrani lebih mementingkan akhirat saja, meninggalkan kemegahan dunia, sampai mendirikan biara-biara tempat bertapa, dan menganjurkan pendeta-pendeta supaya tidak kawin. Islam datang mempertemukan kembali diantara kedua jalan hidup ini. Didalamnya ibadat sholat jelas pertemuaan keduanya; sholat dikerjakan dengan badan, melakukan berdiri ruku' dan sujud, tetapi semuanya itu hendaklah dengan hati yang khusyu'. Dalam peraturan zakat harta benda. Orang baru dapat berzakat apabila dia kaya raya dan cukup menurut bilangan nisab. Dan bila datang waktunya hendaklah dibayarkan kepada fakir-miskin. Artinya, carilah harta benda dunia ini sebanyak-banyaknya dan kemudian berikanlah sebahagian daripadanya untuk menegakkan amal dan ibadat kepada Allah dan untuk membantu orang yang patut dibantu. Selama ummat Muhammad ini masih menempuh shiratal-Mustaqim, jalan lurus itu, selama itu pula mereka akan tetap menjadi ummat jalan tengah. ".... agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, ...". menurut imam az-Zamakhsyari, ummat Muhammad sebagai ummat yang jalan tengah akan menjadi saksi atas ummat nabi-nabi yang lain tentang kebenaran risalah rasul-rasul yang telah disampaikan kepada ummat mereka masing-masing. "..., dan adalah  Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas kamu. ...". Kelak Rasulullah Muhammad menjadi saksi pula di hadapan Tuhan, sudahkah menjalankan tugas kamu itu dengan baik, ataukah kamu campuadukkan yang hak dengan yang batil, sebab sifat tengahmu itu telah hilang. ".... Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblat kamu (sekarang) ...". Yaitu kiblat ke Baitul Maqdis lalu dialihkan ke Ka'bah di Mekkah. "... melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. ...". Dengan peralihan kiblat ini terbuktilah mana orang yang bertahan pada ujung, yang selama ini menunjukkan suka kepada Rasul lantaran kiblat menuju tempat yang disukai orang yahudi. Dan tantangan pula bagi kaum munafik. "... . Dan sungguh (perpindahan) kiblat itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. ...". "... . Dan Allah tidak menyia-nyiakan iman kamu. ...". Artinya, bahwasannya orang-orang yang telah mati, sedangkan dikala hidupnya mereka sholat berkiblat ke Baitul Maqdis. Amalan yang timbul karena iman tidaklah akan disia-siakan. Ketaatan mereka yang khusyu' diterima sebaik-baiknya. "... . Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia". Ujung ayat teranglah dua sifat Allah yang penting untuk pedoman beramal. Pertama Tuhan Penyantun, tidak menyia-nyiakan amal hamba-Nya. Kedua, Dia Penyayang, memberi ganjaran yang sepadan atas tiap-tiap amalan.
QS. 2 : 144. "Sesungguhnya Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, ...". Bahwasannya Kami (Allah) telah memperhatikan engaku (Muhammad) yang selalu menengadah ke langit mengharap moga-moga Tuhan mengizinkan engkau mengalihkan kiblat ke Ka'bah. Setiap kali Rasulullah ﷺ sholat, beliau berharap kiblat dialihkan ke Ka'bah. Tiap malaikat Jibril turun dari langit atau naik kembali selalu Rasulullah mengikuti dengan pandangannya, menunggu bilakah datang perintah Tuhan tentang peralihan kiblat itu. "..., maka sungguh kami palingkan engkau (kearah) kiblat yang engkau menyukainya. ...". Suatu keinginan yang timbul sebagai suatu risalah yang beliau bawa ke dunia ini, menyempurnakan ajaran yang dibawa nabi Ibrahim. Sebab "Wadin ghairi dzi-zar'in" atau lembah yang tidak ditumbuhi tumbuhan di dekat rumah Allah yang suci itu adalah pokok tempat bertolak pertama dari nabi Ibrahim seketika beliau memulai risalahnya. Rumah yang jadi pusat pertama dari seluruh masjid tempat menyembah Allah yang Tunggal. ".... Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram. ...". Dengan perintah ayat ini, maka mulai seketika itu beralih kiblat dari Baitul Maqdis (rumah suci) yang di Palestina (Qudus) yang didirikan oleh nabi Sulaiman kepada Masjidil-Haram yang didirikan oleh nabi Ibrahim, nenek moyang Sulaiman dan nenek moyang Muhammad ﷺ yang berdiri di Mekkah. ".... Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu kearahnya. ...". Dan dalam lanjutan perintah "kamu" ditujukan kepada seluruh ummat nabi Muhammad, ummat yang istimewa, ummatan wasathan, ummat jalan tengah. ".... Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa (berkiblat ke Masjidil Haram) adalah benar dari Tuhan mereka, ...". Artinya orang-orang ahlul-kitab (yahudi dan nasrani) terutama yang tinggal di Madinah seketika ayat ini turun, mengetahui bahwa memang dari Ka'bah itu nabi Ibrahim sebagai nenek moyang bangsaSyam (Semiet) yang menurunkan bani israil dan bani israil memulai perjuangannya menegakkan Tauhid, kepercayaan tentang keesaan Tuhan. "..., dan Allah tidak lalai dari apa yang mereka kerjakan". Kesediaan dan kesetiaan kamu segera mengalihkan kiblat karena perintah Tuhan telah datang tidaklah lengah atau diabaikan oleh Tuhan. Bahkan sangat dihargai karena pelaksanaan perintah Allah dengan segera adalah alamat iman yang teguh.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 46 - 47.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 5 - 10.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 39 - 40.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar