"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 21 Juni 2012

MUROQOBAH / (PENGAWASAN) KEWASPADAAN (6)

Abu Hurairah telah mendengar Nabi s.a.w. bersabda : Ada tiga orang dari Bani Isra’il, belang, botak dan yang ketiga buta. Ketika Allah akan menguji mereka, lalu Allah mengutus seorang Malaikat berupa manusia, maka datanglah Malaikat itu kepada orang yang belang dan bertanva: Apakah yang kau inginkan? Jawabnya: Kulit dan rupa yang bagus serta hilangnya penyakit yang menyebabkan orang-orang jijik pada saya. Maka diusap oleh Malaikat itu. Seketika itu juga hilang penyakitnya dan berganti rupa serta kulit yang bagus. Kemudian ditanya lagi : Kekayaan apakah yang kau ingini? Jawabnya: “Unta”. Maka diberinya satu unta yang bunting, sambil dido’akan: BAARAKALLAAHU LAKA FIIHAA. Kemudian datanglah Malaikat itu kepada sibotak dan bertanya : Apakah yang kau inginkan? Jawabnya : Rambut yang bagus dan hilangkan penyakit saya yang menyebabkan kehinaanku di dalam pandangan orang. Maka diusapnya, lalu seketika itu juga tumbuh rambut yang bagus. Kemudian ditanya lagi : Kini kekayaan apa yang kau ingini? Jawabnya ; …Lembu”. Maka diberinya satu lembu yang bunting, sambil dido’akan: BAARAKALLAHU LAKA FIIHAA. (Semoga Allah memberkahi bagimu kekayaanmu itu). Lalu datanglah Malaikat itu kepada Si buta, dan bertanya: Apakah yang kau inginkan? Jawabnya: Kembalinya penglihatan mataku, supaya saya dapat melihat orang. Maka diusapnya, segera pula terbuka matanya dapat melihat. Selanjutnya ditanya pula : Kekayaan apakah yang kau ingini? Jawab: “Kambing”. Maka diberinya seekor kambing yang bunting, sambil dido’akan. Kemudian setelah beberapa tahun dan masing-masing telah mempunyai daerah tersendiri yang penuh dengan unta, atau lembu ataupun kambing. Maka datanglah Malaikat itu berbentuk seorang miskin, laksana keadaan sibelang dahulu pada waktu ia belum sembuh dan kaya itu, maka berkata: Saya seorang miskin yang telah terputus hubungan dalam perjalanan saya ini, maka tiada yang dapat mengembalikan saya kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian bantuanmu, maka saya mengharap demi Allah, Allah yang memberi rupa dan kulit yang bagus, satu unta saja untuk meneruskan perjalananku ini. Jawab sibelang : Hak-hak orang masih banyak, saya tidak dapat memberimu apa-apa, boleh minta saja dilain tempat. Berkata Malaikat itu : Saya seolah-olah pernah tahu padamu, tidakkah kau dahulu yang belang dan dijijiki orang, juga seorang miskin, kemudian Allah memberimu kekayaan?
Jawab: Saya telah mewarisi kekayaan ini dari orang tuaku. Berkata Malaikat itu: Jika kau berdusta, semoga Allah mengembalikan keadaanmu sebagaimana dahulu. Kemudian pergi kepada sibotak, dengan menyamar seperti keadaan sibotak dahulu, dan berkata pula padanya sebagai yang dikatakan kepada sibelang, namun juga mendapat jawaban seperti jawaban sibelang, hingga didoakan : Jika kau berdusta semoga kau kembali sebagaimana keadaanmu sedia kala.
Dan akhirnya datanglah kepada si buta dengan menyamar seperti keadaan si buta dahulu semasa ia miskin, dan berkata : Seorang miskin, dan orang rantau yang telah putus hubungan dalam perjalanan, tidak dapat meneruskan perjalanan saya ini kecuali dengan pertolongan Allah, kemudian bantuanmu, saya minta demi Allah yang mengembalikan pandangan matamu, satu kambing saja untuk meneruskan penjalananku ini. Jawab si buta : Dahulu saya memang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku, maka kini ambillah sesukamu, saya tidak akan memberatkan sesuatupun kepadamu yang kau ambil karena Allah. Maka berkata Malaikat : Jagalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu telah diuji, maka Allah telah ridla padamu dan murka kepada kedua temanmu itu.
(HR. Buchary dan Muslim).

Dalam riwayat lain : Saya tidak akan memberatkan kepadamu untuk mengembalikan sesuatu yang kau ambil. Juga ada riwayat : Saya tidak memuji kepadamu jika kau mengambil kurang dari kebutuhanmu.
-------------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 88-91.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar