"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 08 Juni 2012

YANG HIDUP MENYELAMATKAN YANG MATI

“Katakanlah : “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan kerajaan langit dan bumi, kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan”. (Azzumar 44)

Kita ulangi kata-kata pada awal tulisan ini …….. yang hidup lebih langgeng dari yang mati. Seorang sedang duduk bersama kita, tiba-tiba tergeletak direnggut nyawanya. Kita terkejut, berteriak, lalu melakukan sesuatu yang wajib untuk sang mayit. Sesudah selesai semua, kita melupakannya dengan alasan, “yang hidup lebih langgeng dari yang mati”, atau kita menyerahkan diri disiksa oleh kesepian, kesusahan, kesedihan, merenung dan menangis terus, karena yang pergi adalah orang tua, sahabat atau saudara.
Demikan kita jalani hidup seterusnya dengan melupakan atau sedih. Kehidupan dunia pendek, tidak bisa hanya begitu, lupa atau bersedih saja.
Barangkali bisa kita sejenak berpikir, apa yang dapat menguntungkan si mayit sesudah dia pergi? Bagaimana cara tangan kita mengulur agar bisa menolong kesulitan yang dialami? Dia sangat membutuhkan kita dari mereka yang masih hidup.
Dia pergi seorang diri dikubur di perut bumi, putus amal usaha dan upayanya. Tetapi harapan belum berakhir. Ia dapat memperoleh manfaat dari mereka yang masih hidup, yang dilakukan oleh orang yang hidup atas nama Si mayit. Semuanya dengan izin Allah.
Firman Allah SWT  : “Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin-Nya ? Allah mengetahui apa-apa yang di depan dan belakang mereka”. (Al-Baqarah 255)

Sabda Rasulullah SAW : “Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali dalam tiga : Sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, atau anak kandung yang saleh yang selalu berdoa untuknya”.
Banyak usaha orang hidup untuk menolong orang mati, antaranya : Mendoakan mereka, meminta pengampunan untuk mereka, tetapi dengan izin Allah.
Yang terpenting dari semua ini adalah, membayar hutang-hutang si mayit, baik itu hutang materi, atau hutang spiritual mental terhadap orang lain. Di dalam Alquran dijelaskan pada surat Al-Hasyer 10 “Dan juga bagi orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansor), mereka berdoa : “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami”.
Allah SWT memuji, karena mereka memohon ampunan bagi orang-orang beriman yang mendahuluinya. Ini satu bukti bahwa orang-orang yang sudah wafat dapat memanfaatkan doa dari orang yang masih hidup.
Rasulullah bersabda : “Apabila kalian menyalati jenazah, maka hendaknya ikhlas dalam berdoa Diantana doanya : “Ya Allah, Fulan bin Fulan dalam perlindungan-Mu. Hindarkan Ia dari fitnah dan siksa kubur, Engkau ya Allah selalu menepati janji. Engkau pembela kebenaran, ampunilah dosanya, limpahkan baginya rahmat, sesungguhnya Engkau maha pengampun dan penyayang.
Nabi Muhammad apabila selesai mengubur, beliau berdiri lalu bersabda: “Mohonkan pengampunan bagi saudaramu dan mohonkan baginya ketetapan hati, sesungguhnya Ia sekarang akan ditanya”.

TENTANG SAMPAINYA PAHALA SODAKOH BAGI MAYIT
Diriwayatkan oleh Abi Hurairoh ra. : Seorang datang kepada Rasulallah, bertanya ia : “Ayahku wafat dengan meninggalkan harta waris dan tidak berwasiat apapun. Apakah boleh aku bersedekah atas namanya?” Nabi menjawab: “Boleh !”.

TENTANG SAMPAINYA PAHALA HAJI
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, seorang bertanya kepada Nabi : “Wahai Rasulullah, ayahku wafat dan belum menunaikan haji, apakah boleh aku menghajikannya? Nabi menjawab : “Apakah bila ayahmu punya hutang, engkau akan membayarnya ?“ Orang itu menjawab: “Ya”. Rasulullah bersabda : “Hutang kepada Allah lebih patut dibayar”.
Begitu pula bila seorang mengesahkan hutang yang menjadi beban si mayit, maka si mayit tidak menanggung beban lagi terhadap hutang itu.
Anak kandung yang saleh, lelaki maupun perempuan adalah harta benda yang sejati bagi kedua orang tuanya. Mereka dapat memberinya manfaat semasa hidup dan sesudah matinya.
Kedua orang tua dituntut untuk berupaya membina ketururunan dan generasi yang saleh dan mendidik anak untuk bakti kepada kedua orang tua semasa hidup atau pun sesudah waf at.
Berbicara tentang roh, tentang orang-orang mati, tentang alam barzah, tentang alam akherat, tidak ada ujung selesainya.
Sejak ratusan tahun lampau sampai hari ini dan kapan pun tidak akan terungkap nyata. Yang bisa kita ketahui hanya sekedar kulitnya saja. Hanya Allah semata yang tahu sampai isinya. Jika ada orang yang berkata bahwa ia tahu semua, justru dia bodoh. Soal roh sepenuhnya soal Allah.
Akhirnya sampai pada kesimpulan, makin bertambah ilmu seseorang, makin merasa bahwa ía adalah orang yang kurang.
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah : “Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Al-Isra’ 85).
------------------------------------------------------------------
TENTANG ROH, Ibnul Qoyyim, Gema Insani Press Jakarta, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1406 H / Maret 1986, halaman 30-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar