Pendahuluan
KALAU tidak salah mungkin untuk pertama kalinya suara Emilia Hassan yang kemudian menjadi Emilia Contessa direkam dalam piringan hitam ketika dia menyanyikan lagu “Gadis Kerudung Putih”. Dia memuji-muji gadis yang mengenakan kerudung. Sebenarnya bukan cuma Emilia saja yang telah memuji-muji gadis yang berkerudung itu, mungkin penyanyi-penyanyi lainnya juga telah menyanjung-nyanjungnya.
Kerudung adalah lambang kesucian, lambang ketaatan bagi seseorang wanita yang memakainya. Hal ini saya sebutkan, bukan karena terpengaruh oleh suara emas Emilia, tapi memang demikianlah keyakinan saya.
Beberapa tahun, sampai kira-kira tahun 1960-an, masih banyak perempuan-perempuan bangsa kita yang merasa bangga dengan mengenakan kerudung itu. Di jalan-jalan dan terutama sekali di tempat-tempat pertemuan, atau pengajian, bahkan di pasar-pasar, kaum wanita masih mengenakannya. Mereka merasa malu jika keluar rumah, baik untuk berbelanja di pasar maupun untuk berjualan di sana, kalau tidak memakai kerudung. Sudah barang tentu kerudung yang mereka pergunakan atau kenakan itu bukan kerudung yang mahal-mahal harganya, melainkan yang sederhana dan murah. Seharusnya keadaan demikian itu tidak boleh luntur dari kaum wanita kita, karena hal itu sudah cukup baik, jadi harus dipertahankan.
Sejarah kerudung
Banyak yang sinis terhadap Islam — istimewa pada zaman PKI dahulu — yang menganggap bahwa kerudung itu adalah pakaian adat perempuan Arab. Karena agama Islam bukan milik Arab, maka kita seharusnya tidak perlu untuk ikut-ikutan adat mereka. Memang, kerudung pantas untuk pakian mereka, karena dipadang pasir berdebu, sehingga kerudung bisa mereka gunakan sebagai pelindung rambut mereka agar tidak kotor. Apalagi soal pakaian adalah soal keduniaan, yang dibolehkan oleh Islam kita menentukan atau memilih sendiri.
Begitulah kira-kira ucapan mereka.
Tetapi yang benar tidak demikian. Soal kerudung adalah soal ibadah, yang kita diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya untuk mengenakannya.
Bahwa kerudung bukan pakaian adat wanita Arab, terbukti dari cerita Siti ‘Aisyah berikut ini : Telah berkata Shafiyah binti Syaibah : Pada waktu kami bersama-sama ‘Aisyah mereka sebut-sebut perempuan-perempuan Quraisy dan kelebihan mereka. Maka ‘Aisyah berkata : “Sesungguhnya perempuan-perempuan Quraisy itu mempunyai beberapa kelebihan, tetapi sesungguhnya demi Allah, aku tidak melihat yang lebih mulia daripada perempuan-perempuan Anshar. Karena mereka sangat membenarkan kitab Allah dan sangat kuat iman mereka kepada wahyu yang diturunkan, maka ketika diturunkan surat An-Nur 31 “wal yadlribna bikhumuri hinna ‘ala juyubihinna... “, laki-laki mereka pulang lalu membacakan kepada mereka apa yang diturunkan Allah itu, lalu tiap-tiap seorang dari mereka mengambil kain yang berlukis, lalu mereka jadikan kerudung, karena membenarkan dan percaya kepada apa yang diturunkan Allah di kitab-Nya.” (R. Abu Dawud).
Dari cerita atau riwayat tersebut, jelaslah bahwa jika kerudung itu pakaian perempuan Arab, tentu Siti ‘Aisyah tidak akan mengagumi wanita-wanita Anshar, dan lebih dari itu, perintah berkudung itu tidak akan dikeluarkan oleh Allah dan Rasul-Nya s.a.w.
Hukum Berkerudung
Berkerudung bagi kaum wanita Islam diperintah oleh Allah. Dengan demikian hukumnya wajib. Perintah berkudung itu tercantum dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 31, sebagai berikut :
“Dan hendaklah mereka menutup kerudung kepala mereka sampai ke dada-dada mereka.”
Dan dalam surat Al-Ahzab ayat 59, juga disebutkan sebagai berikut : “Hai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan mukminin, supaya mereka menutup tubuhnya dengan kain selubungnya ketika mereka keluar rumah.”
Demikianlah perintah Allah dalam Quran. Sedang Nabi Muhammad saw. dalam sebuah haditsnya telah menentukan batas-batas yang harus ditutup oleh perempuan Islam.
Beliau s.a.w. bersabda dalam hadits berikut ini : “Telah berkata ‘Aisyah : Sesungguhnya Asma binti Abi Bakar menjumpai Nabi s.a.w. dengan mengenakan pakaian yang jarang, maka beliau berpaling dari padanya sambil berkata : Hai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh, tidak pantas dilihat kecuali ini dan ini, sambil mengisyaratkan pada muka dan dua tangannya.” (HR. Abu Dawud).
Dalam hadits lain, Rasulullah s.a.w. sekali lagi menegaskan bahwa seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, yang harus ditutup dari pandangan orang yang tidak berhak melihatnya, kecuali bagian muka dan tangannya seperti yang diterangkan dalam hadits di atas. Rasulullah bersabda : “Wanita itu adalah aurat”. (H.S.R. Turmudzi).
Demikian tegasnya hadits itu, Sehingga tidak perlu dibahas atau diberi keterangan panjang lebar, karena sudah cukup jelas.
Sikap kita
Kalau kita baca buku “Penyerbuan ke dunia Islam”, kita akan tahu bahwa salah satu alat yang akan dipergunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari kaum Muslimin adalah wanita! Mereka hendak menghasut wanita-wanita Islam.
Sebagai wanita kita jadi bangga, tapi juga cemas. Bangga karena kaum wanita yang dikenal sebagai kaum yang lemah ini, ternyata masuk dalam perhitungan lawan lebih daripada kaum pria. Jelas hal ini adalah karena kemampuan kita. Tetapi kita juga merasa cemas karena menanti apa yang bakal terjadi atas diri kita dengan ulah mereka itu. Kalau kita mampu memagari dan mengebalkan diri kita, berarti kita yang akan dibuat sebagai senjata paling ampuh bagi mereka, sudah tidak berfungsi lagi. Kita dapat menyelamatkan diri kita dan kaum Muslimin umumnya.
Tetapi kalau kita malahan menyediakan diri untuk menerima hasutan mereka, berarti bahwa kitalah yang akan diadu untuk kemenangan mereka dalam menghadapi Islam dan ummatnya.
Mereka tahu bahwa kaum kita lemah tapi cukup ampuh. Jika kita telah dapat mereka pengaruhi, artinya segala-galanya akan beres dengan sendirinya.
Bung Karno sendiri pernah mensitir sebuah kata-kata hikmat (tapi dikatakan sebagai hadits oleh beliau) dalam buku beliau “Sarinah” bahwa “Wanita adalah tiang negara”. Memang benar dia dengan apa yang dikutipnya itu. Sebab bagaimanapun kuatnya benteng suatu negara — yaitu kaum lelakinya — tapi kalau tiangnya rapuh, maka negara itu akan hancur.
Hasutan-hasutan apakah yang akan mereka lakukan terhadap Wanita-wanita Islam itu? Antara lain adalah tentang perkawinan (khususnya : poligami), persamaan hak (emansipasi), hijab (tabir yang membatasi wanita dan pria), pakaian wanita Islam (termasuk kerudungnya).
Mengenai pakaian, mereka serang kaum Muslimat dengan bermacam-macam mode yang berakibat dengan robohnya sebagian besar kaum kita. Tadinya hampir seluruh badan wanita tertutup rapat, kemudian sedikit demi sedikit terbuka. Mula-mula rambutnya, yaitu kita berkerudung, tapi karena tipisnya sampai rambut kelihatan dari luar. Dan kita masih berkerudung juga, tapi sebagian rambut kita sengaja kita pamerkan dengan menjepitkan kerudung di tengah atau di puncak kepala, sehingga rambut kepala bagian depan terbuka. Malahan ada yang sengaja melepas jepitnya supaya jatuh dan tersangkut di kuduk, dengan demikian tidak percuma kita berhias menyisir rambut berjam-jam lamanya dengan di-shampoo atau di-hairspray. Dan terakhir bebaslah rambut itu dari hijab; bebas dipertontonkan berupa sisiran terurai, dipilin (diklabang), dipotong pendek, dipotong ala laki-laki, disasak dan sebagainya, dan sebagainya.
Kadang-kadang untuk menghadiri pengajian, masih banyak di antara kita yang mau memakai kerudung yang berbentuk segitiga, sekalipun rambut mereka telah dipotong.
Itulah salah satu contoh tentang kerudung, yang menunjukkan bahwa hasutan mereka telah masuk ke kaum kita. Mereka tidak akan biarkan kita hidup tanpa pengaruh mereka. Mereka tidak akan rela kalau kita tetap teguh memegang agama kita istimewa dalam soal pakaian. Kabarnya konon di negara-negara Timur Tengah kaum wanitanya telah banyak melepaskan pakaian yang selama ini mereka kenakan. Kini perempuan-perempuan Arab itu dengan bangga memakai rok Eropa. Dan masih jelas dalam ingatan kita bagaimana orang-orang Barat ini menghasut dan memperolok-olokkan wanita-wanita Iran karena mereka membungkus tubuh mereka dengan pakaian menurut ajaran Islam yang mereka anut itu. Maha benar Allah yang telah berfirman dalam surat Al-Baqarah 120 : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani sekali-kali tidak akan merasa senang kepadamu, sebelum engkau turut menjadi penganut agama.”
Contoh lain adalah ketika Walikota Jeddah datang ke Indonesia, isterinya mengatakan kepada wartawan yang maksudnya bahwa Islam tidak mengatur soal pakaian wanita, karena soal itu adalah soal keduniaan. Jika dia memang benar-benar mengatakan yang demikian, dan itu diucapkannya dengan penuh kesadaran, jelaslah bahwa dia tidak mengenal ajaran atau hukum Islam mengenai pakaian perempuan itu, padahal dia tinggal di pintu masuk Mekkah. Hal ini sangat memalukan. Tapi kalau dia berkata demikian karena kelemahan imannya (dia sendiri mengenakan rok ala Eropa), maka itu urusan dia dengan Allah. Tapi ucapan yang sangat berani itu sebenarnya ucapan yang sesat dan menyesatkan, yang akan dipegangi oleh mereka yang berhajat pada fatwa semacam itu! Padahal Allah telah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 36 sebagai berikut : “Tidak patut bagi lelaki mukmin dan tidak pula bagi perempuan-perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Penutup
Sebagai penutup sekali lagi saya tegaskan bahwa :
KALAU tidak salah mungkin untuk pertama kalinya suara Emilia Hassan yang kemudian menjadi Emilia Contessa direkam dalam piringan hitam ketika dia menyanyikan lagu “Gadis Kerudung Putih”. Dia memuji-muji gadis yang mengenakan kerudung. Sebenarnya bukan cuma Emilia saja yang telah memuji-muji gadis yang berkerudung itu, mungkin penyanyi-penyanyi lainnya juga telah menyanjung-nyanjungnya.
Kerudung adalah lambang kesucian, lambang ketaatan bagi seseorang wanita yang memakainya. Hal ini saya sebutkan, bukan karena terpengaruh oleh suara emas Emilia, tapi memang demikianlah keyakinan saya.
Beberapa tahun, sampai kira-kira tahun 1960-an, masih banyak perempuan-perempuan bangsa kita yang merasa bangga dengan mengenakan kerudung itu. Di jalan-jalan dan terutama sekali di tempat-tempat pertemuan, atau pengajian, bahkan di pasar-pasar, kaum wanita masih mengenakannya. Mereka merasa malu jika keluar rumah, baik untuk berbelanja di pasar maupun untuk berjualan di sana, kalau tidak memakai kerudung. Sudah barang tentu kerudung yang mereka pergunakan atau kenakan itu bukan kerudung yang mahal-mahal harganya, melainkan yang sederhana dan murah. Seharusnya keadaan demikian itu tidak boleh luntur dari kaum wanita kita, karena hal itu sudah cukup baik, jadi harus dipertahankan.
Sejarah kerudung
Banyak yang sinis terhadap Islam — istimewa pada zaman PKI dahulu — yang menganggap bahwa kerudung itu adalah pakaian adat perempuan Arab. Karena agama Islam bukan milik Arab, maka kita seharusnya tidak perlu untuk ikut-ikutan adat mereka. Memang, kerudung pantas untuk pakian mereka, karena dipadang pasir berdebu, sehingga kerudung bisa mereka gunakan sebagai pelindung rambut mereka agar tidak kotor. Apalagi soal pakaian adalah soal keduniaan, yang dibolehkan oleh Islam kita menentukan atau memilih sendiri.
Begitulah kira-kira ucapan mereka.
Tetapi yang benar tidak demikian. Soal kerudung adalah soal ibadah, yang kita diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya untuk mengenakannya.
Bahwa kerudung bukan pakaian adat wanita Arab, terbukti dari cerita Siti ‘Aisyah berikut ini : Telah berkata Shafiyah binti Syaibah : Pada waktu kami bersama-sama ‘Aisyah mereka sebut-sebut perempuan-perempuan Quraisy dan kelebihan mereka. Maka ‘Aisyah berkata : “Sesungguhnya perempuan-perempuan Quraisy itu mempunyai beberapa kelebihan, tetapi sesungguhnya demi Allah, aku tidak melihat yang lebih mulia daripada perempuan-perempuan Anshar. Karena mereka sangat membenarkan kitab Allah dan sangat kuat iman mereka kepada wahyu yang diturunkan, maka ketika diturunkan surat An-Nur 31 “wal yadlribna bikhumuri hinna ‘ala juyubihinna... “, laki-laki mereka pulang lalu membacakan kepada mereka apa yang diturunkan Allah itu, lalu tiap-tiap seorang dari mereka mengambil kain yang berlukis, lalu mereka jadikan kerudung, karena membenarkan dan percaya kepada apa yang diturunkan Allah di kitab-Nya.” (R. Abu Dawud).
Dari cerita atau riwayat tersebut, jelaslah bahwa jika kerudung itu pakaian perempuan Arab, tentu Siti ‘Aisyah tidak akan mengagumi wanita-wanita Anshar, dan lebih dari itu, perintah berkudung itu tidak akan dikeluarkan oleh Allah dan Rasul-Nya s.a.w.
Hukum Berkerudung
Berkerudung bagi kaum wanita Islam diperintah oleh Allah. Dengan demikian hukumnya wajib. Perintah berkudung itu tercantum dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 31, sebagai berikut :
“Dan hendaklah mereka menutup kerudung kepala mereka sampai ke dada-dada mereka.”
Dan dalam surat Al-Ahzab ayat 59, juga disebutkan sebagai berikut : “Hai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan mukminin, supaya mereka menutup tubuhnya dengan kain selubungnya ketika mereka keluar rumah.”
Demikianlah perintah Allah dalam Quran. Sedang Nabi Muhammad saw. dalam sebuah haditsnya telah menentukan batas-batas yang harus ditutup oleh perempuan Islam.
Beliau s.a.w. bersabda dalam hadits berikut ini : “Telah berkata ‘Aisyah : Sesungguhnya Asma binti Abi Bakar menjumpai Nabi s.a.w. dengan mengenakan pakaian yang jarang, maka beliau berpaling dari padanya sambil berkata : Hai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh, tidak pantas dilihat kecuali ini dan ini, sambil mengisyaratkan pada muka dan dua tangannya.” (HR. Abu Dawud).
Dalam hadits lain, Rasulullah s.a.w. sekali lagi menegaskan bahwa seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, yang harus ditutup dari pandangan orang yang tidak berhak melihatnya, kecuali bagian muka dan tangannya seperti yang diterangkan dalam hadits di atas. Rasulullah bersabda : “Wanita itu adalah aurat”. (H.S.R. Turmudzi).
Demikian tegasnya hadits itu, Sehingga tidak perlu dibahas atau diberi keterangan panjang lebar, karena sudah cukup jelas.
Sikap kita
Kalau kita baca buku “Penyerbuan ke dunia Islam”, kita akan tahu bahwa salah satu alat yang akan dipergunakan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari kaum Muslimin adalah wanita! Mereka hendak menghasut wanita-wanita Islam.
Sebagai wanita kita jadi bangga, tapi juga cemas. Bangga karena kaum wanita yang dikenal sebagai kaum yang lemah ini, ternyata masuk dalam perhitungan lawan lebih daripada kaum pria. Jelas hal ini adalah karena kemampuan kita. Tetapi kita juga merasa cemas karena menanti apa yang bakal terjadi atas diri kita dengan ulah mereka itu. Kalau kita mampu memagari dan mengebalkan diri kita, berarti kita yang akan dibuat sebagai senjata paling ampuh bagi mereka, sudah tidak berfungsi lagi. Kita dapat menyelamatkan diri kita dan kaum Muslimin umumnya.
Tetapi kalau kita malahan menyediakan diri untuk menerima hasutan mereka, berarti bahwa kitalah yang akan diadu untuk kemenangan mereka dalam menghadapi Islam dan ummatnya.
Mereka tahu bahwa kaum kita lemah tapi cukup ampuh. Jika kita telah dapat mereka pengaruhi, artinya segala-galanya akan beres dengan sendirinya.
Bung Karno sendiri pernah mensitir sebuah kata-kata hikmat (tapi dikatakan sebagai hadits oleh beliau) dalam buku beliau “Sarinah” bahwa “Wanita adalah tiang negara”. Memang benar dia dengan apa yang dikutipnya itu. Sebab bagaimanapun kuatnya benteng suatu negara — yaitu kaum lelakinya — tapi kalau tiangnya rapuh, maka negara itu akan hancur.
Hasutan-hasutan apakah yang akan mereka lakukan terhadap Wanita-wanita Islam itu? Antara lain adalah tentang perkawinan (khususnya : poligami), persamaan hak (emansipasi), hijab (tabir yang membatasi wanita dan pria), pakaian wanita Islam (termasuk kerudungnya).
Mengenai pakaian, mereka serang kaum Muslimat dengan bermacam-macam mode yang berakibat dengan robohnya sebagian besar kaum kita. Tadinya hampir seluruh badan wanita tertutup rapat, kemudian sedikit demi sedikit terbuka. Mula-mula rambutnya, yaitu kita berkerudung, tapi karena tipisnya sampai rambut kelihatan dari luar. Dan kita masih berkerudung juga, tapi sebagian rambut kita sengaja kita pamerkan dengan menjepitkan kerudung di tengah atau di puncak kepala, sehingga rambut kepala bagian depan terbuka. Malahan ada yang sengaja melepas jepitnya supaya jatuh dan tersangkut di kuduk, dengan demikian tidak percuma kita berhias menyisir rambut berjam-jam lamanya dengan di-shampoo atau di-hairspray. Dan terakhir bebaslah rambut itu dari hijab; bebas dipertontonkan berupa sisiran terurai, dipilin (diklabang), dipotong pendek, dipotong ala laki-laki, disasak dan sebagainya, dan sebagainya.
Kadang-kadang untuk menghadiri pengajian, masih banyak di antara kita yang mau memakai kerudung yang berbentuk segitiga, sekalipun rambut mereka telah dipotong.
Itulah salah satu contoh tentang kerudung, yang menunjukkan bahwa hasutan mereka telah masuk ke kaum kita. Mereka tidak akan biarkan kita hidup tanpa pengaruh mereka. Mereka tidak akan rela kalau kita tetap teguh memegang agama kita istimewa dalam soal pakaian. Kabarnya konon di negara-negara Timur Tengah kaum wanitanya telah banyak melepaskan pakaian yang selama ini mereka kenakan. Kini perempuan-perempuan Arab itu dengan bangga memakai rok Eropa. Dan masih jelas dalam ingatan kita bagaimana orang-orang Barat ini menghasut dan memperolok-olokkan wanita-wanita Iran karena mereka membungkus tubuh mereka dengan pakaian menurut ajaran Islam yang mereka anut itu. Maha benar Allah yang telah berfirman dalam surat Al-Baqarah 120 : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani sekali-kali tidak akan merasa senang kepadamu, sebelum engkau turut menjadi penganut agama.”
Contoh lain adalah ketika Walikota Jeddah datang ke Indonesia, isterinya mengatakan kepada wartawan yang maksudnya bahwa Islam tidak mengatur soal pakaian wanita, karena soal itu adalah soal keduniaan. Jika dia memang benar-benar mengatakan yang demikian, dan itu diucapkannya dengan penuh kesadaran, jelaslah bahwa dia tidak mengenal ajaran atau hukum Islam mengenai pakaian perempuan itu, padahal dia tinggal di pintu masuk Mekkah. Hal ini sangat memalukan. Tapi kalau dia berkata demikian karena kelemahan imannya (dia sendiri mengenakan rok ala Eropa), maka itu urusan dia dengan Allah. Tapi ucapan yang sangat berani itu sebenarnya ucapan yang sesat dan menyesatkan, yang akan dipegangi oleh mereka yang berhajat pada fatwa semacam itu! Padahal Allah telah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 36 sebagai berikut : “Tidak patut bagi lelaki mukmin dan tidak pula bagi perempuan-perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Penutup
Sebagai penutup sekali lagi saya tegaskan bahwa :
- Seluruh tubuh wanita adalah aurat, dengan demikian maka harus ditutup kecuali muka dan tangan karena hanya itulah yang dibenarkan oleh syara’. Jadi menutup atau berpakaian secara yang diajarkan oleh Islam hukumnya wajib. Yang tidak mengindahkannya, dianggap mendurhakai Allah dan Rasul-nya dan dinyatakan sebagai sesat.
- Kerudung adalah termasuk dalam pakaian wanita Islam yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya kita memakainya. Berkerudung pun hukumnya wajib.
- Bahwa orang Yahudi dan Nasrani menghendaki dan tidak rela kalau kita kaum Muslimin tidak mengikuti agama mereka, sudah jelas, ditegaskan dalam Al-Baqarah 120. Sudah tentu mereka tidak akan berani memurtadkan kita, tapi rupanya mereka cukup puas jika kita tetap memeluk Islam hanya yang mereka maukan kita tidak menjalankan ajaran Islam. Apalagi kalau kita mau mengikuti cara-cara mereka seperti yang pernah disinyalir oleh Nabi Muhammad s.a.w. dalam Sebuah haditsnya. Bahwa berkerudung itu adalah perintah Allah dan Rasul-Nya harus kita yakini benar. Dan kita harus tegas mengatakan seperti firman-Nya yang diajarkan-Nya kepada kita : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar.” (Al Baqarah : 120). Dan ayat tersebut diakhiri dengan kata-kata : “Demi jika sekiranya engkau turuti kemauan mereka, sesudah engkau memiliki pengetahuan, tentu Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagi engkau.” Ya Allah, berilah kami keberanian untuk mengikuti petunjuk-Mu dan petunjuk Nabi-Mu. Amin.
-----------------------------------------
Tulisan Hanna A.H., Majalah Al-Muslimun No. 154 Rabi'ul Awal/Rabi'ul Akhir 1403 H, Januari 1983 M Tahun ke29, Penerbit : Firma Al-Muslimun Bangil Jawa Timur, halaman 25-29.
Tulisan Hanna A.H., Majalah Al-Muslimun No. 154 Rabi'ul Awal/Rabi'ul Akhir 1403 H, Januari 1983 M Tahun ke29, Penerbit : Firma Al-Muslimun Bangil Jawa Timur, halaman 25-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar