TIME TUNNEL. Hari ketika ku terbangun, sudah berada dalam rombongan kafilah yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud. Seusai mempersiapkan diri kamipun melanjutkan perjalanan. Sampai di suatu tempat, tiba-tiba Ibnu Mas’ud memberikan komando untuk menghentikan langkah tatkala terlihat oleh beliau seorang wanita berumur dengan seorang anak menangisi tubuh yang telah terbujur menjadi mayat dan rombongan kami pun mendekat. Setelah menyelidiki sesaat kemudian kulihat Ibnu Mas’ud berurai air mata begitu deras sambil mengucapkan salawat kepada Rasulullah dan dihadapan tubuh mayat suci itu ia berkata : “Benarlah ucapan Rasulullah, Anda berjalan sebatang kara, mati sebatang kara, dan dibangkitkan nanti sebatang kara.” Ibnu Mas’ud pun duduk disamping mayat, teringat masa dua puluh tahun atau lebih dari hari pertemuan di padang pasir itu, lalu bercerita kepada semua yang hadir tentang ucapannya.
Ucapan itu terjadi sewaktu perang Tabuk tahun kesembilan Hijrah, saat Rasulullah menitahkan untuk menghadapi pasukan Romawi. Rasulullah dan para sahabat berangkat diikuti oleh sebahagian orang yang setengah hati. Setiap kali ada orang yang tertinggal di belakang, mereka berkata : “Wahai Rasulullah si Fulan tertinggal”, Maka Rasulullah berkata : “Biarkanlah ! Andainya ia berguna, tentu akan disusulkan oleh Allah pada kalian. Dan andainya tidak, maka Allah telah membebaskan kalian daripadanya!.”
Pada suatu kali mereka mengontrol rombongan, kiranya tak tampak oleh mereka Abu Dzar, maka merekapun melapor kepada Rasulullah ﷺ : “Abu Dzar telah tertinggal, keledainya yang lapar dan kehausan mungkin telah menyebabkan ia terlambat.” Rasulullah pun mengucapkan hal yang sama tiap ada seseorang yang tertinggal seperti sebelumnya.
Di hari kemudian, ketika Muslimin telah menurunkan barang-barang mereka untuk beristirahat, tiba-tiba salah seorang rombongan berteriak, “Wahai Rasulullah, itu ada sosok tubuh seorang lelaki yang mendekat mempercepat langkahnya berjalan seorang diri!” “Mudah-mudahan orang itu Abu Dzar… !”, ujar Rasulullah ﷺ.
Musafir mulia itu pun lambat mendekat menuju hadapan Rasulullah ﷺ. Dan demi Rasulullah ﷺ melihatnya, tersunginglah senyuman di kedua bibir beliau, sebuah senyuman yang penuh santun dan belas kasihan, sabdanya : “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar…! Ia berjalan sebatang kara, meninggal sebatang kara, dan dibangkitkan nanti sebatang kara….!”
Seorang perempuan kurus yang berkulit kemerah-merahan dan duduk dekatnya menangis sambil menceritakan saat suaminya, Abu Dzar menghadapi sakaratul maut. “Apa yang kamu tangiskan padahal maut itu pasti datang?”, tanya Abu Dzar.
“Karena anda akan meninggal, padahal pada kita tidak ada kain untuk kafanmu!”, jawab sang istri.
Abu Dzar pun tersenyum dengan amat ramah lalu berkata kepada istrinya, “Janganlah menangis ! Pada suatu hari, ketika saya berada disisi Rasulullah bersama beberapa orang sahabatnya saya dengar beliau bersabda : “Pastikanlah ada salah seorang diantara kalian yang meninggal di padang pasir liar, yang akan disaksikan oleh serombongan orang-orang beriman ….!”. Nah inilah aku sekarang menghadapi maut di padang pasir, maka perhatikanlah olehmu jalan, siapa tahu kalau-kalau ada rombongan orang-orang beriman itu sudah datang! Demi Allah saya tidak bohong dan tidak pula dibohongi!”. Dan seketika istrinya mengabarkan adanya rombongan dikejauhan yang mendekat, Ruh beliau pun kembali ke hadirat Allah.
Dan menurut Labib Syauqi, makam beliau terletak di Ayvansaray, tepatnya di Karabaş Mahallesi, di samping Masjid Çınarlı Çeşme Mescidi, Istanbul - Turki.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar Al-Ghifari.
-------------------------
Inspirasi :
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Cetakan keduapuluh 2006.
-------------------------
Baca juga :
Di Sebuah Sumber Mata Air
Mubaligh Ulung dari Ghifar
Siang itu di Rabadzah
Ucapan itu terjadi sewaktu perang Tabuk tahun kesembilan Hijrah, saat Rasulullah menitahkan untuk menghadapi pasukan Romawi. Rasulullah dan para sahabat berangkat diikuti oleh sebahagian orang yang setengah hati. Setiap kali ada orang yang tertinggal di belakang, mereka berkata : “Wahai Rasulullah si Fulan tertinggal”, Maka Rasulullah berkata : “Biarkanlah ! Andainya ia berguna, tentu akan disusulkan oleh Allah pada kalian. Dan andainya tidak, maka Allah telah membebaskan kalian daripadanya!.”
Pada suatu kali mereka mengontrol rombongan, kiranya tak tampak oleh mereka Abu Dzar, maka merekapun melapor kepada Rasulullah ﷺ : “Abu Dzar telah tertinggal, keledainya yang lapar dan kehausan mungkin telah menyebabkan ia terlambat.” Rasulullah pun mengucapkan hal yang sama tiap ada seseorang yang tertinggal seperti sebelumnya.
Di hari kemudian, ketika Muslimin telah menurunkan barang-barang mereka untuk beristirahat, tiba-tiba salah seorang rombongan berteriak, “Wahai Rasulullah, itu ada sosok tubuh seorang lelaki yang mendekat mempercepat langkahnya berjalan seorang diri!” “Mudah-mudahan orang itu Abu Dzar… !”, ujar Rasulullah ﷺ.
Musafir mulia itu pun lambat mendekat menuju hadapan Rasulullah ﷺ. Dan demi Rasulullah ﷺ melihatnya, tersunginglah senyuman di kedua bibir beliau, sebuah senyuman yang penuh santun dan belas kasihan, sabdanya : “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar…! Ia berjalan sebatang kara, meninggal sebatang kara, dan dibangkitkan nanti sebatang kara….!”
Seorang perempuan kurus yang berkulit kemerah-merahan dan duduk dekatnya menangis sambil menceritakan saat suaminya, Abu Dzar menghadapi sakaratul maut. “Apa yang kamu tangiskan padahal maut itu pasti datang?”, tanya Abu Dzar.
“Karena anda akan meninggal, padahal pada kita tidak ada kain untuk kafanmu!”, jawab sang istri.
Abu Dzar pun tersenyum dengan amat ramah lalu berkata kepada istrinya, “Janganlah menangis ! Pada suatu hari, ketika saya berada disisi Rasulullah bersama beberapa orang sahabatnya saya dengar beliau bersabda : “Pastikanlah ada salah seorang diantara kalian yang meninggal di padang pasir liar, yang akan disaksikan oleh serombongan orang-orang beriman ….!”. Nah inilah aku sekarang menghadapi maut di padang pasir, maka perhatikanlah olehmu jalan, siapa tahu kalau-kalau ada rombongan orang-orang beriman itu sudah datang! Demi Allah saya tidak bohong dan tidak pula dibohongi!”. Dan seketika istrinya mengabarkan adanya rombongan dikejauhan yang mendekat, Ruh beliau pun kembali ke hadirat Allah.
Dan menurut Labib Syauqi, makam beliau terletak di Ayvansaray, tepatnya di Karabaş Mahallesi, di samping Masjid Çınarlı Çeşme Mescidi, Istanbul - Turki.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Dzar Al-Ghifari.
-------------------------
Inspirasi :
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Cetakan keduapuluh 2006.
-------------------------
Baca juga :
Di Sebuah Sumber Mata Air
Mubaligh Ulung dari Ghifar
Siang itu di Rabadzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar