"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 01 Juli 2016

Lima Alasan Gaza Masih Dikepung

Pabrik semen sederhana di Jalur Gaza yang terblokade.
LONDON, Kamis (Middle East Monitor): Perdana Menteri Turki Binali Yildirim menyatakan pada Senin (27/6) lalu bahwa blokade ‘Israel’ atas Jalur Gaza “sebagian besar telah dicabut” sebagai bagian dari rekonsiliasi baru antara ‘Israel’ dan Turki. Normalisasi hubungan Turki-‘Israel’ terjadi enam tahun setelah pasukan ‘Israel’ menewaskan 10 warga negara Turki di atas kapal yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Termasuk rencana sesudah rekonsiliasi ini adalah mulai dibangunnya sebuah rumah sakit berkapasitas 200 ranjang, proyek perumahan dan instalasi desalinasi di Gaza. Kendati dengan syarat bahan-bahan tersebut harus berjalan melalui pelabuhan ‘Israel’ Ashdod lebih dulu.
Sayangnya, tak ada satu pun dari lima hal di bawah ini yang merupakan indikasi “pencabutan blokade” masuk dalam klausul rekonsiliasi. Berbagai larangan yang diberlakukan ‘Israel’ di Jalur Gaza dan 1,8 juta penduduknya masih tetap ada. Jadi, inilah lima hal yang mengindikasikan blokade masih belum berubah:
1. Penjajah masih melarang barang-barang masuk Gaza.
Rata-rata tiap minggu sekitar 2.145 truk penuh muatan masuk ke Jalur Gaza pada 2016 (hampir setengahnya bahan-bahan bangunan), dan ini merupakan 76 persen dari keseluruhan statistik sebelum blokade. ‘Israel’ memberlakukan daftar panjang pelarangan benda-benda yang ‘ganda penggunaannya’, termasuk benda-benda sebenarnya dapat diklasifikasikan bersifat sangat sipil dan “kritis bagi keselamatan nyawa penduduk sipil.” (Catatan Redaksi: Alasan pelarangan terhadap benda-benda itu karena dianggap dapat diubah menjadi senjata.) Rekonstruksi setelah serangan ‘Israel’ pada tahun 2014 juga berjalan sangat lambat. Hanya pada Oktober tahun lalu rumah pertama dibangun kembali dan sekitar 90.000 warga Palestina masih mengungsi.
2. Penjajah masih melarang barang-barang keluar dari Gaza untuk dijual ke luar negeri atau pasar-pasar utama kawasan, yakni Tepi Barat dan ‘Israel.’ Pada 14-20 Juni, misalnya, hanya 26 truk penuh muatan yang ke luar Gaza, tidak lebih dari sepersepuluh sebelum blokade. Tahun lalu, pejabat senior Bank Dunia mengatakan bahwa blokade ‘Israel’ dan perang 2014 menunjukkan bahwa “ekspor Gaza hampir lenyap” (ia tidak melebih-lebihkan – ekspor jatuh 97 persen antara tahun 2007 dan 2012).
3. Penjajah masih melarang pergerakan orang – termasuk ke dan dari Tepi Barat.
Bahkan setelah ‘konsesi’ yang dibuat ‘Israel’ setelah operasi ‘Protective Edge’, angka orang yang melakukan perjalanan di pelintasan Gaza yang dikuasai ‘Israel’, Erez, masih hanya tiga persen pada September 2000. Selain itu, ‘Israel’ terus melarang keluarga-keluarga Palestina saling mengunjungi satu sama lain. Menuntut ilmu di universitas-universitas di Tepi Barat juga terlarang bagi para mahasiswa Palestina di Gaza. Bahkan larangan juga diberlakukan terhadap orang-orang yang sudah memegang izin dari ‘Israel’ untuk “kasus-kasus medis dan kemanusiaan lainnya, para pedagang, serta para pekerja kemanusiaan.”
4. Pasukan penjajah Zionis menyerang para nelayan dan petani.
Pasukan penjajah Zionis masih terus menyerang warga sipil Palestina di Jalur Gaza, terutama para nelayan di laut, dan para petani yang bekerja di ladang mereka yang terletak di dekat pagar perbatasan. Senin lalu, pasukan penjajah menembaki nelayan-nelayan Palestina dan (dua kali) menembak petani. Menurut tokoh PBB, antara 7-20 Juni pasukan Zionis menembaki warga Palestina di wilayah-wilayah yang disebut Access Restricted Areas di darat dan laut pada 32 peristiwa terpisah.
5. Mesir masih terus menutup Rafah.
Ketika ‘Israel’ mengontrol hampir seluruh pelintasan Jalur Gaza, otoritas Mesir memainkan peran penting dalam ‘mencekik’ Gaza. Pekan ini, Mesir membuka pelintasan Rafah di kedua arah selama lima hari, tapi ini pengecualian. Karena PBB mencatat bahwa pelintasan ditutup sejak 24 Oktober 2015, “kecuali untuk 42 hari”.* (Middle East Monitor | Sahabat Al-Aqsha | Foto: MEMO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar