TIME TUNNEL. Pagi itu disebuah warung makan di pasar Madinah, kulihat seorang lelaki zuhud melintas menuju kearah utara kota dan aku mencoba bertanya kepada teman sebangku di warung makan itu.
“Siapakah beliau?”, tanyaku sambil menunjuk lelaki zuhud itu.
“Oh….., beliau adalah ‘Ubadah ibn Shamit”, jawabnya.
“Mohon sudilah kiranya ceritakan kepada saya tentang beliau.”, pintaku.
* * *
Beliau adalah seorang tokoh Anshar dari suku Khazraj dan salah satu dari 12 orang yang beriman dalam “Bai’atul Aqabah” pertama.
Semenjak beliau menyatakan, Allah dan Rasul sebagai pilihannya, maka dipikulnya segala tanggung jawab akibat pilihannya itu dengan sebaik-baiknya.
Ketika salah satu kabilah Yahudi Bani Qainuqa’ berulah dan membuat keributan di kalangan Muslimin, beliau secepatnya melakukan tindakan membatalkan perjanjian dengan mereka yang telah dibuat sebelum datangnya Rasulullah. Katanya; “Saya hanya akan mengikuti pimpinan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman ….. !”.
Allah memuji sikap beliau dengan firmannya : “Dan barangsiapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman sebagai pemimpin, maka sungguh, partai atau golongan Allah-lah yang beroleh kemenangan ….” (TQS 5 : 56).
* * *
Pada suatu hari Rasulullah ﷺ menjelaskan tanggung jawab seorang amir atau wali. Didengarnya Rasulullah menyatakan nasib yang akan menimpa orang-orang yang melalaikan kewajiban di antara mereka atau memperkaya dirinya dengan harta …., maka tubuhnya gemetar dan hatinya berguncang. Ia bersumpah kepada Allah tidak akan menjadi kepala walau atas dua orang sekalipun….
Dan sumpahnya ini dipenuhi sebaik-baiknya dan tak pernah dilanggarnya ….
Di masa pemerintahan amirul mukminin Umar bin Khattab r.a., beliaupun tak berhasil mendorongnya untuk menerima suatu jabatan, kecuali dalam me4ngajar ummat dan memperdalam pengetahuan mereka dalam soal agama ….
Dan inilah satu-satunya usaha yang diutamakan ‘Ubadah lebih dari yang lainnya, menjauhkan diri dari usaha-usaha yang bersangkut-paut dengan harta benda dan kemewahan serta kekuasaan, begitu pun dari segala marabahaya yang dikhawatirkan akan merusak Agamanya….
Bersama Mu’adz bin Jabal dan Abu Darda beliau berangkat ke Syria menyebarluaskan ilmu, pengertian dan cahaya bimbingan di negeri itu.
* * *
Walaupun badan ‘Ubadah berada di Syria, tapi pandangan matanya bebas lepas dan merenung jauh melewati tapal batas, Madinah al-Munawarah tempat kedudukan amirul mukminin Umar bin Khattab seorang tokoh yang tak ada duanya. Sebuah pemandangan berbeda yang beliau rasakan ketika melihat Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang haus kekuasaan.
“Ubadah seperti yang kita saksikan adalah rombongan perintis yang telah menjalani sebagian besar hari-hari terbaiknya bersama Rasulullah. Rombongan pelopor yang bergelimang dengan kancah perjuangan dan ditempa oleh pengurbanan dan telah dididik langsung dengan tangan Muhammad s.a.w.
Bagi ‘Ubadah dikalangan pelopor yang masih hidup dan menjadi contoh luhur sebagai kepala pemerintahan yang dikagumi olehnya adalah Umar bin Khattab….
Maka jika “Ubadah membandingkan tindak-tanduk Mu’awiyah bin Abi Sufyan dengan apa yang dipertontonkan amirul mukminin Umar bin Khattab tampaklah jurang pemisah yang menganga lebar dan tegas.
* * *
Tersiar berita ke sebagian besar negeri Islam perlawanan berani yang dilancarkan ‘Ubadah bin Shamit r.a. terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan, hingga menjadi contoh teladan bagi mereka …..
‘Ubadah ibn Shamit berkata ; “Kami telah bai’at kepada Rasulullah s.a.w. tidak takut akan ancaman siapa pun dalam menta’ati Allah …..!”
Sikap dan pendirian ‘Ubadah bin Shamit tak urung membuat sesak nafas Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang terkenal gigih dan ulet. Hal itu dipandangnya sebagai ancaman langsung terhadap wibawa dan kekuasaannya …. Buru-buru Muawiyah bin Abi Sufyan mengusirnya ‘Ubadah dari sisinya. Lalu ditinggalkannya Palestina dan ‘Ubadah kembali ke Madinah ….
* * * * * * *
Selang beberapa hari kemudian aku menemukan sebuah jawaban tentang lelaki zuhud yang berjalan kearah utara Madinah. Rupanya beliau tengah kembali ke Palestina sesuai perintah amirul mukminin Umar bin Khattab r.a., karena bagi amirul mukminin tak ingin melepas kepala-kepala daerahnya hanya mengandalkan kecerdasan semata, tanpa didampingi sejumlah sahabat yang zuhud dan shalih, serta penasihat yang tulus ikhlas. Mereka bertugas membendung keinginan-keinginan yang tidak terbatas, dan selalu mengingatkan mereka akan hari-hari dan masa bersama Rasulullah ﷺ.
Maka terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan, amirul mukminin Umar bin Khattab bersurat yang isinya : “Tak ada wewenangmu sebagai amir terhadap ‘Ubadah bin Shamit.”
Dan pada tahun 34 Hijriah, wafatlah beliau ‘Ubadah bin Shamit di Ramla bumi Palestina.
-----------------
Inspirasi :
Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D, Penerbit : P.T. Pustaka Litera Antar Nusa Jakarta-Bogor, Cetakan Kesebelas, Januari 1990.
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Bandung, Cetakan keduapuluh 2006.
Taht Râyah al-Rasûl (Perang Muhammad), Dr. Nizar Abazhah, Penerbit Zaman Jakarta, Cetakan Pertama 1432 H / 2011 M.
“Siapakah beliau?”, tanyaku sambil menunjuk lelaki zuhud itu.
“Oh….., beliau adalah ‘Ubadah ibn Shamit”, jawabnya.
“Mohon sudilah kiranya ceritakan kepada saya tentang beliau.”, pintaku.
* * *
Beliau adalah seorang tokoh Anshar dari suku Khazraj dan salah satu dari 12 orang yang beriman dalam “Bai’atul Aqabah” pertama.
Semenjak beliau menyatakan, Allah dan Rasul sebagai pilihannya, maka dipikulnya segala tanggung jawab akibat pilihannya itu dengan sebaik-baiknya.
Ketika salah satu kabilah Yahudi Bani Qainuqa’ berulah dan membuat keributan di kalangan Muslimin, beliau secepatnya melakukan tindakan membatalkan perjanjian dengan mereka yang telah dibuat sebelum datangnya Rasulullah. Katanya; “Saya hanya akan mengikuti pimpinan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman ….. !”.
Allah memuji sikap beliau dengan firmannya : “Dan barangsiapa yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman sebagai pemimpin, maka sungguh, partai atau golongan Allah-lah yang beroleh kemenangan ….” (TQS 5 : 56).
* * *
Pada suatu hari Rasulullah ﷺ menjelaskan tanggung jawab seorang amir atau wali. Didengarnya Rasulullah menyatakan nasib yang akan menimpa orang-orang yang melalaikan kewajiban di antara mereka atau memperkaya dirinya dengan harta …., maka tubuhnya gemetar dan hatinya berguncang. Ia bersumpah kepada Allah tidak akan menjadi kepala walau atas dua orang sekalipun….
Dan sumpahnya ini dipenuhi sebaik-baiknya dan tak pernah dilanggarnya ….
Di masa pemerintahan amirul mukminin Umar bin Khattab r.a., beliaupun tak berhasil mendorongnya untuk menerima suatu jabatan, kecuali dalam me4ngajar ummat dan memperdalam pengetahuan mereka dalam soal agama ….
Dan inilah satu-satunya usaha yang diutamakan ‘Ubadah lebih dari yang lainnya, menjauhkan diri dari usaha-usaha yang bersangkut-paut dengan harta benda dan kemewahan serta kekuasaan, begitu pun dari segala marabahaya yang dikhawatirkan akan merusak Agamanya….
Bersama Mu’adz bin Jabal dan Abu Darda beliau berangkat ke Syria menyebarluaskan ilmu, pengertian dan cahaya bimbingan di negeri itu.
* * *
Walaupun badan ‘Ubadah berada di Syria, tapi pandangan matanya bebas lepas dan merenung jauh melewati tapal batas, Madinah al-Munawarah tempat kedudukan amirul mukminin Umar bin Khattab seorang tokoh yang tak ada duanya. Sebuah pemandangan berbeda yang beliau rasakan ketika melihat Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang haus kekuasaan.
“Ubadah seperti yang kita saksikan adalah rombongan perintis yang telah menjalani sebagian besar hari-hari terbaiknya bersama Rasulullah. Rombongan pelopor yang bergelimang dengan kancah perjuangan dan ditempa oleh pengurbanan dan telah dididik langsung dengan tangan Muhammad s.a.w.
Bagi ‘Ubadah dikalangan pelopor yang masih hidup dan menjadi contoh luhur sebagai kepala pemerintahan yang dikagumi olehnya adalah Umar bin Khattab….
Maka jika “Ubadah membandingkan tindak-tanduk Mu’awiyah bin Abi Sufyan dengan apa yang dipertontonkan amirul mukminin Umar bin Khattab tampaklah jurang pemisah yang menganga lebar dan tegas.
* * *
Tersiar berita ke sebagian besar negeri Islam perlawanan berani yang dilancarkan ‘Ubadah bin Shamit r.a. terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan, hingga menjadi contoh teladan bagi mereka …..
‘Ubadah ibn Shamit berkata ; “Kami telah bai’at kepada Rasulullah s.a.w. tidak takut akan ancaman siapa pun dalam menta’ati Allah …..!”
Sikap dan pendirian ‘Ubadah bin Shamit tak urung membuat sesak nafas Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang terkenal gigih dan ulet. Hal itu dipandangnya sebagai ancaman langsung terhadap wibawa dan kekuasaannya …. Buru-buru Muawiyah bin Abi Sufyan mengusirnya ‘Ubadah dari sisinya. Lalu ditinggalkannya Palestina dan ‘Ubadah kembali ke Madinah ….
* * * * * * *
Selang beberapa hari kemudian aku menemukan sebuah jawaban tentang lelaki zuhud yang berjalan kearah utara Madinah. Rupanya beliau tengah kembali ke Palestina sesuai perintah amirul mukminin Umar bin Khattab r.a., karena bagi amirul mukminin tak ingin melepas kepala-kepala daerahnya hanya mengandalkan kecerdasan semata, tanpa didampingi sejumlah sahabat yang zuhud dan shalih, serta penasihat yang tulus ikhlas. Mereka bertugas membendung keinginan-keinginan yang tidak terbatas, dan selalu mengingatkan mereka akan hari-hari dan masa bersama Rasulullah ﷺ.
Maka terhadap Mu’awiyah bin Abi Sufyan, amirul mukminin Umar bin Khattab bersurat yang isinya : “Tak ada wewenangmu sebagai amir terhadap ‘Ubadah bin Shamit.”
Dan pada tahun 34 Hijriah, wafatlah beliau ‘Ubadah bin Shamit di Ramla bumi Palestina.
-----------------
Inspirasi :
Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D, Penerbit : P.T. Pustaka Litera Antar Nusa Jakarta-Bogor, Cetakan Kesebelas, Januari 1990.
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Bandung, Cetakan keduapuluh 2006.
Taht Râyah al-Rasûl (Perang Muhammad), Dr. Nizar Abazhah, Penerbit Zaman Jakarta, Cetakan Pertama 1432 H / 2011 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar