"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Senin, 08 September 2014

Ijtihad Umar bin Khattab (5)

Umar Melarang Pemberian kepada Mualaf
Ada sekelompok masyarakat Arab yang sudah menyatakan masuk Islam. Mereka itu pemuka-pemuka masyarakat. Maka Allah memberi bagian sedekah kepada mereka, dan Nabi menganjurkan agar memberikan bagian mereka untuk menyejukkan hati mereka dan memperkuat iman mereka. Mereka itulah orang-orang yang disejukkan (dilunakkan) hatinya. Firman Allah dalam Qur’an sudah menentukan pemberian kepada mereka : “Sedekah hanya untuk kaum fakir dan miskin, para amil, orang-orang yang disejukkan hatinya (mualaf).” (TQS. at-Taubah (9) : 60). Rasulullah memberikan sebagian harta rampasan perang dan zakat kepada mereka, seperti Abu Sufyan, Aqra bin Habis, Abbas bin Mirdas, Safwan bin Umayyah dan Uyainah bin Hisn. Setiap orang diberi seratus ekor unta.
Sesudah Abu Bakr menjadi Khalifah pemberian demikian sama seperti yang diberikan oleh Rasulullah. Ketika Uyainah bin Hisn dan Aqra’ bin Habis datang meminta tanah oleh Abu Bakr mereka diberi surat untuk itu. Sesudah kemudian Umar naik menjadi Khalifah kedua orang itu datang menemuinya untuk mendapatkan haknya. Tetapi Umar merobek surat itu dengan mengatakan : “Allah sudah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam atau hanya pedang yang ada.” Golongan ini yang dulu pernah mendapat zakat, sekarang dihentikan. dan mereka disamakan dengan kaum Muslimin yang lain.
Ini termasuk ijtihad Umar dalam menerapkan salah satu nas Qur’an itu. Sudah tentu ini adalah suatu ijtihad yang positif. Ketentuan Qur’an untuk sebagian orang Arab ini saat Islam merasa perlu menyejukkan hati mereka. Sesudah Islam menjadi kuat yang demikian ini sudah tidak diperlukan lagi dan pemberian serupa itu pun tidak berlaku. Andaikata di Persia atau Rumawi Umar melihat ada yang diperlukan oleh Islam untuk disejukkan hatinya niscaya ketentuan itu akan diperlakukan kepada mereka. Ia sudah memperlakukan itu kepada Hormuzan ketika ia datang ke Medinah kemudian menjadi Muslim. Dari sini kita lihat berlakunya tergantung pada keadaan, kepada siapa harus diperlakukan. Jika keperluan itu sudah tak ada lagi. ketentuan ini pun tidak berlaku. Inilah jiwa nas tadi. Dengan demikian penerapan itu berlaku seperti yang sudah dilakukan oleh Umar.
-------------------------
Umar bin Khattab, Sebuah Tela'ah Mendalam Tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya, Muhammad Husain Haekal,diterbitkan oleh Litera Antar Nusa, Cetakan Kesebelas, Februari 2011, halaman 690-691.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar