Tampak dari luar kawasan Masjid |
Dinamakan Kampung Melayu karena pada tahun 1743 kampung sekitar masjid tersebut merupakan kawasan tempat hunian yang sebagian besar didiami oleh orang Melayu. Pada awalnya menara masjid tersebut adalah mercusuar yang berfungsi untuk mengawasi lalu lintas kapal-kapal yang akan masuk ke sungai Berok atau Semarang pada abad 18. Kemudian mencusuar ini tidak lagi berfungsi yang pada akhirnya digunakan dan dikembangkan dengan menambah bangunan masjid dan menjadikan mercusuar sebagai menara untuk mengumandangkan adzan pada awal abad ke-19, tepatnya tahun 1802 oleh para pedagang Arab yang berasal dari Hadramaut Yaman. Dan di kemudian hari masjid yang berada di jalan Layur 33 ini lebih dikenal dengan sebutan masjid Menara.
Masjid ber-arsitektur Jawa |
Untuk mencapai lokasi Masjid ini sangatlah mudah dijangkau, dari Pasar Johar atau tak jauh dari masjid Kauman ke arah Kota Lama menyusuri jalur perlintasan Kereta Api Layur.
Gerbang Masjid bertembok tinggi dengan menaranya yang khas terletak di depan jalan Layur akan menyambut kehadiran kita. Bangunan utama masjid bergaya khas Jawa dengan atap masjid susun tiga, dilengkapi ornamen jendela dan pintu yang khas. Lantai bangunan dibuat tinggi dan untuk mencapainya dengan tangga yang terdapat pada sisi muka. Pondasi bangunan terbuat dari batu, memikul struktur kerangka kayu, bertembok tebal 50 cm khas bangunan kolonial. Bila dilihat dari arsitekturnya, masjid ini merupakan campuran dari tiga budaya yaitu Jawa, Melayu, dan Arab. Dari sisi desain interior plafon masjid bila diperhatikan terdapat kesamaan dengan masjid Kauman dan Masjid Kadilangu Demak.
Gerbang Masjid bertembok tinggi dengan menaranya yang khas terletak di depan jalan Layur akan menyambut kehadiran kita. Bangunan utama masjid bergaya khas Jawa dengan atap masjid susun tiga, dilengkapi ornamen jendela dan pintu yang khas. Lantai bangunan dibuat tinggi dan untuk mencapainya dengan tangga yang terdapat pada sisi muka. Pondasi bangunan terbuat dari batu, memikul struktur kerangka kayu, bertembok tebal 50 cm khas bangunan kolonial. Bila dilihat dari arsitekturnya, masjid ini merupakan campuran dari tiga budaya yaitu Jawa, Melayu, dan Arab. Dari sisi desain interior plafon masjid bila diperhatikan terdapat kesamaan dengan masjid Kauman dan Masjid Kadilangu Demak.
Mihrab setengah lingkaran |
Walaupun sudah dimakan usia namun masjid ini masih kokoh dan masih digunakan oleh masyarakat sekitar untuk beribadah. Sampai sekarang masjid ini masih terus dirawat oleh yayasan masjid setempat sebagai upaya pelestarian sejarah dan sebagai masjid tua kebanggaan Kota Semarang. Secara menyeluruh Masjid Layur masih asli seperti pertama kali dibuat, hanya ada sedikit perbaikan seperti penggantian genteng dan penambahan ruang sholat ke belakang samping mendekati garis sepadan sungai, pengelola dan ruang sholat khusus perempuan pada sisi kanan kompleks masjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar