"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 17 Maret 2017

Akal, Pembeda Manusia dari Hewan

Di dalam buku “Ihya’ Ulumiddin” karya Imam al-Ghazali pada halaman 313 - 314 menuturkan bahwa akal itu adalah suatu sifat yang membedakan manusia dari hewan. Dengan akal manusia bersedia untuk menerima berbagai macam ilmu nadhari (ilmu yang memerlukan pemikiran) dan untuk mengatur usaha-usaha yang pelik yang menghajati kepada pemikiran.
Al-Harts bin Asad Al-Muhasibi mengatakan tentang batas akal yaitu : “Suatu gharizah (tabi’at) yang disediakan untuk mengetahui macam-macam hal.
Orang yang mengingkari apa yang tersebut di atas, tidak menginsafi, lalu mengembalikan akal itu kepada ilmu pengetahuan yang dlaruri (yang tidak memerlukan pemikiran) semata-mata.
Orang yang melengahkan ilmu pengetahuan dan orang yang tidur, keduanya dinamakan berakal, melihat kepada adanya gharizah tersebut, serta tak adanya ilmu pengetahuan.
Sebagaimana hidup adalah suatu gharizah untuk menyediakan tubuh bagi gerakan biasa dan pengetahuan kepanca-inderaan, maka demikian pulalah akal adalah suatu gharizah untuk menyediakan sebahagian hewan (manusia) buat memperoleh ilmu pengetahuan nadhari.
Sekiranya boleh disamakan insan dengan keledai tentang gharizah dan pengetahuan kepanca-inderaan, maka dapatlah dikatakan tak ada perbedaan diantara keduanya, selain bahwa Allah ta’ala menjadikan pada insan itu ilmu pengetahuan dan tidak dijadikan-Nya pada keledai dan hewan-hewan lain, niscaya sesungguhnya bolehlah disamakan antara keledai dan barang keras (jamad) itu pada kehidupan. Dan dikatakan bahwa tak ada perbedaan antara keledai dan barang jamad selain daripada Allah ta’ala menjadikan pada keledai itu gerakan-gerakan tertentu sepanjang kebiasaan yang berlaku. Kalau diumpamakan keledai itu benda keras yang mati, niscaya haruslah dikatakan bahwa tiap-tiap gerakan yang terlihat padanya, maka Allah ta’ala kuasa menjadikannya pada yang keras itu, menurut tertib (pengaturan) yang kelihatan.
Dan sebagaimana harus dikatakan bahwa tak adalah perbedaan bagi yang keras (jamad) mengenai gerakan, selain dengan gharizah yang tertentu, maka dikatakanlah bahwa gharizah itulah hidup.
Demikian pulalah perbedaan insan dengan hewan tentang mengetahui ilmu pengetahuan nadhari dengan suatu gharizah yang disebut akal. Maka akal itu adalah seperti cermin yang berbeda dengan benda-benda lain dalam segi memperlihatkan rupa dan warna, dengan suatu sifat yang khusus bagi cermin itu, yaitu sifat mengkilat.
Begitu juga mata, yang berbeda dengan dahi tentang sifat-sifat dan keadaan-keadaan yang ada pada mata, yang disediakan untuk melihat. Maka hubungan gharizah ini kepada ilmu pengetahuan adalah seperti hubungan mata kepada melihat. Hubungan Al-Qur’an dan syari’at kepada gharizah ini (akal) dalam segi mengantarkannya untuk membuka bermacam-macam ilmu pengetahuan, adalah seperti hubungan cahaya matahari kepada melihat.
Begitulah hendaknya dipahami gharizah akal ini.
-------------------------------------------
Ihya’ Ulumiddin Jilid 1, Imam al-Ghazali, Penerbit C.V. Faizan Jakarta, cetakan kesembilan  1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar