"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 06 Januari 2017

Larangan Kawin Beda Agama

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 221, Allah ta'ala melarang orang beriman mengawini perempuan musyrik dalam firman-Nya :

وَلَا تَنكِحُوا۟ الْمُشْرِكٰتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا۟ الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا۟ ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُو۟لٰٓئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّـهُ يَدْعُوٓا۟ إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِۦ ۖ وَيُبَيِّنُ ءَايٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Janganlah kamu nikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Dan sesungguhnya hamba sahaya perempuan yang mukmin, lebih baik daripada perempuan musyrik, walaupun menakjubkanmu. Dan janganlah kamu menikahkan laki-laki musyrik, walaupun dia menakjubkanmu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (221).

Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Muqatil dikemukakan bahwa turunnya ayat "wala tan kihul musyrikati hatta yu'minna" (QS. 2 : 221) sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Abi Murtsid al-Ghanawi yang meminta idzin kepada Nabi ﷺ untuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang. (HR. Ibnu Mudzir, Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi).
Dalam riwayat lain yang bersumber dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما dikemukakan bahwa kelanjutan ayat tersebut diatas, dari mulai "wala amatun mu'minatun khairun min musyrikatiw walau a'jabatkum wa laa tunkihul musyrikiina hatta yu'mi nuu wala 'abdun mu'minun khairun  min musyrikiw walau a'jabakum ulaa-ika yad'uuna ilan naari wallahu yad/ uulal jannati wal maghfirati bi idznihii wa yu bayyi nu aayaatihii lin naasi la'allahum yatadzakkaruun". (QS. 2 : 221), berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah yang mempunyai seorang hamba sahaya wanita (amat) hitam. Padahal suatu waktu ia marah kepadanya, sampai menamparnya. Ia sesali kejadian itu, lalu menghadap kepada Nabi ﷺ untuk menceritakan hal itu : "Saya akan merdekakan dia dan mengawininya". Lalu ia laksanakan. Orang-orang pada waktu itu mencela dan mengejek atas perbuatan itu. Ayat tersebut diatas menegaskan bahwa kawin dengan seorang hamba sahaya Muslimah lebih baik daripada kawin dengan wanita musyrik. (HR. al-Wahidi).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 221. "Janganlah kamu nikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. ...". Sebab laki-laki yang beriman kalau mengawini perempuan musyrik akan terjadi hubungan yang kacau dalam rumah tangga. Apatah lagi kalau sudah beranak. Lebih baik katakan terus terang bahwa kamu hanya suka kawin dengan dia kalau dia sudah masuk Islam terlebih dahulu. ".... Dan sesungguhnya hamba sahaya perempuan yang mukmin, lebih baik daripada perempuan musyrik, walaupun menakjubkanmu. Dan janganlah kamu menikahkan laki-laki musyrik, walaupun dia menakjubkanmu. ...". Maka kalau dengan tertarik kepada perempuan musyrik karena cantiknya, tentu tertarik kepada seorang laki-laki musyrik karena keturunannya atau kekayaannya. Inipun dilarang. Ditegaskan larangan itu, karena ".... Mereka mengajak ke neraka, ...". Sebab pendirian berlain-lain, kamu ummat yang bertauhid, sedang mereka masih mempertahankan kemusyrikan. Jikalau perkawinan demikian beroleh putera. Tidak akan sentosa pertumbuhan jiwa anak dibawah asuhan ayah bunda yang berlainan haluan. "..., sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran". Ujung ayat menegaskan sebuah perintah. Tidak boleh dilengahkan, dasar iman dan tauhid, bahagia di dunia dan di akhirat. Maghfiroh atau ampunan Tuhan meliputi rumah tangga yang demikian. Alangkah bahagia suami isteri karena persamaan pendirian dalam menuju Tuhan bersama-sama dan menjadi isi surga dengan izin-Nya.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 73 - 74.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 194 - 197.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 62 - 63.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar