Di surat al-Faatihah (1) ayat 6 - 7 :
اهْدِنَا الصِّرٰطَ الْمُسْتَقِيمَ
Ihdinash-shiraathal mustaqiim, (Pimpinlah kami kejalan yang lurus,)
صِرٰطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّينَ
shiraathal-ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdhubi 'alaihim waladh-dhaalliin ((yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat).
Keterangan :
Ihdinash (tunjukilah kami) terambil dari kata hidayaat = memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar, yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
Dua ayat ini termasuk surat al-Faatihah yang wajib dibaca dalam setiap kali sholat. Maka barangsiapa yang mengerjakan sholat berarti mohon petunjuk kepada Allah ta'ala dan sebanyak al-Faatihah yang dibacanya sebanyak itu pula mengajukan permohonannya akan petunjuk kepada Allah ta'ala.
Menurut Ibnu 'Abbas bahwa meminta ditunjuki jalan yang lurus, ialah mohon ditunjuki agama-Nya yang benar. (HR. Ibnu Abi Hatim).
Menurut Jabir bin Abdullah bahwa yang dimaksud shirathal mustaqim ialah agama Islam. Sedangkan menurut Ibnu Mas'ud bahwa yang dimaksud shirathal mustaqim ialah Kitabullah, al-Qur'an.
"Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...". Inilah yang kita mohonkan dengan isti'anah kepada Tuhan, dengan berpedoman kepada al-Qur'an, shirathal mustaqim.
"... Bukan jalan mereka yang dimurkai ...". Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ali 'Imraan (3) : 77, yaitu orang yang memperjual-belikan janji Allah ta'ala dengan berharap harga yang sedikit.
"... Dan bukan jalan mereka yang sesat". Orang yang berani membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah ta'ala. Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksud yang sebenarnya. Serta tidak mengambil pelajaran yang lebih baik dan berguna dari pelajaran nabi Muhammad s.a.w. (QS. an-Nisaa' (4) : 64 - 65).
-------------------------------------
Dua ayat ini termasuk surat al-Faatihah yang wajib dibaca dalam setiap kali sholat. Maka barangsiapa yang mengerjakan sholat berarti mohon petunjuk kepada Allah ta'ala dan sebanyak al-Faatihah yang dibacanya sebanyak itu pula mengajukan permohonannya akan petunjuk kepada Allah ta'ala.
Menurut Ibnu 'Abbas bahwa meminta ditunjuki jalan yang lurus, ialah mohon ditunjuki agama-Nya yang benar. (HR. Ibnu Abi Hatim).
Menurut Jabir bin Abdullah bahwa yang dimaksud shirathal mustaqim ialah agama Islam. Sedangkan menurut Ibnu Mas'ud bahwa yang dimaksud shirathal mustaqim ialah Kitabullah, al-Qur'an.
"Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...". Inilah yang kita mohonkan dengan isti'anah kepada Tuhan, dengan berpedoman kepada al-Qur'an, shirathal mustaqim.
"... Bukan jalan mereka yang dimurkai ...". Sebagaimana disebutkan dalam QS. Ali 'Imraan (3) : 77, yaitu orang yang memperjual-belikan janji Allah ta'ala dengan berharap harga yang sedikit.
"... Dan bukan jalan mereka yang sesat". Orang yang berani membuat jalan sendiri di luar yang digariskan Allah ta'ala. Tidak mengenal kebenaran atau tidak dikenalnya menurut maksud yang sebenarnya. Serta tidak mengambil pelajaran yang lebih baik dan berguna dari pelajaran nabi Muhammad s.a.w. (QS. an-Nisaa' (4) : 64 - 65).
-------------------------------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 6.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 1, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, cetakan ke-empat 1981, halaman 111 - 115.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 1, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, cetakan ke-empat 1981, halaman 111 - 115.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar