Di sepanjang 'Jembatan Cinta', yang membentang di atas Sungai Rhine dan menghubungkan dua belahan kota Cologne, para kekasih menautkan gembok bertulis nama-nama mereka dan pasangannya. Berbagai ukuran, aneka warna, rupa-rupa huruf. Tapi tetiba saya teringat sebuah ayat: "Para kekasih pada hari itu, sebagian menjadi musuh bagi sebagian yang lain; keculai orang-orang bertaqwa." (QS Az Zukhruf: 67)
Yaa Rabbanaa.. Hakikat semua hubungan dunia, kelak di akhirat adalah umpat-mengumpat dan gugat-menggugat. Orang yang paling akrab, intim, dan mesra dengan kita, berpeluang untuk menjadi yang paling banyak tuntutannya dan paling keras permusuhannya. Kadang, dia pula mengambil banyak pahala 'amal shalih serta menghibahkan dosa bagi catatan 'amal. Dia, dan juga kita, akan berlomba meneriakkan kalimat sesal yang amat lara: "Aduhai celaka, betapa binasa; andai saja dulu tak kujadikan si Fulan itu sebagai kekasih tercinta?" (QS Al Furqan: 28)
Sebab kita hidup dalam keakraban yang bukan mendekatkan pada Allah, tapi justru menjauhkannya. Sebab kita hidup dalam kemesraan yang bukan kian membawa pada ibadah dan ketaatan, melainkan justru kesia-siaan dan bahkan dosa kemaksiatan.
Maka terhadap segala cinta di hati kita hari ini, mari segerakan rekonstruksi. Bahwa "Aku mencintaimu karena Allah, dengan cara yang diridhai Allah, dalam rangka mencari ridha Allah." Demikianlah cintanya orang bertaqwa, satu-satunya yang terkecualikan dari permusuhan dengan kekasih di hari kiamat.
Dengan cinta karena Allah, yang berjumpa karena Allah dan berpisah karena Allah itu; kita berhak atas manisnya iman, atas naungan Allah pada 7 golongan pada hari di mana tiada naungan kecuali naunganNya, atas mimbar-mimbar cahaya yang membuat cemburu para Nabi dan syuhada'. Lalu sesudah itu jelas kiranya berlaku sabda, "Engkau kan bersama yang kaucinta."
Salim A. Fillah
Yaa Rabbanaa.. Hakikat semua hubungan dunia, kelak di akhirat adalah umpat-mengumpat dan gugat-menggugat. Orang yang paling akrab, intim, dan mesra dengan kita, berpeluang untuk menjadi yang paling banyak tuntutannya dan paling keras permusuhannya. Kadang, dia pula mengambil banyak pahala 'amal shalih serta menghibahkan dosa bagi catatan 'amal. Dia, dan juga kita, akan berlomba meneriakkan kalimat sesal yang amat lara: "Aduhai celaka, betapa binasa; andai saja dulu tak kujadikan si Fulan itu sebagai kekasih tercinta?" (QS Al Furqan: 28)
Sebab kita hidup dalam keakraban yang bukan mendekatkan pada Allah, tapi justru menjauhkannya. Sebab kita hidup dalam kemesraan yang bukan kian membawa pada ibadah dan ketaatan, melainkan justru kesia-siaan dan bahkan dosa kemaksiatan.
Maka terhadap segala cinta di hati kita hari ini, mari segerakan rekonstruksi. Bahwa "Aku mencintaimu karena Allah, dengan cara yang diridhai Allah, dalam rangka mencari ridha Allah." Demikianlah cintanya orang bertaqwa, satu-satunya yang terkecualikan dari permusuhan dengan kekasih di hari kiamat.
Dengan cinta karena Allah, yang berjumpa karena Allah dan berpisah karena Allah itu; kita berhak atas manisnya iman, atas naungan Allah pada 7 golongan pada hari di mana tiada naungan kecuali naunganNya, atas mimbar-mimbar cahaya yang membuat cemburu para Nabi dan syuhada'. Lalu sesudah itu jelas kiranya berlaku sabda, "Engkau kan bersama yang kaucinta."
Salim A. Fillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar