Berkata Abdullah bin Amru bin Ash; "bahwa ketika kami duduk disekeliling Rasulullah s.a.w. untuk menulis, lalu Rasulullah s.a.w. ditanya tentang kota manakah yang akan runtuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Maka Rasulullah s.a.w. menjawab 'Kota Heraklius terlebih dahulu', yakni Konstantinopel." (THR. Ahmad).
"Verily, Costantinople shall be conquered, its commander shall be the best commander ever and his army shell be the best army one." (THR. Ahmad).
Sungguh, sejarah mencatat bahwa Selasa tanggal 20 Jumadil Ula 857 H atau 29 Mei 1453 H, Sultan Mehmed II bin Murad II bin Beyazid memasuki kota Konstantinopel dari gerbang Charisian. Ditemani para Ulama, Chavus, pasukan Yeniseri, Mehter serta kibaran bendera warna-warni bertuliskan syahadat dan simbol khas Turki. Sedang dilisannya mengalir kalimat kesyukuran; "Alhamdulillah, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada para syuhada, memberikan kemuliaan kepada para Mujahidin dan menganugerahkan kebanggaan dan kesyukuran bagi bangsaku."
Usianya baru 21 tahun lewat 2 bulan ketika itu, namun bisyarah Rasulullah s.a.w. keluar dari lisannya yang mulia berhasil dia realisasikan. Fatih Sultan Mehmed, orang Turki menyebutnya. The Grand Turk Mehmet, orang-orang eropa menyebutnya. Namun loyalisnya lebih suka menyebutnya Abu Al-Khair (Bapak Kebaikan).
Sosok Muhammad Al-Fatih tak bisa kita lepaskan dari mereka-mereka yang telah membentuk kepribadian dan wataknya;
Sultan Murad II bin Beyazid (ayah Sultan Mehmed Al-Fatih) adalah seorang sultan yang adil, takwa dan penuh kasih sayang. Pada masa pemerintahannya (1421-1451), ia mengundang ulama-ulama besar dari seluruh dunia Islam untuk menetap dan mengajar di wilayah kesultanan Utsmani. Sebagai pecinta ilmu, beliau rutin menerjemahkan kitab-kitab tafsir dan tarikh dari bahasa arab ke dalam bahasa Turki.
Khusus kepada Mehmed II; sebagai penerus kesultanan, Sultan Murad II mencarikan guru terbaik; Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani, ulama yang piawai dalam pemahaman Qur'an yang ketika bertemu pertama kali dengan Mehmed kanak-kanak, Syaikh Ahmad Al-Kurani berkata kepadanya: "Ayahmu telah mengutusku untuk mendidikmu dan memukulmu bila engkau tidak menuruti perintahku...". Mendengar ucapan itu, Mehmed kanak-kanak tertawa dan menganggap itu hanya gertakan saja. Seketika itu dipukullah ia dengan tongkat oleh Al-Kurani di tengah-tengah majelis hingga Mehmed jera dan segan kepada gurunya itu. Dan mencium tangan gurunya ini tiap bertemu ataupun berpisah. Dan syaikh Aaq Syamsuddin, seorang ulama yang nasabnya berambung pada khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq, khalilnya Rasulullah s.a.w., yang ia menguasai ilmu sejarah, biologi, kedokteran, astronomi serta pengobatan herbal.
Dan sejarah ini bisa menjadi benang merah bagi terciptanya generasi pembebas Roma. (Inspirasi dari Muhammad Al-Fatih 1453; Felix Y. Siauw; Penerbit : Al-Fatih Press, Jakarta Utara; Cetakan ke-7, Juni 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar