TIME TUNNEL. Hari ini aku rindu bertemu dengan saudara Muslim Madinah setelah panen rambutan 2 kantong kresek aku segera menuju mesin lorong waktu dan men-setting di tahun 2 Hijriah. Sampailah aku di pinggiran perkampungan Madinah dan kulangkahkan kakiku menuju salah satu kios pasar Madinah ke tempat saudara Muslim yang bekerja pada sahabat Rasulullah Abdurrahman bin ‘Auf yang senantiasa berbaik hati berbagi cerita keimanan.
“Assallamu ‘alaikum saudara Muslim Madinah, ini kubawakan hadiah buah rambutan untukmu, semoga membawa keberkahan.”, sapaku.
“Wa ‘alaikum sallam saudaraku dari masa depan.”, jawabnya sambil menikmati oleh-oleh dariku.
“Begini cara memakannya.”, kataku sambil menunjukkan caranya.
“Manis banget rasanya, subhanallah. O ya ada angin apa yang membawamu mengunjungiku?”, tanyanya.
“Ceritakan kepadaku tentang Abu Ayyub, saudara Anshar yang mendapat berkah menginapnya Rasulullah di rumahnya saat pertama kali sampai di Madinah.”, pintaku.
* * *
Kurang lebih setahun lalu ketika Rasulullah ﷺ memasuki Madinah dengan mengendarai untanya dan berjalan di tengah-tengah barisan manusia yang penuh sesak berdesakan, mereka berebut memegang kekang unta Rasulullah, berharap beliau berkenan menjadi tamu dirumah mereka. Mula-mula rombongan Nabi sampai diperkampungan Bani Salim bin ‘Auf; mereka mencegat jalan unta sembari berkata : “Wahai Rasulullah tinggallah Anda pada kami, bilangan kami banyak, persediaan cukup, serta keamanan terjamin …..!” Dan tawaran itu dijawab Rasulullah : “Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia hanyalah melaksanakan perintah ….!”
Dan unta Nabi terus berjalan melewati perkampungan Bani Bayadhan, lalu Bani Sa’idah terus Bani Harits ibn Khazraj, kemudian sampai di perkampungan Bani ‘Adi bin Najjar. Di setiap kabilah yang dilewati mereka dengan gigih meminta Nabi menetap di perkampungan mereka.
Nabipun menjawab tawaran mereka dengan senyuman penuh kesyukuran sambil berkata : “Lapangkan jalannya, karena ia terperintah …..!”
Sepertinya Rasulullah telah menyerahkan pemilihan tempat tinggalnya kepada qadar Allah. Oleh karena itu beliau membiarkan saja tali kekang untanya terlepas bebas, hanya dihadapkan hatinya kepada Allah, seraya berdo’a “Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku pilihkanlah untukku ……!”.
Di muka rumah Bani Malik bin Najjar unta itu bersimpuh, kemudia ia bangkit dan berkeliling di tempat itu, lalu pergi ke tempat ia bersimpuh tadi dan kembali bersimpuh lalu tetap dan tidak beranjak dari tempatnya. Maka turunlah Rasulullah dari atas unta dengan penuh harapan dan kegembiraan.
Salah seorang Muslimin mendekat dengan wajah berseri-seri penuh suka cita, dialah Abu Ayyub al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar. Bergegas beliau membawa barang muatan dan memasukkan ke dalam rumahnya dan mempersilahkan Rasulullah ﷺ masuk.
Pertemuan Rasulullah dengan Abu Ayyub al-Anshari bukanlah yang pertama kali. Sewaktu perutusan Madinah ke Mekah untuk mengangkat sumpah setia “Bai’atul Aqabah kedua”, dia salah satu dari 70 orang mukmin yang berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Ketika Rasulullah memilih ruangan ground floor di rumah Abu Ayyub al-Anshari saat ia naik kekamarnya di tingkat atas ia pun mengigil tak kuasa membayangkan dirinya tidur dan berdiri diatas suatu tempat yang lebih tinggi dari tempat berdiri dan tidurnya Rasulullah ﷺ.
* * *
“Begitulah yang aku ketahui tentang beliau, Abu Ayyub al-Anshari.”, ucap saudara Muslim Madinah menutup ceritanya.
“Terimakasih telah membagi kisah, semoga Allah tambahkan kecintaanku dengan generasi terbaik ini, dan terus memberikan keistiqomahan meneladani Rasulullah dan para sahabat.”, kataku.
“Adakah cerita yang bisa engkau bagikan tentang Abu Ayyub al-Anshari di masa depan.”, tanya saudara Muslim Madinah.
“Kelak ketika pasukan Islam bergerak kea rah Konstantinopel dibawah kendali panglima Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Beliau, Abu Ayyub al-Anshari di usianya yang lanjut kurang lebih 70 tahun akan menemui syahidnya dan dimakamkan di jantung kota konstantinopel yang dijamanku kota itu bernama Istambul di Turki. Dan semangat juang beliau mengilhami Muhammad Al-Fatih beserta pasukannya membebaskan Palestina, dan makan meliau diperlakukan lebih layak sebagai seorang pejuang yang tetap meneladani sunah Rasulullah sampai akhir hayatnya.”, ceritaku.
“Allahu Akbar!!!”, pujinya.
“Aku pamit dulu sampai ketemu lagi saudaraku, assallamu ‘alaikum.”, kataku berpamit.
“Wa’alaikum sallam, semoga Allah panjangkan umur kita dalam kebaikan.”, jawabnya.
-----------------
Inspirasi :
Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D, Penerbit : P.T. Pustaka Litera Antar Nusa Jakarta-Bogor, Cetakan Kesebelas, Januari 1990.
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Bandung, Cetakan keduapuluh 2006.
“Assallamu ‘alaikum saudara Muslim Madinah, ini kubawakan hadiah buah rambutan untukmu, semoga membawa keberkahan.”, sapaku.
“Wa ‘alaikum sallam saudaraku dari masa depan.”, jawabnya sambil menikmati oleh-oleh dariku.
“Begini cara memakannya.”, kataku sambil menunjukkan caranya.
“Manis banget rasanya, subhanallah. O ya ada angin apa yang membawamu mengunjungiku?”, tanyanya.
“Ceritakan kepadaku tentang Abu Ayyub, saudara Anshar yang mendapat berkah menginapnya Rasulullah di rumahnya saat pertama kali sampai di Madinah.”, pintaku.
* * *
Kurang lebih setahun lalu ketika Rasulullah ﷺ memasuki Madinah dengan mengendarai untanya dan berjalan di tengah-tengah barisan manusia yang penuh sesak berdesakan, mereka berebut memegang kekang unta Rasulullah, berharap beliau berkenan menjadi tamu dirumah mereka. Mula-mula rombongan Nabi sampai diperkampungan Bani Salim bin ‘Auf; mereka mencegat jalan unta sembari berkata : “Wahai Rasulullah tinggallah Anda pada kami, bilangan kami banyak, persediaan cukup, serta keamanan terjamin …..!” Dan tawaran itu dijawab Rasulullah : “Biarkanlah, jangan halangi jalannya, karena ia hanyalah melaksanakan perintah ….!”
Dan unta Nabi terus berjalan melewati perkampungan Bani Bayadhan, lalu Bani Sa’idah terus Bani Harits ibn Khazraj, kemudian sampai di perkampungan Bani ‘Adi bin Najjar. Di setiap kabilah yang dilewati mereka dengan gigih meminta Nabi menetap di perkampungan mereka.
Nabipun menjawab tawaran mereka dengan senyuman penuh kesyukuran sambil berkata : “Lapangkan jalannya, karena ia terperintah …..!”
Sepertinya Rasulullah telah menyerahkan pemilihan tempat tinggalnya kepada qadar Allah. Oleh karena itu beliau membiarkan saja tali kekang untanya terlepas bebas, hanya dihadapkan hatinya kepada Allah, seraya berdo’a “Ya Allah, tunjukkan tempat tinggalku pilihkanlah untukku ……!”.
Di muka rumah Bani Malik bin Najjar unta itu bersimpuh, kemudia ia bangkit dan berkeliling di tempat itu, lalu pergi ke tempat ia bersimpuh tadi dan kembali bersimpuh lalu tetap dan tidak beranjak dari tempatnya. Maka turunlah Rasulullah dari atas unta dengan penuh harapan dan kegembiraan.
Salah seorang Muslimin mendekat dengan wajah berseri-seri penuh suka cita, dialah Abu Ayyub al-Anshari Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar. Bergegas beliau membawa barang muatan dan memasukkan ke dalam rumahnya dan mempersilahkan Rasulullah ﷺ masuk.
Pertemuan Rasulullah dengan Abu Ayyub al-Anshari bukanlah yang pertama kali. Sewaktu perutusan Madinah ke Mekah untuk mengangkat sumpah setia “Bai’atul Aqabah kedua”, dia salah satu dari 70 orang mukmin yang berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Ketika Rasulullah memilih ruangan ground floor di rumah Abu Ayyub al-Anshari saat ia naik kekamarnya di tingkat atas ia pun mengigil tak kuasa membayangkan dirinya tidur dan berdiri diatas suatu tempat yang lebih tinggi dari tempat berdiri dan tidurnya Rasulullah ﷺ.
* * *
“Begitulah yang aku ketahui tentang beliau, Abu Ayyub al-Anshari.”, ucap saudara Muslim Madinah menutup ceritanya.
“Terimakasih telah membagi kisah, semoga Allah tambahkan kecintaanku dengan generasi terbaik ini, dan terus memberikan keistiqomahan meneladani Rasulullah dan para sahabat.”, kataku.
“Adakah cerita yang bisa engkau bagikan tentang Abu Ayyub al-Anshari di masa depan.”, tanya saudara Muslim Madinah.
“Kelak ketika pasukan Islam bergerak kea rah Konstantinopel dibawah kendali panglima Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Beliau, Abu Ayyub al-Anshari di usianya yang lanjut kurang lebih 70 tahun akan menemui syahidnya dan dimakamkan di jantung kota konstantinopel yang dijamanku kota itu bernama Istambul di Turki. Dan semangat juang beliau mengilhami Muhammad Al-Fatih beserta pasukannya membebaskan Palestina, dan makan meliau diperlakukan lebih layak sebagai seorang pejuang yang tetap meneladani sunah Rasulullah sampai akhir hayatnya.”, ceritaku.
“Allahu Akbar!!!”, pujinya.
“Aku pamit dulu sampai ketemu lagi saudaraku, assallamu ‘alaikum.”, kataku berpamit.
“Wa’alaikum sallam, semoga Allah panjangkan umur kita dalam kebaikan.”, jawabnya.
-----------------
Inspirasi :
Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad), Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D, Penerbit : P.T. Pustaka Litera Antar Nusa Jakarta-Bogor, Cetakan Kesebelas, Januari 1990.
Rijal Haolar Rasul (Karakteristik Perihidup 60 Shahabat Rasulullah), Khalid Muhammad Khalid, Penerbit : CV. Penerbit Diponegoro Bandung, Cetakan keduapuluh 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar