Ketaatan kepada Nabi ﷺ merupakan konsekuensi dan tuntutan dari syahadat (persaksian) kita bahwa Muhammad ﷺ adalah utusan Allâh Azza wa Jalla. Sebab persaksian bahwa Muhammad ﷺ benar-benar utusan Allâh maknanya adalah mentaati perintahnya, membenarkan berita yang beliau ﷺ sampaikan, menjauhi larangan dan peringatannya ﷺ, serta tidak beribadah kepada Allâh kecuali dengan syariatnya.
Demikianlah bentuk pengagungan yang sempurna kepada beliau ﷺ serta penghormatan yang tertinggi. Pengagungan model apakah yang bisa diberikan kepada Nabi ﷺ oleh orang yang meragukan atau enggan taat kepada beliau atau mengadakan bid'ah dalam agama beliau dan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla dengan cara yang tidak sesuai dengan cara beliau ﷺ ?! Karena itu, begitu keras pengingkaran Allâh kepada orang-orang yang melakukan ibadah dengan cara-cara yang tidak pernah disyariatkan. Allâh berfirman:
Demikianlah bentuk pengagungan yang sempurna kepada beliau ﷺ serta penghormatan yang tertinggi. Pengagungan model apakah yang bisa diberikan kepada Nabi ﷺ oleh orang yang meragukan atau enggan taat kepada beliau atau mengadakan bid'ah dalam agama beliau dan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla dengan cara yang tidak sesuai dengan cara beliau ﷺ ?! Karena itu, begitu keras pengingkaran Allâh kepada orang-orang yang melakukan ibadah dengan cara-cara yang tidak pernah disyariatkan. Allâh berfirman:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allâh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allâh ? [as-Syûra/42:21]
Nabi bersabda :
Nabi bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka amalan itu tertolak [HR. Bukhari, no. 2550 dan Muslim, no. 4590].
Bukti pembelaan yang serius terhadap (kehormatan) Nabi ﷺ adalah dengan mengagungkan syari'ah (risalah) yang beliau ﷺ bawa dalam al-Qur`ân dan Sunnah (Hadîts) dengan pemahaman Salaful ummah. Yaitu dengan cara mengikuti dan berpegung teguh dengannya secara lahir dan batin, selanjutnya dengan menjadikan syari'ah ini sebagai hakim (penengah) dalam segenap sisi kehidupan dan urusan-urusan yang khusus maupun umum. Sungguh mustahil, keimanan akan sempurna tanpa itu. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Bukti pembelaan yang serius terhadap (kehormatan) Nabi ﷺ adalah dengan mengagungkan syari'ah (risalah) yang beliau ﷺ bawa dalam al-Qur`ân dan Sunnah (Hadîts) dengan pemahaman Salaful ummah. Yaitu dengan cara mengikuti dan berpegung teguh dengannya secara lahir dan batin, selanjutnya dengan menjadikan syari'ah ini sebagai hakim (penengah) dalam segenap sisi kehidupan dan urusan-urusan yang khusus maupun umum. Sungguh mustahil, keimanan akan sempurna tanpa itu. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّىٰ فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا أُولَٰئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
Dan mereka berkata, "Kami telah beriman kepada Allâh dan rasul, dan kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. [an-Nûr/24:47].
Sikap ini jelas merupakan bentuk pembelaan yang hakiki dan penghormatan yang sejati. Pasalnya, standar penilaian dalam segala urusan adalah kenyataan yang dibuktikan, bukan sekedar penampilan lahiriah atau simbol-simbol kosong atau pernyataan hampa. Karenanya, Allâh mengedepankan adab ini dari adab-adab lain yang mesti dilakukan bersama Nabi ﷺ. Allâh Azza wa Jalla melarang mendahului keputusan beliau ﷺ dengan keputusan yang tidak sejalan dengan keputusan beliau ﷺ atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sabda beliau. Akan tetapi, mestinya mereka mengikuti segala perintah beliau ﷺ, tunduk kepada beliau dan menjauhi larangan beliau. Allâh berfirman di permulaan surat al-Hujurât :
Sikap ini jelas merupakan bentuk pembelaan yang hakiki dan penghormatan yang sejati. Pasalnya, standar penilaian dalam segala urusan adalah kenyataan yang dibuktikan, bukan sekedar penampilan lahiriah atau simbol-simbol kosong atau pernyataan hampa. Karenanya, Allâh mengedepankan adab ini dari adab-adab lain yang mesti dilakukan bersama Nabi ﷺ. Allâh Azza wa Jalla melarang mendahului keputusan beliau ﷺ dengan keputusan yang tidak sejalan dengan keputusan beliau ﷺ atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sabda beliau. Akan tetapi, mestinya mereka mengikuti segala perintah beliau ﷺ, tunduk kepada beliau dan menjauhi larangan beliau. Allâh berfirman di permulaan surat al-Hujurât :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allâh dan Rasûlnya dan bertaqwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Hujurât/49:1].
Termasuk sikap تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ (lancang mendahului Beliau ﷺ) yaitu sikap lebih memperioritaskan pemakaian undang-undang dan peraturan produk manusia daripada syari'at yang dibawa Muhammad ﷺ atau lebih mengutamakan hukum lain daripada hukum (ketetapan hukum) beliau ﷺ atau menyamakan hukum produk manusia tersebut dengan ketetapan hukum Nabi ﷺ atau berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan ketentuan yang jelas-jelas bertentangan dengan petunjuk beliau ﷺ. Allâh berfirman :
Termasuk sikap تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ (lancang mendahului Beliau ﷺ) yaitu sikap lebih memperioritaskan pemakaian undang-undang dan peraturan produk manusia daripada syari'at yang dibawa Muhammad ﷺ atau lebih mengutamakan hukum lain daripada hukum (ketetapan hukum) beliau ﷺ atau menyamakan hukum produk manusia tersebut dengan ketetapan hukum Nabi ﷺ atau berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan ketentuan yang jelas-jelas bertentangan dengan petunjuk beliau ﷺ. Allâh berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [an-Nisâ/4:65].
Orang yang paling berkomitmen dengan sunnah beliau ﷺ dan paling besar kansnya untuk menenggak air dari telaga Rasulullah adalah ahlus Sunnah wal Jamâ'ah. Karena mereka menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ serta mengikuti syari'at dan petunjuk beliau ﷺ.
Sebagian orang ada yang menampakkan bahwa dirinya sedang melakukan pembelaan terhadap Nabi ﷺ, namun ironisnya, ia justru tidak menaati perintahnya atau tidak menjauhi larangan dan tidak menghiraukan peringatan beliau ﷺ. Bahkan, terkadang kita temukan, sebagian dari mereka bermalasan dalam menjalankan shalat fardhu, mencukur jenggot, isbâl (memanjangkan celana sampai menutupi mata kaki) dan berbuat berbagai macam maksiat dan kemungkaran.
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Pengagungan kepada para utusan Allâh diwujudkan dengan cara membenarkan berita yang mereka kabarkan dari Allâh, menaati perintah mereka, mengikuti, mencintai dan berwala kepada mereka, bukan (sebaliknya,) malah mendustakan risalah yang mereka emban, menomorduakan mereka atau berbuat melampaui batas dalam mengagungkan mereka. Justru ini adalah bentuk kekufuran terhadap mereka, pelecehan dan permusuhan terhadap mereka."
Jadi, Ittiba' (mengikuti) rasul adalah barometer untuk mengukur sejauh mana kejujuran orang yang mengaku-aku mengagungkan Nabi ﷺ. Sebab, tidak masuk di akal atau tidak dapat dibayangkan, ada orang mengklaim mengagungkan Nabi ﷺ dan menghormati beliau ﷺ, tapi (pada saat yang sama, dia) tidak berpegang teguh dengan perintah atau larangan beliau ﷺ, tidak memberikan perhatian dan memperhitungkan apa yang dibawa beliau ﷺ.
Allâh telah menjadikan ittibâ (mengikuti) Rasûlullâh ﷺ sebagai pertanda kecintaan kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
Orang yang paling berkomitmen dengan sunnah beliau ﷺ dan paling besar kansnya untuk menenggak air dari telaga Rasulullah adalah ahlus Sunnah wal Jamâ'ah. Karena mereka menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ serta mengikuti syari'at dan petunjuk beliau ﷺ.
Sebagian orang ada yang menampakkan bahwa dirinya sedang melakukan pembelaan terhadap Nabi ﷺ, namun ironisnya, ia justru tidak menaati perintahnya atau tidak menjauhi larangan dan tidak menghiraukan peringatan beliau ﷺ. Bahkan, terkadang kita temukan, sebagian dari mereka bermalasan dalam menjalankan shalat fardhu, mencukur jenggot, isbâl (memanjangkan celana sampai menutupi mata kaki) dan berbuat berbagai macam maksiat dan kemungkaran.
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, "Pengagungan kepada para utusan Allâh diwujudkan dengan cara membenarkan berita yang mereka kabarkan dari Allâh, menaati perintah mereka, mengikuti, mencintai dan berwala kepada mereka, bukan (sebaliknya,) malah mendustakan risalah yang mereka emban, menomorduakan mereka atau berbuat melampaui batas dalam mengagungkan mereka. Justru ini adalah bentuk kekufuran terhadap mereka, pelecehan dan permusuhan terhadap mereka."
Jadi, Ittiba' (mengikuti) rasul adalah barometer untuk mengukur sejauh mana kejujuran orang yang mengaku-aku mengagungkan Nabi ﷺ. Sebab, tidak masuk di akal atau tidak dapat dibayangkan, ada orang mengklaim mengagungkan Nabi ﷺ dan menghormati beliau ﷺ, tapi (pada saat yang sama, dia) tidak berpegang teguh dengan perintah atau larangan beliau ﷺ, tidak memberikan perhatian dan memperhitungkan apa yang dibawa beliau ﷺ.
Allâh telah menjadikan ittibâ (mengikuti) Rasûlullâh ﷺ sebagai pertanda kecintaan kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Ali Imrân/3:31]
Bahkan lebih dari itu, Allâh Azza wa Jalla menjadikannya sebagai syarat keimanaan dimana pengagungan terhadap Nabi ﷺ merupakan bagian dari keimanan itu. Allâh berfirman :
Bahkan lebih dari itu, Allâh Azza wa Jalla menjadikannya sebagai syarat keimanaan dimana pengagungan terhadap Nabi ﷺ merupakan bagian dari keimanan itu. Allâh berfirman :
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. [an-Nisâ/4:65].
Ittibâ juga merupakan sifat kaum Mukminin, sebagaiman tertuang dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
Ittibâ juga merupakan sifat kaum Mukminin, sebagaiman tertuang dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban oran-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allâh dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, "Kami mendengar dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. [an-Nûr/24:51]
Juga dalam firman-Nya :
Juga dalam firman-Nya :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allâh dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. [al-Ahzâb/33:36].
Kesimpulannya, tidak ada orang yang mengagungkan beliau ﷺ kecuali hanya orang-orang yang berpegang teguh dengan petunjuk beliau ﷺ dan berjalan di atasnya serta mengikuti petunjuk beliau.[Huqûqun Nabi ﷺ 'ala Ummatihi, 2/475]
Baca Selengkapnya di almanhaj.or.id
Kesimpulannya, tidak ada orang yang mengagungkan beliau ﷺ kecuali hanya orang-orang yang berpegang teguh dengan petunjuk beliau ﷺ dan berjalan di atasnya serta mengikuti petunjuk beliau.[Huqûqun Nabi ﷺ 'ala Ummatihi, 2/475]
Baca Selengkapnya di almanhaj.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar