"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Rabu, 05 Oktober 2011

KELEBIHAN MANUSIA DALAM KEMAJUAN

Dalam urusan kemajuan, tampak benar kelebihan manusia daripada Maju dalam segala lapangan hidup dan dalam segala kepentingan. Tidak ada tempat yang didiami oleh manusia melainkan di situ dibangunkannya kemajuan.
Hewan, dari dahulu hingga sekarang dan terus sampai akhir umur dunia, tetap saja keadaannya, tidak berkemajuan walaupun sedikit dan tidak ada perubahan apa-apa dalam pergaulannya. Oleh karena itu, maka paham Darwin yang menetapkan bahwa manusia berasal dari evolusi binatang kera, telah dibantah oleh seorang filosof Inggris, Sir Ambrose Fleming namanya. Kesimpulan bantahannya itu demikian :
“Sekiranya theori Darwin benar, mengapakah kera tetap menjadi kera, tidak berubah menjadi manusia dan tidak berkemajuan sebagai manusia?
Anthropologi tidak dapat mengakui, semangat badan manusia itu sama dengan kera”.
Akhirnya ia katakan : “Manusia itu dijadikan oleh satu pencipta”.
Dalam soal rumah-tangga, pakaian dan tempat-tinggal, tetap saja hewan berkeadaan sebagaimana sediakala, tidak ada pertukaran dan perubahan apa-apa. Tetapi manusia tidak demikian; keadaannya selalu berubah-ubah, dari bodoh berubah menjadi pintar dan cerdas; dari sejak tinggal di gua batu, di hutan-belukar dan di gunung, pindah berumah di kota-kota, didirikannya gedung dan istana yang kuat, indah dan bagus; dari berjalan kaki hingga pandai berkendaraan.
Semua yang tersebut itu didapati oleh manusia karena kecerdasan dan ilmu-pengetahuannya, serta suka pula kepada perubahan dalam segala keadaan dan kepentingannya. Maka belajar dan berpikirlah yang menjadi alat penting untuk mendapatkan segala kemajuan. Sekiranya manusia tidak menggunakan dua alat kecerdasan tadi, niscaya samalah keadaannya dengan hewan.
Kemajuan manusia itu didapati dari sedikit ke sedikit, bukan dengan tiba-tiba atau dengan lekas, karena manusia pada awalnya tidak mengerti apa-apa, lalu maju dan bernegara dengan jalan menggunakan pikiran dan ilmu pengetahuan.
Tentang ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’an :
Hal ata ‘alal insani hinum-minad-dahri, lam yakun syai-an madzkura.
Inna khalaqnal insana min nuthfatin amsyajin nabtalih, fa ja’alnahu sami’an bashira.
Inna hadainahus sabila, imma syakiran wa imma kafurà
(QS Ad-Dahr : 1-3).
Artinya:
Sesungguhnya pernah datang pada manusia satu ketika daripada masa yang ia tidak ada sedikitpun sebutannya. Sesungguhnya Kami jadikan manusia itu dari setitik air yang bercampur, untuk Kami menguji dia; karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.
Sesungguhnya Kami tunjukkan kepada manusia satu jalan, maka ada yang berterima-kasih dan ada yang ingkar”.

Selain dari itu, disuruh pula oleh Tuhan menambahkan ilmu pengetahuan, supaya kemajuannya makin bertambah. Firman Allah :
Wa qul rabbi zidni ‘ilma (QS Thaha : 114)
Artinya:
“Dan katakanlah; “Ya Tuhanku! Tambahilah pengetahuanku”.

Kalau ilmu-pengetahuan manusia bertambah-tambah, maka pikirannya menjadi cerdas dan kuat untuk memikirkan segala yang ada di langit dan di bumi, karena semuanya itu Allah jadikan untuk manusia sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya :
Wa sakhkhara lakum ma fis samawati wama fil ardli jami’amminhu, inna fidzalika la-ayatil-liqaumiy-yatafakkarun (QS Al-Jatsiah : 13)
Artinya:
“Dan Allah memudahkan bagimu apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi semuanya dari padaNya. Sesungguhnya tentang yang demikian itu menjadi tanda bagi ahli-ahli pikir”
-----------
Jalan Hidup MUSLIM, Md. 'Ali Alhamidy, Penerbit PT ALMA'ARIF Bandung, Cetakan Pertama 1974, halaman 28 - 31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar