"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Selasa, 04 Oktober 2011

ALLAH MAHA PENGAMPUN BISAKAH MANUSIA MENJADI PEMAAF?

Oleh : Dr. H. Yusuf Suyono, MA
Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.

Bulan Syawal adalah bulan ke 10 (sepuluh) kalender Hijriyah yang merupakan bulan peningkatan mutu keimanan dan ke-Islaman setelah kita dididik Allah selama bulan ke 9 (sembilan) yakni bulan suci Ramadhan yang baru lalu. Di bulan Ramadhan kita dididik Allah agar menjadi manusia muttaqin yang semakin mendekat kepada-Nya. Dekat pada-Nya tidak hanya dengan mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dicegah, tetapi juga dalam arti ingin meniru dan mengaplikasikan apa-apa yang menjadi sifat-sifat-Nya. Sabda Rasulullah saw: “Takhallaqu bi akhlaqillah (berakhlaklah seperti akhlak Allah)” Di bulan Ramadhan kita telah dilatih untuk meniru akhlak Allah. Kita berpuasa dan sama sekali dilarang makan, minum, dan hubungan suami istri di siang hari, itu adalah sifat Allah. Tidak makan dan minum, karena Allah memang tidak makan dan minum, bahkan memberi makan dan minum kepada makhluk-Nya. QS. Al An’am (6) : 14 menerangkan yang artinya:
“Katakanlah: Apakah akan Aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal dia memberi makan dan tidak memberi makan? ”Katakanlah : “Sesungguhnya Aku diperintah supaya Aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik.”
Demikian juga kita dididik di siang Ramadhan untuk tidak berhubungan suami istri, karena Allah-jangankan berhubungan dengan istri-punya anak istripun tidak. QS. Al An’am (6) : 101 yang artinya :
“Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana dia mempunyai anak padahal dia tidak mempunyai isteri, dia menciptakan segala sesuatu; dan dia mengetahui segala sesuatu”Dari sifat-sifat Allah yang lain diharapkan untuk ditiru di bulan Ramadhan, seperti sifat sabar karena Allah adalah Yang Maha Sabar (Ash Shabur) Asmaul Husna ke 99. Tidak mengherankan bila bulan Ramadhan disebut bulan sabar (Syahrush shabri). Demikian juga sifat AllahGhaffar (Maha Pengampun) Asmaul Husna ke 15 dan Ghafur ke 35, Al Afuww (Maha Pemaaf) Asmaul Husna ke 82. Sifat inilah yang di bulan Syawal sedang diejawantahkan kaum muslimin lewat tradisi Halal bi Halal. SifatGhafur /GhaffarAllah dijelaskan oleh banyak ayat dalam Qur’an, antara lain disebut dalam QS. Az Zumar(39) 53 yang artinya :
“Katakanlah Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguh-nya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Dan sudah dilaksanakan pada mereka yang menjadi pendosa besar. Allah menerima taubat pembunuh 100 orang (qatilu mi’atin). Ada orang yang telah membunuh 99 orang, namun dia ingin bertaubat. Datanglah dia kepada ustadz muda yang kurang bijaksana yang mengatakan kepada pembunuh itu: bagaimana mungkin Allah akan menerima taubat pembunuh banyak orang seperti kamu ?. Mendengar jawaban yang kurang bijak itu, marahlah sang pembunuh dan dibunuhlah ustadz tadi dan genaplah orang yang dibunuh menjadi 100 orang. Namun pembunuh itu bertekad untuk bertaubat, maka pergilah sang pembunuh itu ke tempat orang alim yang bijaksana dan menyampaikan keinginannya untuk bertaubat.
Orang alim itu menjelaskan dengan penuh bijaksana bahwa Allah Maha Pengampun yang akan mengampuni segala dosa hamba-Nya dan menyuruh sang pembunuh itu pergi ke suatu daerah santri. Di tengah jalan, sang pembunuh yang mau bertaubat tadi meninggal dunia. Berebutlah 2 (dua) Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab mengurusi pembunuh ini. Akhirnya diputuskan Malaikat Rahmat yang harus mengurusnya karena jarak ke tempat santri tempat pertobatan itu lebih dekat ketimbang tempat pembunuhan terakhir tadi. Itu artinya, rahmat yang akan diterima berupa diterima taubatnya bukan adzab oleh pembunuh tadi. Dengan demikian, Allah akan mengampuni dosanya (Allah Ghafur). Allah juga akan mengampuni dosa Tsa’labah ibn Abdurrahman yang telah berbuat mesum dan kemudian stress berat karena merasa menyesal akan dosanya. Dia memohon kepada Rasulullah agar diajari bagaimana bertaubat. Oleh Rasulullah diajari agar banyak membaca : Namun setelah beberapa lama, dia meninggal dunia. Rasulullah menshalati jenazah Tsa’labah ibn Abdurrahman ini, kemudian mengantarkannya ke kubur, namun Rasul melakukannya dengan berjalan jinjit. Ketika ditanya oleh para sahabat mengapa berjalan jinjit ya Rasulullah?. Jawab Rasulullah : “Demi Allah yang mengutusku menjadi Nabi, saya tidak bisa meletakkan telapak kakiku di atas tanah karena banyaknya Malaikat yang turun untuk mengantarnya”.
Sifat pemaaf (Al Afien ‘aninnas) yang orang takwa aplikasikan dalam kehidupan adalah dalam rangka meniru salah satu sifat Tuhan Gha fur/ Ghaffar dan ‘Afuww (Maha Pengampun dan Maha Pemaaf).
Tidaklah mengherankan apabila memberi maaf dan memaafkan sangat ditekankan dalam Islam. Mengapa demikian ? karena memaafkan kesalahan orang yang menyalahinya sungguh amat berat. Orang yang disalahi dan orang yang salah atau menyalahi sungguh berbeda nuansanya. Namun demikian, Islam sangat menekankan kepada yang tersalahi untuk memaafkan kesalahan orang yang bersalah, apalagi bila dia sudah menyesal tidak akan mengulangi kesalahan tersebut di masa yang akan datang. QS. An Nur (24) : 22 yang artinya:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-onang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”Sebab nuzul ayat ini adalah berhubungan dengan sumpah sahabat Abu Bakar Ash Shidiq r.a yang tidak akan memberi maaf dan materi apapun kepada kerabatnya yang bernama Misthah ibn Atsatsah ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah putrinya. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh memaafkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mereka menyesal dan meminta maaf.
Berbeda halnya apabila yang menyalahi dengan sombongnya merasa benar dan dengan angkuhnya tidak mau meminta maaf dan terus menerus melakukan kesalahan yang sama. Memaafkan kepada orang ini adalah kelemahan, maka ungkapan “kalau kamu dipukul pipi kananmu, maka berikan pula pipi kirimu” bukanlah ajaran Islam. Ajaran Islam dalam hal ini sebagaimana QS. Asy Syura (42) : 40 yang artinya : “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang dzalim” Yang dimaksud berbuat baik di sini adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya. Dengan demikian, Islam memberikan kepada orang yang disalahi hak balas, namun memaafkan akan lebih baik. Hal ini yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, bagaimana beliau memaafkan kesalahan Da’tsur pemuda Quraisy yang akan membunuh beliau namun gagal karena gemetar. Bagaimana beliau memaafkan kesalahan dan kekasaran kaum Thaif yang menolak dakwah beliau untuk mereka adalah “Allahummhdi qaumi fainnahum laa ya’lamun” (Ya Allah, berilah mereka petunjuk, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui).
Beliau juga berlaku baik kepada kaum kafir Quraisy yang selama itu menyusahkan beliau dan kaum muslimin dan menyakitinya. Pada waktu fathu Makkah, beliau menyuruh para sahabatnya untuk mengucapkan “Al yaum yaum Al marhamah” (hari ini adalah hari tebar kasih sayang) ketimbang ucapan : “Al Yaum yaum Al malhamah (hari ini adalah hari penyincangan), sehingga yang mendengar merasakan kesejukan dan kedamaian.
Rasul dan para sahabatnya adalah figur-figur teladan yang dicintai kawan dan dikagumi lawan. Mereka memang betul-betul telah melandingkan ajaran Allah pada pentas kehidupan ini sedemikian rupa, sehingga mereka betul-betul menjadi rahmatan lii ‘alamin. Bahkan Rasulullah menganggap tidak sempurna iman seseorang apabila lingkungan dan tetangganya tidak aman dari gangguannya. Sabda Rasulullah yang maksudnya : “Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman ! para sahabat bertanya pada beliau: siapa yang dianggap tidak beriman ya Rasulullah ?. Rasulullah menjawab: orang yang tetangganya tidak aman dan gangguannya. Rasulullah ditanya lagi: apa gangguannya ?. Beliau menjawab : kejahatan dan sikapnya yang menyakitkan”
Pada kesempatan lain beliau bersabda: “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman dan tidak beriman sehingga kalian saling mencintai, maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang apabila kalian lakukan akan saling mencintai ? yaitu sebarkan salam di antara kalian”. Akhirnya, marilah kita berdoa semoga di bulan Syawal (bulan peningkatan) ini menjadi hamba-hamba Allah yang dicintai lingkungan kita, tetangga, rekan sekerja dan sebagainya. Amin ya Rabbal ‘alamin.
-------------------------
Buletin Jum’at Al Wustho, Edisi 677, 02 Dzulqa’dah 1432 H / 30 September 2011 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar