"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Jumat, 09 Maret 2018

Tentang Sunat di Pemandian Umum

Berada di embung atau kolam selepas air terjun begitu menyenangkan bila dapat berendam ataupun mandi. Begitu pula berendam ataupun mandi menikmati hangatnya sumber air panas alam di suatu tempat di lereng gunung. Tentulah berada semisal ditempat tersebut yang terkenal pastilah berkumpul banyak orang dan inilah buah pikir Imam al-Ghazali yang mestinya menjadi rambu-rambu bagi yang ingin tetap berada dalam kebaikan.
Di dalam buku “Ihya’ Ulumiddin” karya Imam al-Ghazali pada halaman 490 - 494 menuturkan bahwa masuk hammam (pemandian umum) itu mempunyai beberapa sunat yang mesti dipenuhi. Sunat tersebut berupa NIAT, tidak masuk hammam karena dunia dan tidak untuk bermain-main karena dorongan hawa nafsu. Tetapi maksudnya mendatangi hammam ialah memenuhi kebersihan yang amat disukai, karena perhiasan bagi sholat. Kemudian memberi kepada penjaga tempat pemandian umum itu UANG SEWA-nya sebelum masuk. Maka sesungguhnya apa yang akan dipakai oleh orang itu secara maksimal tiada diketahui. Dan begitu pula apa yang ditunggu oleh panjaga tempat pemandian umum itu. Maka menyerahkan uang sewanya sebelum masuk adalah menolakkan kebodohan dari salah satu dari dua yang ditukarkan itu dan untuk membaikkan bagi dirinya.
Kemudian orang yang masuk ke dalam pemandian umum itu, MENDAHULUKAN KAKINYA YANG KIRI, ketika masuk seraya membaca do’a yang artinya : “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku berlindung dengan Allah dari kotoran yang najis, keji lagi dikejikan, setan yang terkutuk”.
Kemudian masuk ke tempat pemandian umum itu di dalam KEADAAN YANG SUNYI atau MENUNGGU KESUNYIAN tempat pemandian umum itu. Karena jikalau tidak ada pada tempat pemandian umum itu, selain dari ahli agama dan orang-orang yang memelihara auratnya, maka memandang kepada badan-badan yang terbuka, adalah banyak sedikitnya bercampur dengan perasaan malu. Dan itu mengingatkan kepada memandang aurat-aurat orang. Kemudian tidaklah terlepas manusia itu dalam gerak-geriknya dari terbuka aurat, disebabkan terangkat tepi kain sarungnya, lalu jatuhlah pandangan kepada aurat dengan tidak sengaja. Karena itulah Ibnu Umar r.a. menutup kedua matanya.
Dan MEMBASUH KEDUA BAHAGIAN TUBUH ketika masuk. Dan janganlah bersegera masuk tempat pemandian yang sangat panas, sehingga keluarlah peluhnya pada pertamanya. Dan bahwa mengingati akan panasnya api neraka dengan panasnya tempat pemandian umum itu. Dan mengumpamakan dirinya terkurung pada tempat yang panas itu satu jam dan membandingkannya kepada neraka jahannam. Karena tempat pemandian umum itu adalah rumah yang lebih menyerupai dengan neraka jahannam, di mana, apinya di bawah dan gelapnya di atas.
Kita berlindung dengan Alllah dari yang demikian !
Setengah daripada sunat, bahwa TIADA MEMBERI SALAM KETIKA MASUK KE TEMPAT PEMANDIAN UMUM itu. Jika orang memberi salam kepadanya, maka jangan dijawabnya dengan kata-kata salam, tetapi berdiam diri saja, jika ada orang lain yang menjawabnya. Dan kalau ia suka, maka baiklah menjawab : “Kiranya Allah memberikan kesehatan kepadamu!”. Tiada mengapa ia berjabat tangan dengan orang yang masuk, seraya mengucapkan sebagai permulaan percakapan : “Kiranya Allah memberikan kesehatan kepadamu!”. Kemudian TIADA MEMBANYAKKAN PERCAKAPAN DI DALAM TEMPAT PEMANDIAN UMUM itu dan tiada membaca ayat al-Qur’an, kecuali dengan hati saja. Tiada mengapa membaca A’udzu billah, artinya memohonkan perlindungan dengan Allah daripada setan, dengan suara keras.
MAKRUH, MASUK TEMPAT PEMANDIAN UMUM DIANTARA MAGHRIB DAN ‘ISYA dan mendekati matahari terbenam. Karena ketika itu adalah waktu berkeliaran setan-setan.
TIADA MENGAPA BADANNYA DIGOSOK ORANG LAIN. Telah dinukilkan demikian dari Yusuf bin ‘Asbath bahwa dia meninggalkan wasiat untuk dimandikan dia oleh orang yang bukan sahabatnya. Dia berkata : “Bahwa orang itu telah menggosokkan badanku sekali di tempat pemandian umum, maka aku bermaksud membalaskan jasanya dengan sesuatu yang disukainya. Dan sesungguhnya dia akan bergembira dengan yang demikian itu”.
Kemudian tatkala telah siap dari tempat pemandian umum itu, maka BERSYUKURLAH KEPADA ALLAH ‘Azza wa Jalla atas nikmat-Nya. Orang mengatakan bahwa air yang panas pada musim dingin adalah suatu nikmat yang diminta.
Berkata Ibnu Umar r.a. : “Tempat pemandian umum itu adalah termasuk nikmat yang diadakan oleh manusia ramai”.
Adapun dari segi kesehatan, maka orang mengatakan bahwa mandi di tempat pemandian umum itu sesudah memakai obat yang membersihkan rambut kepala, menjamin daripada penyakit kusta. Dan ada yang mengatakan bahwa membersihkan rambut kepala pada tiap-tiap bulan sekali, menghilangkan bintik-bintik kuning pada badan, membersihkan warna kulit dan menambah kekuatan tenaga bersetubuh. Dan orang mengatakan bahwa membuang air kecil di tempat pemandian umum itu, dengan berdiri pada musim dingin, adalah lebih bermanfa’at daripada minum obat. Dan ada yang mengatakan bahwa tidur pada musim panas sesudah mandi di hammam itu menyamai dengan minum obat. Dan membasuh dua tapak kaki dengan air dingin, setelah keluar dari hammam adalah menjamin daripada penyakit bengkak pada otot kaki.
Dimakruhkan menuang air dingin ke atas kepala ketika keluar dari hammam. Demikian juga meminumnya. Yang tersebut itu adalah hukumnya mengenai laki-laki.
Adapun wanita, maka telah bersabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : “Tidak halal bagi laki-laki memasukkan isterinya ke hammam dan dalam rumahnya mempunyai hammam”. (HR. At-Tirmidzi, an-Nasa’i dan al-Hakim dari Jabir dan dipandangnya shahih).
Dan hadits masyur : “Bahwa haram kepada laki-laki memasuki hammam, selain dengan berkain sarung. Dan haram atas wanita memasuki hammam, kecuali sedang bernifas atau sakit”. (HR. An-Nasa’i dan al-Hakim dari Jabir)
Dan ‘Aisyah radhiyallahu anhuma telah memasuki hammam di waktu dia menderita sakit.
Kalau wanita itu masuk hammam karena sesuatu kepentingan, maka janganlah masuk kecuali dengan kain sarung yang lengkap. Dimakruhkan bagi laki-laki memberi kepada wanita sewa hammam, karena yang demikian itu merupakan pertolongan kepada wanita untuk berbuat yang makruh.
-------------------------------------------
Ihya’ Ulumiddin Jilid 1, Imam al-Ghazali, Penerbit C.V. Faizan Jakarta, cetakan kesembilan 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar