"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 24 Mei 2012

ARTI MAUT DAN HAKEKATNYA

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati” (QS. Ali-Imran 185)
 
Apakah mati itu? Apakah artinya kemusnahan mutlak? atau hanya sekedar berpisahnya roh dan jasad? Kalau pisah, bagaimana kelanjutan masing-masingnya? Bagaimana Si pemilik jasad yang punah dan roh yang kekal? Apakah dengan punahnya jasad berarti hilangnya perasaan? Atau, karena kekalnya rob, menjadikan perasaannya tetap ada? Apakah yang mati dapat merasakan kenikmatan sebagaimana yang hidup merasakan kesusahan? Apakah orang yang jiwanya dikekang dan dikendali oleh jasadnya yang dapat melawan perasaannya, serupa seperti orang mati yang jiwanya lepas tidak terkait dengan jasadnya lagi?
Tentu tidak ! Orang hidup punya perasaan, orang matipun juga punya perasaan. Tapi, ada beda dan tidak bisa disamakan antara keduanya.
Maut, bukan berarti musnah dan hilang. Ia hanya pindah dari satu alam ke alam yang lain.
Orang mati merasakan kenikmatan dan siksa kubur. Ini bukan berarti bahwa dia membutuhkan makanan, pakaian dan lain-lain keperluan.
Kembalinya roh kepada jasad, bukan seperti ujud kehidupan di dunia. Roh kembali kepada jasad dengan cara lain. Kembalinya roh kepada jasad adalah untuk menerima pertanyaan dan ujian dalam kubur.
Kita dapat simpulkan uraian di atas dengan mengambil contoh antara maut dan tidur. Tidur adalah mati sementara Di saat orang sedang tidur, roh keluar dari kerongkongan menembus langit yang ketujuh dan sampai kepada Penciptanya. Kalau yang tidur itu orang yang suci, maka rohnya akan sujud kepada Penciptanya. Terkadang bertemu malaikat mimpi, atau dengan arwah orang-orang yang sudah wafat dan menerima sekelumit dari ilmu Allah yang gaib, yang telah menentukan baginya kebaikan dan keburukan.
Apabila yang tidur itu orang yang Sodiq (benar), baik, bersih dan suci, maka setelah bangun ia tidak akan menoleh kepada yang batil, rohnya kembali dan menetapkan kebenaran ke dalam hatinya sebagaimana diperlihatkan oleh Allah SWT. Inilah mimpi yang benar (rukya sodiiqoh).
Roh, dapat pula pergi ke tempat lain bertemu dengan arwah orang-orang hidup dan menerima pengetahuan yang terkadang benar dan terkadang salah. Itulah mimpi, atau penyampaian citra rohani.
Apabila yang tidur adalah seorang pendusta, yang senang kepada hal-hal yang batil, berkeliaran dan bertemu dengan arwah lainnya, menerima pengetahuan yang benar tentang alam gaib, lalu kembali kepada jasadnya. Ketika dalam perjalanan pulang bertemu dengan setan di angkasa. Oleh setan diperdaya dengan mencampur-adukkan yang hak dengan yang batil, serupa seperti yang dilakukan terhadapnya ketika ia sedang berjaga.
Ketika dia bangun, terasa adanya pencampuran antara yang hak dengan yang batil terhadap apa yang diperlihatkan Allah SWT kepadanya. Ia ragu, akalnya tidak bisa menerima, dia ingat apa yang dari setan saja. Itulah yang dinamakan mimpi buruk.
Firman Allah SWT
“Allah memegang jiwa orang yang ketika ia mati, memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya, maka Dia tahanlah jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan”. (QS. Azzumar  42).

Dalam keadaan tidur, roh tidak sepenuhnya keluar dari jasad, seperti halnya orang mati. Roh tetap berada dalam jasad, yang keluar dan bepergian sampai ke langit (ketika tidur) dapat kita misalkan cahaya atau tali dari roh itu. Pangkalnya terikat pada jasad, sinarnya mengarah ke langit, lalu kembali lagi ke jasad dan yang tidur bangun kembali. Juga bisa kita ibaratkan seperti sinar matahari sang surya ada di angkasa, sinarnya ke bumi. Perumpamaan ini tidaklah persis, jelas ada bedanya, sekedar untuk mendekatkan pengertian kita. Dalam keadaan mati, terpisah roh dengan jasad. Jasad tetap dalam tanah, roh berada di alam barzah. Alam barzah ialah pemisah antara langit dan bumi, dunia dan akherat, saat-saat antara mati dan hari bangkit. Kebahagiaan dan siksa alam barzah, bukanlah kebahagiaan dan siksaan akherat. Berbeda sekali keduanya. a berada di tengah-tengah, antara dunia dan akherat. Meskipun roh berada di alam barzah dan jasad di perut bumi, tetapi keduanya saling berhubungan. Kebahagiaan dan siksaan dialami bersama.
Jika tidur, roh pada pokoknya berada dalam jasad, yang pergi adalah serupa sinar ke langit. Lalu orang yang tidur itu mimpi dengan rasa senang atau susah, rasa nikmat atau derita siksa.
Jika mati, roh bertempat di alam barzah, bila dikehendaki baginya kebahagiaan atau penderitaan, roh bertemu dengan jasad. Roh bertempat di langit untuk kemudian berhubungan dengan jasad di bumi.
Roh bisa berpencar ke mana-mana, contohnya, ketika Rasulullah melihat nabi Musa berdiri, shalat di kuburannya, pada malam Isra’ dan melihatnya di langit keenam dan ketujuh.
Bahagia dan siksa dapat dirasakan bersama oleh roh dan jasad, terkadang hanya roh saja yang merasakannya. Bisa juga terjadi, perasaan si mayit hilang untuk sementara waktu, kemudian berasa lagi kesenangan atau siksaan. Semua itu terjadi adalah karena kehendak-Nya dan disesuaikan dengan amal perbuatannya sendiri.
Sebagian orang mengira, jika ia berwasiat agar jasadnya dibakar menjadi abu, lalu abu ditabur ke laut atau dipendam di darat atau disimpan pada almari rapat-rapat, si mayit bakal bebas dari siksa kubur. Bukan itu! Allah perintahkan lautan dan juga daratan untuk mengumpulkan abu yang disimpan atau berserakan. Setelahnya, Allah berkata : “Berdirilah!” Kemudian Allah menanya “Kenapa kamu berbuat begitu?”, Orang tadi menjawab “Robbi, karena aku takut dan Engkau (Allah) lebih mengetahui”. Siksa alam barzah tidak bisa dilewati, sedikitpun bagian tubuhnya yang terpisah, akan kembali. Begitu pula jika mendapat bahagia.
Segala unsur alam dan benda-benda tunduk dan patuh kepada Tuhan Pencipta. Ia mengatur segalanya, apa yang dikehendak-Nya. Siapapun tak mampu melawan Sunah-Nya.
------------------------------------------------------------------
TENTANG ROH, Ibnul Qoyyim, Gema Insani Press Jakarta, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1406 H / Maret 1986, halaman 11-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar