"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 29 September 2016

Ambillah Qishash-nya

Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah (2) : 194, Allah ta'ala menasehati orang beriman dalam firman-Nya :

الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمٰتُ قِصَاصٌ ۚ فَمَنِ اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا۟ عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَىٰ عَلَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ وَاعْلَمُوٓا۟ أَنَّ اللَّـهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Bulan haram (dihadapi) dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Maka barangsiapa yang memerangi kamu, maka seranglah mereka sebagaimana mereka menyerang kamu. Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. (194).

Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Qatadah رضي الله عنهما dikemukakan peristiwa sebagai berikut; pada bulan Dzulqa'idah Nabi ﷺ, dengan para sahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan 'umroh dengan membawa qurban. Setibanya di Hudaibiyah dicegat oleh kaum musyrikin, dan dibuatlah perjanjian yang isinya antara lain agar kaum Muslimin menunaikan 'umrohnya pada tahun berikutnya. Pada bulan Dzulqa'idah tahun berikutnya, berangkatlah Nabi ﷺ beserta sahabat ke Mekah, dan tinggal di sana selama tiga malam. Kaum musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud Nabi ﷺ untuk 'umroh pada tahun yang lalu. Allah ta'ala membalasnya dengan meluluskan maksud 'umroh pada bulan yang sama pada tahun berikutnya. Turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 194) berkenaan dengan peristiwa itu. (HR. Ibnu Jarir).

Tafsir Ayat
QS. 2 : 194. "Bulan haram (dihadapi) dengan bulan haram, ...". Jika mereka perangi kamu terlebih dahulu pada bulan yang suci dan kehormatan bulan itu telah mereka langgar, hendaklah kamu tangkis serangan mereka walau di bulan suci sekalipun. "..., dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. ...". Di ayat ini disebut hurumaatu (jama' dari hurmah) yang berarti suci. Ada terdapat berbagai kesucian disana. Pertama bulan yang suci itu sendiri (as-Sahrul Haram). Kedua tanah itu sendiri. Ketiga masjidnya suci, Masjidil Haram dan keempat mengerjakan haji dan 'umroh itu sendiri, sehingga pakaian yang dipakai diberi nama pakaian ihrom saat sedang mengerjakan ibadat yang suci (hurumatul-ihrom). Maka segala pekerjaan suci itu diharamkan oleh syara' mengotorinya dengan perbuatan yang akan merusak suasananya. Tetapi betapapun sucinya semua suasana itu, sekiranya kamu diserang terlebih dahulu, kamu wajib mengambil qishash-nya, yaitu pukul lawan pukul, hantam lawan hantam. ".... Maka barangsiapa yang memerangi kamu, maka seranglah mereka sebagaimana mereka menyerang kamu. ...". Memerangi atau melanggar maksudnya ialah mereka memulai penyerangan. Kalau mereka melanggar terlebih dahulu, hendaklah tangkis dengan langgaran yang seimbang pula. Sebagaimana yang mereka lakukan kepadamu, lakukan pula kepada mereka semacam itu. ".... Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa". Kita bertemu lagi arti takwa yang mengenai sikap jiwa (mental) dan awas serta waspada menghadapi segala kemungkinan. Karena takwa dipasang niat di dalam hati, bahwa ke Mekah hanyalah semata-mata buat ibadat, bukan buat perang. Karena takwa tidak ada maksud hendak melanggar kesucian dan kemuliaan tanah suci, masjid suci, bulan suci dan manasik (ibadat) suci. Tetapi takwa dan awas pula menghadapi segala kemungkinan. Karena kalau musuh melanggar atau memerangi terlebih dahulu, diri mesti dipelihara. Tidak boleh dibiarkan binasa.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 61 - 62.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 2, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta, cetakan September 1987, halaman 122 - 124.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia, Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs. H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke tujuh 1994, halaman 54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar