Abu Zaid (Usamah) bin Zaid bin Haritsah r.a. kekasih Rasulullah s.a.w. berkata: Salah seorang putri Nabi s.a.w. mengutus seseorang untuk memberi tahu kepada Nabi sa.w. bahwa putranya sakit hampir mati, diharap datang. Maka Nabi sa.w. mengembalikan pesuruh itu sambil berkata: Kirim salam dan katakan padanya, sungguh terserah kepada Allah untuk memberi atau mengambil kembali, dan segala sesuatu tergantung pada ajal yang ditentukan baginya, hendaklah sabar dan mengharap pahala dari Allah. Kemudian pesuruh itu kembali, minta dengan sangat sambil bersumpah (Demi Allah) supaya Nabi suka datang. Maka pergilah Nabi bersama Sa’ad bin ‘Ubadah dan Mu’adz bin Djabal dan Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan beberapa orang lainnya. Maka dibawalah anak yang sakit itu kepada Rasulullah lalu didudukkan dipangkuannya, sedang nafas anak itu tersengal-sengal (terengah-engah). Maka jatuhlah air mata Nabi s.a.w. kemudian Sa’ad bertanya Apakah air mata itu? (Mengapakah engkau menangis sedang kau melarang meratap?) Jawab Nabi: Air mata itu bukti rahmat yang telah diletakkan Allah dalam hati (perasaan) hamba-Nya. Sesungguhnya Allah akan merahmati (kasih) pada hamba-hamba-Nya yang belas kasih pada sesamanya. (HR. Buchary, Muslim).
Hadits ini memberikan pengertian bahwa sekadar keluar air mata dalam kematian tidak apa-apa, tetapi yang dilarang ialah menangis dengan suara keras, juga keluarnya air mata di luar kekuasaan manusia, yang pasti Allah tidak akan menuntut sesuatu yang diluar kekuasaan manusia. Juga keluar air mata itu tidak menyalahi kesabaran.
------------------------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 53-54.
Hadits ini memberikan pengertian bahwa sekadar keluar air mata dalam kematian tidak apa-apa, tetapi yang dilarang ialah menangis dengan suara keras, juga keluarnya air mata di luar kekuasaan manusia, yang pasti Allah tidak akan menuntut sesuatu yang diluar kekuasaan manusia. Juga keluar air mata itu tidak menyalahi kesabaran.
------------------------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 53-54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar