"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Kamis, 11 Agustus 2011

SYAHADAT ADALAH SIKAP

Bersyahadat berarti menentukan patron sikap. Sikap selalu berpihak pada kebenaran.
Kalimah Syahadat yang menandai keislaman seseorang dimulai dari kata laa, yang bermakna tidak. Laa adalah suatu kata yang sering digunakan untuk menyangkal, menolak, atau meniadakan.
Laa dalam kalimat Syahadat ini, berarti meniadakan Ilah selain Allah, menolak dan menyangkal-selain-Nya. Allah saja yang benar, selain Dia salah. Allah saja yang diakui, selain Dia tidak.
Bersyahadat tidak cukup hanya mengakui Allah, tapi harus juga menolak selain Dia. Tidak sekadar membenarkan Allah, tapi juga harus menyalahkan selain Dia. Semua salah kecuali Allah. Semua tidak diakui selain Allah.
Pernyataan ini tidak hanya membentuk pribadi-pribadi yang fanatik terhadap Allah, tapi benar-benar antipati terhadap selain-Nya. Tidak hanya menenima Allah tapi menolak mati-matian yang lain. Tidak hanya membela Allah, tapi juga memusuhi selain-Nya.
Karenanya seorang yang sudah bersyahadat mesti timbul semangat juang untuk merombak keadaan. Mereka tidak akan tinggal diam, sebelum Allah diakui semua orang. Mereka tak akan rela melihat orang mengaku berkuasa, sementara mereka yakin bahwa yang kuasa hanya Allah swt. Jiwanya tak tenang selama masih ada orang yang belum tunduk pada undang-undang Allah.
Sikap inilah yang membentuk kepribadian, menjadikan mereka aktif, dinamis dan progresif. Nabi dan para sahabatnya menampilkan sikap semacam ini, hingga seluruh jazirah Arab terguncang oleh pernyataannya.
Perhatikan sikap Nabi ketika mendapat tawaran fasilitas dari kaumnya agar beliau mau menghentikan da’wahnya. “Demi Allah, andai saja mereka dapat meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan perkara ini, niscaya aku tak akan meninggalkannya, sehingga aku menang atau binasa.”
Adakah sikap yang lebih keras dari pernyataan Nabi ini ? Bukan karena Muhammad punya interes pribadi agar semua orang mengakui dirinya, juga bukan karena maksud apa-apa. Sikap itu lahir semata-mata karena desakan keyakinannya, bahwa selain Allah hendaknya musnah. Tak ada yang boleh diakui selain Dia. Tak ada yang boleh diagungkan selain Dia. Tak ada yang patut ditaati selain Dia. Tak ada yang patut ditakuti selain Dia. Tak ada yang patut dicintai selain Dia. Tak ada yang patut disembah selain Dia.Tak ada yang patut berkuasa selain Dia.
Greget, gairah dan ghirrah perjuangannya selalu nampak dalam sikap dan pernyataan-pernyataannya, juga dalam program dan kegiatan kesehariannya. Pikiran dan perasaan serta konsentrasinya selalu terfokus pada-Nya.
Syahadat pasti melahirkan manusia-manusia model ini. Tidak bisa tidak. Penempatakan kata “laa” dalam kalimat syahadat ini telah menjadikan setiap yang mengadakan transaksi dan kesaksian (syahadat) memiliki sikap dan kepribadian ini. Menolak, menyangkal, manampik, bahkan memusuhi selain dari Allah, adalah konsekuensi logis dari pernyataan ini. Bila tidak, diragukan keabsahannya.
Jangankan sampai pada tingkatan menolak seperti yang dituntut dalam kalimat syahadat, sekadar mengakui saja sudah dapat membentuk sikap tersendiri.
Seorang Mahasiswa yang baru diterima di Perguruan Tinggi Negeri yang favorit saja sudah bisa bersikap seperti ini. Anak petani misalnya, yang diterima di ITB, tidak sekadar bangga, tapi akan membelanya. Mereka membangga-banggakan almamaternya, memakai atribut yang menjadi ciri khasnya. Kaos dalamnya bertuliskan ITB, kaos luarnya berlogo ITB, topinya ITB, celananya juga demikian. Bahkan kalau saja ada potongan rambut khas ITB, niscaya akan ditirunya juga. Setiap bertemu orang bercerita tentang ITB. Ketika masuk, disuruh apa saja mau. Disuruh tiarap okey, digundul juga tak membantah. Pagi-pagi sudah menyiapkan diri baik-baik, belajar sungguh-sungguh. Bila di ruang kuliah konsentrasinya hanya pada dosennya. Malah jika mereka sudah lulus masih juga terkait dengn almamatemya. Mereka membuat Korps Alumni, dan lain sebagainya.
Baru yakin pada perguruan tinggi yang tidak menjamin kesuksesan hidupnya saja sudah bisa mengubah sikap seperti ini, apalagi yakin kepada Allah swt. yang menguasai alam dan seluruh jagad raya ini. Di tangan-Nyalah segala kekuasan. Di genggaman-Nya pula sukses tidaknya seseorang. Kalau yakin kepada Allah tidak sampai membuat suatu perubahan, bukan yakin namanya, bukan syahadat. Mungkin hanya main- main saja.
Tak usah terlalu banyak, biar hanya beberapa orang, jika syahadatnya beres, dunia bisa diguncang. Revolusi Islam empat belas abad lalu, ternyata hanya dimotori beberapa orang. Mereka disebut as-sabiquunal awwaluun, pioner kejuangan. Jumlah mereka hanya sedikit, jauh lebih sedikit dari pada golongan afwaja, seperti Abu Sufyan. Tetapi jumlah yang sedikit itu menentukan dalam segala hal.
-----
Suara Hidayatullah, Edisi 07/TH IV/Rabiul Akhir – Jumadil Awwal 1412/ Nopember 1991, halaman 23 - 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar