"Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". (QS. al-Buruj (85) : 8)

Minggu, 04 Mei 2008

Istana Ratu Boko

Keraton Ratu Boko terletak di kawasan Prambanan. Lebih kurang 2 km ke arah selatan dari Candi Prambanan atau 18 km ke arah timur dari kota Yogyakarta. Istana Ratu Boko merupakan bangunan megah yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, salah satu keturunan Wangsa Syailendra. Ratu Boko terletak di atas bukit dengan ketinggian kira-kira 195,97 m di atas permukaan laut. Ratu Boko merupakan sebuah situs kombinasi antara Budha dan Hindu, yang dapat dilihat dari bentuk-bentuk yang biasanya ada pada candi Budha seperti: stupa dan lempengan emas atau perak yang bertuliskan mantra berbunyi : Ye- Te Swaha. Kemudian adanya 3 candi kecil sebagai element dari agama Hindu dimana terdapat Yoni, patung Dewi Durga dan Ganesha. Nama Kraton Boko berasal dari kata Kraton dan Ratu Boko. Kraton berasal dari kata Ka-da-tu-an yang berarti tempat raja. Ratu Boko berasal dari Ratu yang berarti Raja dan Boko adalah nama seekor burung. Pengertian ini menimbulkan pertanyaan apakah Raja Heron adalah seorang penguasa atau seekor burung dalam arti yang sebenarnya. Oleh sebab itu, banyak orang berkata bahwa Ratu Boko menyimpan misteri hingga saat ini.

Bila masuk dari pintu gerbang istana, kita akan langsung menuju ke bagian tengah. Dua buah gapura tinggi serasa menyambut. Gapura pertama memiliki 3 pintu sementara gapura kedua memiliki 5 pintu. Bila dicermati, pada gapura pertama ditemukan tulisan 'Panabwara'. Kata ini, berdasarkan prasasti Wanua Tengah III, dituliskan oleh Rakai Panabwara, (keturunan Rakai Panangkaran) yang mengambil alih istana. Tujuan penulisan namanya adalah untuk melegitimasi kekuasaan, memberi 'kekuatan' sehingga lebih agung dan memberi tanda bahwa bangunan itu adalah bangunan utama. Sekitar 45 meter dari gapura kedua, kita temukan bangungan candi yang berbahan dasar batu putih sehingga disebut Candi Batu Putih. Tak jauh dari situ, akan ditemukan pula Candi Pembakaran. Candi itu berbentuk bujur sangkar (26 meter x 26 meter) dan diperkirakan memiliki 2 teras. Sesuai namanya, candi ini digunakan untuk pembakaran jenasah. Selain kedua candi itu, sebuah batu berumpak dan kolam dapat kita temui bila berjalan kurang lebih 10 meter dari Candi Pembakaran. Sumur penuh misteri akan ditemui bila berjalan ke arah tenggara dari Candi Pembakaran. Konon, sumur tersebut bernama Amerta Mantana yang berarti air suci yang diberikan mantra. Sampai kini airnya masih sering dipakai, masyarakat sekitar meyakini air sumur ini dapat membawa keberuntungan bagi pemakainya. Tetapi orang-orang Hindu menggunakannya untuk Upacara Tawur agung sehari sebelum Nyepi. Penggunaan air dalam upacara diyakini dapat mendukung tujuannya, yaitu untuk memurnikan diri kembali serta mengembalikan bumi dan isinya pada harmoni awalnya. Menengok ke bagian timur istana, kita akan menjumpai dua buah gua, kolam besar berukuran 20 meter x 50 meter dan stupa Budha yang terlihat tenang. Dua buah gua itu terbentuk dari batuan sedimen yang disebut Breksi Pumis. Gua yang berada lebih atas dinamakan Gua Lanang sedangkan yang berada di bawah disebut Gua Wadon. Persis di muka Gua Lanang terdapat sebuah kolam dan tiga stupa. Dari penelitian, diketahui bahwa stupa itu merupakan Aksobya, salah satu Pantheon Budha. Meski didirikan oleh seorang Budha, istana ini memiliki unsur-unsur Hindu. Itu dapat dilihat dengan adanya Lingga dan Yoni, arca Ganesha, serta lempengan emas yang bertuliskan "Om Rudra ya namah swaha" sebagai bentuk pemujaan terhadap Dewa Rudra (nama lain Dewa Siwa). Adanya unsur-unsur Hindu itu membuktikan adanya toleransi umat beragama yang tercermin dalam karya arsitektural. Memang, saat itu Rakai Panangkaran yang merupakan pengikut Budha hidup berdampingan dengan para pengikut Hindu. Sebagai sebuah bangunan peninggalan, Istana Ratu Boko memiliki keunikan dibanding peninggalan lain. Jika bangunan lain umumnya berupa candi atau kuil, maka sesuai namanya istana ini menunjukkan ciri-ciri sebagai tempat tinggal. Itu ditunjukkan dari adanya bangunan berupa tiang dan atap yang terbuat dari bahan kayu, meski kini yang tertinggal hanya batur-batur dari batu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar