Al-Ustadz Abdul Qadir Audah (almarhum) adalah seorang putera Mesir yang hidupnya sangat sederhana tidak suka hidup mewah dan hatinya sangat bersih. Semasa mudanya hatinya sudah bergejolak anti terhadap segala kemungkaran dan kemaksiatan. Begitulah sejak ia masih di bangku sekolah.
Pada tahun 1930 ia keluar dari Kuliyatul Huquq (Fakultas Hukum) dan beliaulah satu-satunya lulusan fakultas tersebut yang langsung diangkat sebagai anggauta parlemen dan merangkap sebagai hakim.
Perhatiannya kepada bidang hukum lebih besar, oleh karena itu walaupun ia sebagai anggauta parlemen namun waktunya selalu dipergunakan untuk mendamaikan segala persengketaan yang terjadi..
Di parlemen beliau bertemu dengan Ustadz Hasan Albanna anggauta parlemen dari propinsi Ismailiyah. Fikirannya selalu ada persamaan, yaitu daulah Islamiyah sebagai cita-citanya. Kemudian ada usaha-usaha dari pemerintahan Sa’ad Zaghlul yang dibantu oleh Inggeris untuk menjatuhkan Hasan Albanna, bahkan usaha jangan sampai ia terpilih lagi sebagai anggauta parlemen. Maka dengan diam-diam Abdul Qadir Audah pergi sendirian ke Ismailiyah. Di sana ia berpidato dengan berapi-api membangkitkan semangat rakyat, supaya mereka dapat memberikan suaranya dalam pemilihan umum dengan bebas, dan ia bersedia memberikan pembelaan dan perlindungan dari segala pihak yang mengganggunya, sekalipun datangnya dari pihak pemerintah sendiri.
Sebagai hakim, Abdul Qadir Audah terkenal sebagai orang yang berani dalam kebenaran dan selalu konsekwen terhadap segala perkataan dan perbuatan. Maka pada Suatu ketika pernah diajukan padanya perkara Ikhwanul Muslimun dengan pihak pemerintah. dengan tegas ia menyatakan, memutuskan, bahwa pelarangan terhadap Ikhwanul Muslimun adalah salah, tidak berdasar hukum. Oleh karena itu Ikhwanul Muslimun berhak hidup.
Tahun 1951 ia diminta oleh warga Ikhwanul Muslimun supaya memusatkan perhatiannya kepada Dekwah Islam dan membantu Hasan Albanna dalam pergerakan al-Ikhwan. Permintaan itu diluluskannya, seluruh jabatan dalam pemerintahan dilepaskan. Kemudian dimulainya dengan mendirikan perpustakaan yang berorientasi pada bidang hukum.
Maka tidak lama kemudian bintangnya naik sehingga mengalahkan sarjana-sarjana hukum lainnya.
Di masa pemerintahan Jendral Najib Ia dingkat sebagai anggaota perancang undang-undang nasional Mesir. Maka dengan penuh ketekunan ia berusaha untuk menjadikan Al-Quran sebagai undang-undang negara.
Tahun 1953 oleh pemerintah Libia dipercayakan kepadanya untuk menyusun undang-undang negara Libia berdasar nas-nas Al-Quran.
Tahun 1954 oleh pemerintah Gamal Abdul Nasser ia dihukum gantung. karena gerakannya yang tidak mengenal menyerah dalam memperjuangkan hukum Allah, hukum Al-Quran sebagai satu-satunya hukum yang kekal dan abadi. Vonis pemerintah Gamal Abdul Nasser diterimanya dengan penuh gembira dan tawakkal, maka sewaktu keluar dari penjara untuk naik ke tiang gantungan nampak dalam wajahnya berseri-seri tanda keikhlasannya. Sebelum naik ke tiang gantungan. Ia masih sempat berdialog dengan para hadirin yang menyaksikan peristiwa terkutuk dan membangkitkan bulu roma itu. Dalam untaian kata-katanya yang terakhir itu ia menyatakan : “Darahku akan melaknat tuan-tuan! Sedikitpun aku tidak ragu dan tidak bimbang, apakah aku mati di tempat tidur ataukah aku mati di medan perang, aku mati di tahanan ataukah aku mati dalam kebebasan, sebab aku akan bertemu dengan Tuhanku”.
Buku buku karangannya banyak berkisar pada masalah-masalah Negara, hukum dan politik antara lain : (1). Islam dan perundang-undangan; (2). Hukum Pidana dalam Islam; (3). Islam dan politik; (4). Islam di antara kebodohan ummat dan kelemahan ulama.
Mudah-mudahan arwah beliau ditempatkan di tempat yang layak, amalnya diterima Allah, darah dan atsarnya dapat membangkitkan para mujahidin lii’lai kalimatilah “di antara orang-orang mukmin ada sekelompok manusia yang benar-benar telah berjanji kepada Allah untuk berjihad, di antaranya ada yang sudah meninggal dan sebahagian lagi masih menanti”. (QS. Al-Ahzab : 23).
----------------------
ISLAM di antara kebodohan Ummat dan kelemahan Ulama, A. Qadir Audah, Penerbit : Media Da'wah Jakarta Pusat, Cetakan keempat 1406 H/1985 M, halaman 3-5.
Pada tahun 1930 ia keluar dari Kuliyatul Huquq (Fakultas Hukum) dan beliaulah satu-satunya lulusan fakultas tersebut yang langsung diangkat sebagai anggauta parlemen dan merangkap sebagai hakim.
Perhatiannya kepada bidang hukum lebih besar, oleh karena itu walaupun ia sebagai anggauta parlemen namun waktunya selalu dipergunakan untuk mendamaikan segala persengketaan yang terjadi..
Di parlemen beliau bertemu dengan Ustadz Hasan Albanna anggauta parlemen dari propinsi Ismailiyah. Fikirannya selalu ada persamaan, yaitu daulah Islamiyah sebagai cita-citanya. Kemudian ada usaha-usaha dari pemerintahan Sa’ad Zaghlul yang dibantu oleh Inggeris untuk menjatuhkan Hasan Albanna, bahkan usaha jangan sampai ia terpilih lagi sebagai anggauta parlemen. Maka dengan diam-diam Abdul Qadir Audah pergi sendirian ke Ismailiyah. Di sana ia berpidato dengan berapi-api membangkitkan semangat rakyat, supaya mereka dapat memberikan suaranya dalam pemilihan umum dengan bebas, dan ia bersedia memberikan pembelaan dan perlindungan dari segala pihak yang mengganggunya, sekalipun datangnya dari pihak pemerintah sendiri.
Sebagai hakim, Abdul Qadir Audah terkenal sebagai orang yang berani dalam kebenaran dan selalu konsekwen terhadap segala perkataan dan perbuatan. Maka pada Suatu ketika pernah diajukan padanya perkara Ikhwanul Muslimun dengan pihak pemerintah. dengan tegas ia menyatakan, memutuskan, bahwa pelarangan terhadap Ikhwanul Muslimun adalah salah, tidak berdasar hukum. Oleh karena itu Ikhwanul Muslimun berhak hidup.
Tahun 1951 ia diminta oleh warga Ikhwanul Muslimun supaya memusatkan perhatiannya kepada Dekwah Islam dan membantu Hasan Albanna dalam pergerakan al-Ikhwan. Permintaan itu diluluskannya, seluruh jabatan dalam pemerintahan dilepaskan. Kemudian dimulainya dengan mendirikan perpustakaan yang berorientasi pada bidang hukum.
Maka tidak lama kemudian bintangnya naik sehingga mengalahkan sarjana-sarjana hukum lainnya.
Di masa pemerintahan Jendral Najib Ia dingkat sebagai anggaota perancang undang-undang nasional Mesir. Maka dengan penuh ketekunan ia berusaha untuk menjadikan Al-Quran sebagai undang-undang negara.
Tahun 1953 oleh pemerintah Libia dipercayakan kepadanya untuk menyusun undang-undang negara Libia berdasar nas-nas Al-Quran.
Tahun 1954 oleh pemerintah Gamal Abdul Nasser ia dihukum gantung. karena gerakannya yang tidak mengenal menyerah dalam memperjuangkan hukum Allah, hukum Al-Quran sebagai satu-satunya hukum yang kekal dan abadi. Vonis pemerintah Gamal Abdul Nasser diterimanya dengan penuh gembira dan tawakkal, maka sewaktu keluar dari penjara untuk naik ke tiang gantungan nampak dalam wajahnya berseri-seri tanda keikhlasannya. Sebelum naik ke tiang gantungan. Ia masih sempat berdialog dengan para hadirin yang menyaksikan peristiwa terkutuk dan membangkitkan bulu roma itu. Dalam untaian kata-katanya yang terakhir itu ia menyatakan : “Darahku akan melaknat tuan-tuan! Sedikitpun aku tidak ragu dan tidak bimbang, apakah aku mati di tempat tidur ataukah aku mati di medan perang, aku mati di tahanan ataukah aku mati dalam kebebasan, sebab aku akan bertemu dengan Tuhanku”.
Buku buku karangannya banyak berkisar pada masalah-masalah Negara, hukum dan politik antara lain : (1). Islam dan perundang-undangan; (2). Hukum Pidana dalam Islam; (3). Islam dan politik; (4). Islam di antara kebodohan ummat dan kelemahan ulama.
Mudah-mudahan arwah beliau ditempatkan di tempat yang layak, amalnya diterima Allah, darah dan atsarnya dapat membangkitkan para mujahidin lii’lai kalimatilah “di antara orang-orang mukmin ada sekelompok manusia yang benar-benar telah berjanji kepada Allah untuk berjihad, di antaranya ada yang sudah meninggal dan sebahagian lagi masih menanti”. (QS. Al-Ahzab : 23).
----------------------
ISLAM di antara kebodohan Ummat dan kelemahan Ulama, A. Qadir Audah, Penerbit : Media Da'wah Jakarta Pusat, Cetakan keempat 1406 H/1985 M, halaman 3-5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar