TIME TUNNEL. Takkan habis mengungkapkan kecemburuanku dengan sosok sahabat yang dibanggakan oleh Rasulullah ﷺ ini, dialah Abu Dzar al-Ghifari atau Jundub bin Janadah bin Qais bin Ghifar yang terlahir dari rahim seorang ibu bernama Ramlah binti Waqi'ah.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda memujinya : "Abu Dzar sama seperti Isa anak Mariam dalam zuhud.". "Puji sanjung adalah pendahulu kabar baik bagi seorang mukmin", jawabnya ketika aku meng-konfirmasi pernyataan Rasulullah ﷺ tersebut (Riadhus-Shalihin II, Bab "Bukan Riya'", hadits No. 1, halaman 482). Dan ketika di Rabadzah dulu beliau pernah menyampaikan rahasia tentang kalimat yang disukai Allah, "Subhanallahi wabihamdihi" (Riadhus-Shalihin II, Bab "Anjuran Berdzikir", hadits No. 5, halaman 331-332).
Kedekatannya dengan Rasulullah Muhammad
Suatu kali Abu Dzar al-Ghifari bercerita pernah berjalan bersama Rasulullah ﷺ di kota Madinah sambil menghadap bukit Uhud. Rasulullah ﷺ bersabda : "Saya tidak senang seumpama saya mempunyai emas sebesar bukit Uhud itu masih tinggal padaku sampai tiga hari sedinar saja, kecuali untuk membayar hutang." Sambil melanjutkan perjalanan Rasulullah ﷺ bersabda : "Ingatlah, orang yang banyak harta itu yang tersedikit pahalanya di akherat, kecuali yang digunakan bersedekah kekanan-kiri depan-belakang-nya, tetapi mereka amat sedikit sekali yang melakukannya. (Riadhus-Shalihin I, Bab "Keutamaan Zuhud", hadits No. 9, halaman 404-405)
Abu Dzar al-Ghifari pun bercerita tentang keharusan mensyukuri nikmat persendian yang Allah anugerahkan, yaitu dengan ucapan "Subhaanallaah"; "Alhamdulillah"; "Laa ilaaha ilallaah" dan "Allahu Akbar" serta ber-amar ma'ruf nahi mungkar, tetapi kesemua amalan itu terbayar hanya dengan dua raka'at sholat sunnah dluha (Riadhus-Shalihin I, Bab "Jalan Menuju Kebaikan", hadits No. 2, halaman 137-138). Pada lain kesempatan Rasulullah ﷺ pun bersabda, "... dalam persetubuhan pun dianggap sedekah, jika dipergunakan pada yang halal." (Riadhus-Shalihin I, Bab "Jalan Menuju Kebaikan", hadits No. 4, halaman 138-139)
Dan Abu Dzar al-Ghifari sangatlah beruntung ketika ia mendapatkan pengajaran tauhid langsung dari Rasulullah ﷺ bahwa : "Allah, tempat memohon; Allah, tempat meminta makan; Allah, tempat meminta pakaian dan Allah tempat memohon ampunan." (Riadhus-Shalihin I, Bab "Mujahadah", hadits No. 17, halaman 129-130). Meskipun dosa hamba sepenuh bejana bumi, asal tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun niscaya akan Allah ampuni sebanyak itu juga. (Riadhus-Shalihin I, Bab "Pengharapan", hadits No. 2, halaman 363-364).
Dari tutur cerita Abu Dzar al-Ghifari sejak
"pertemuan" pertamaku hingga
di pengasingan terlihat jelas begitu dekatnya ia dengan Rasulullah ﷺ dan secara pribadi Rasulullah tak sungkan untuk menasehatinya, diantaranya :
- Tetap bertaqwa kepada Allah dimana saja berada (Riadhus-Shalihin I, Bab "Muroqobah", hadits No. 2, halaman 85) dan berjuanglah untuk menegakkan agama-Nya. (Riadhus-Shalihin II, Bab "Jihad", hadits No. 3, halaman 270),
- Tahan kejahatanmu pada orang lain (Riadhus-Shalihin I, Bab "Jalan Menuju Kebaikan", hadits No. 1, halaman 137),
- Kebaikan termudah adalah berwajah manis dengan temanmu (Riadhus-Shalihin I, Bab "Jalan Menuju Kebaikan", hadits No. 5, halaman 139),
- Berbagi makanan dengan tetangga (Riadhus-Shalihin I, Bab "Hak Tetangga", hadits No. 2, halaman 289-290),
- Dilarang Rasulullah ﷺ menjadi pemimpin, karena akan menjadikan penyesalan baginya di akherat (Riadhus-Shalihin I, Bab "Larangan Meminta Jabatan dalam Pemerintahan", hadits No. 2 dan 3, halaman 541),
- Jangan menurunkan kain dibawah mata kaki, mengungkit-ungkit pemberian dan menjual barang dengan sumpah palsu (Riadhus-Shalihin II, Bab "Menunjukkan Kesombongan", hadits No. 5, halaman 4-5),
- Jika ingin berpuasa berturut-turut, maka puasalah pada tanggal 13-14-15 pada bulan (hijriah) itu (Riadhus-Shalihin II, Bab "Puasa 3 hari pada tiap bulan", hadits No. 5, halaman 256),
- Jangan memaki orang lain (Riadhus-Shalihin II, Bab "Haram Memaki Orang Muslim", hadits No. 2, halaman 437), dan jangan memanggil "Hai Kafir" pada seorang Muslim (Riadhus-Shalihin II, Bab "Haram mengatakan "Hai Kafir" pada seorang Muslim", hadits No. 2, halaman 543),
- Jangan mengakui yang bukan haknya (Riadhus-Shalihin II, Bab "Haram bernasab yang bukan Ayahnya", hadits No. 4, halaman 597),
- Sedikitlah tertawa dan banyaklah menangis karena Allah Ta'ala (Riadhus-Shalihin I, Bab "Takut kepada Allah", hadits No. 11, halaman 359),
- Diajari do'a ketika hendak tidur; "Bismikallahuma ahya wa 'amutu" (Dengan nama-Mu ya Allah saya hidup dan mati) dan do'a bangun tidur; "Alhamdulillahilladzi ahyana ba'da ma amatana wa ilaihinusyur" (Segala puji bagi Allah yang menghidupkan saya kembali setelah mematikan saya dan kepada Allah akan dibangkitkan) (Riadhus-Shalihin II, Bab "Do'a Ketika Bangun dan Tidur", hadits No. 1, halaman 348).
------------------
Inspirasi :
USMAN BIN 'AFFAN, Muhammad Husain Haekal, Penerbit PT. Pustaka Litera AntarNusa Jakarta, Cetakan Kedelapan, Juni 2010.
ALI BIN ABI TALIB, Ali Audah, Penerbit PT. Pustaka Litera AntarNusa Jakarta, Cetakan Ketujuh, Juni 2010.
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978.
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN II, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1979.