Di dalam al-Qur'an surat al-Baqarah
(2) : 256, Allah سبحانه وتعالى menasehati orang beriman untuk mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah, dalam firman-Nya :
لَآ إِكْرَاهَ فِى الدِّينِ ۖ قَد
تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِالطّٰغُوتِ
وَيُؤْمِنۢ بِاللَّـهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا
انفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللَّـهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), (karena) sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah. Maka barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (setan atau apa saja yang disembah selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang kepada buhulan tali yang kokoh yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (256).
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما dikemukakan bahwa sebelum Islam datang, ada seorang wanita yang selalu kematian anaknya. Ia berjanji kepada dirinya, apabila ia mempunyai anak dan hidup akan dijadikan yahudi. Ketika Islam datang dan kaum uahudi bani Nadlir diusir dari Madinah (karena penghianatannya), ternyata anak tersebut dan beberapa anak lainnya yang sudah termasuk keluarga Anshar, terdapat bersama-sama kaum yahudi. Berkatalah kaum Anshar : "Jangan kita biarkan anak-anak kita bersama mereka". Maka turunlah ayat tersebut diatas (QS. 2 : 256) senagai teguran bahwa tidak ada paksaan dalam Islam. (HR. Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Hibban).
Dalam riwayat lain yang bersumber dari Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut diatas (QS. 2 : 256) berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin 'Auf yang mempunyai dua orang anak yang beragama nasrani, sedang dia sendiri seorang Muslim. Ia bertanya kepada Nabi ﷺ : "Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin beragama nasrani?". Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat tersebut diatas bahwa tidak ada paksaan dalam Islam. (HR. Ibnu Jarir).
Tafsir Ayat
"Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), ...". Kalau anak itu sudah terang menjadi Yahudi, tidaklah boleh dia dipaksa memeluk Islam. Seperti hadits yang di riwayatkan Ibnu 'Abbas رضي الله عنهما tersebut diatas. "..., (karena) sungguh telah jelas
jalan yang benar dari jalan yang salah. ...". Orang boleh mempergunakan akalnya buat menimbang dan memilih kebenaran itu, dan orang pun mempunyai fikiran waras untuk menjauhi kesesatan. ".... Maka barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut (setan atau apa saja yang disembah selain Allah) dan
beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang kepada buhulan
tali yang kokoh yang tidak akan putus. ...". Agama Islam memberi orang kesempatan buat mempergunakan pikirannya yang murni guna mencari kebenaran. Asal orang sudi membebaskan diri daripada hanya turut-turutan dan pengaruh dari hawa nafsunya, niscaya dia akan bertemu dengan kebenaran itu. Apabila inti kebenaran sudah didapat, niscaya iman kepada Tuhan Allah mesti timbul, dan segala pengaruh dari yang lain, dari sekalian pelanggaran batas mesti hilang. Tetapi suasana yang seperti ini tidak bisa dengan paksa, mesti timbul dari keinsafan sendiri. ".... Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui". Didengarnya permohonan hamba-Nya minta petunjuk. Diketahui-Nya bahwa hamba-Nya berusaha mencari kebenaran. Maka Allah bukakan pintu hidayah bagi hamba-Nya.
---------------
Bibliography :
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 84 - 85.
Al Qur'an Terjemahan Indonesia,
Tim DISBINTALAD (Drs. H.A. Nazri Adlany, Drs. H. Hanafie Tamam dan Drs.
H.A. Faruq Nasution); Penerbit P.T. Sari Agung Jakarta, cetakan ke
tujuh 1994, halaman 77.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 3, Prof Dr. Haji Abdulmalik
Abdulkarim Amrullah (Hamka), Penerbit PT. Pustaka Panjimas Jakarta,
cetakan April 2001, halaman 21 - 25.