Perkembangan wilayah merupakan suatu konsekuensi logis dari proses pembangunan yang berdampak pada perubahan fisik tata ruang wilayah. Proses perencanaan, perancangan serta monitoring dalam pelaksanaan pembangunan guna mengembangkan suatu wilayah menghadapi permasalahan yang sangat kompleks. Proses-proses pembangunan wilayah tersebut saat ini dilakukan dengan proses analisis manual data fisik spasial yang memiliki keterbatasan dalam pengelolaan data kewilayahan. Keterbatasan ini mengakibatkan analisis perencanaan kawasan dan pengambilan keputusan perancangan tidak optimal. Bisa dikatakan bahwa kita sudah berada di sebuah “information-based society”. Kemampuan untuk mengakses dan menyediakan informasi secara tepat dan akurat menjadi sangat esensial bagi sebuah organisasi, baik yang berupa organisasi komersial (perusahaan), perguruan tinggi, lembaga pemerintah, maupun individual. Data yang berbasiskan keruangan pada saat ini merupakan salah satu elemen yang paling penting, karena berfungsi sebagai pondasi dalam melaksanakan dan mendukung berbagai macam aplikasi. Sebagai contoh dalam bidang lingkungan hidup, perencanaan pembangunan, tata ruang, manajemen transportasi, pengairan, sumber daya mineral, sosial dan ekonomi, dll. Oleh karena itu berbagai macam organisasi dan institusi menginginkan untuk mendapatkan data spasial yang konsisten, tersedia serta mempunyai aksesibilitas yang baik. Terutama yang berkaitan dengan perencanaan ke depan, data geografis masih dirasakan mahal dan membutuhkan waktu yang lama untuk memroduksinya. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) menyediakan suatu sistem pangkalan data (database) yang efektif guna menjalankan proses-proses pembangunan tersebut. SIG dapat menyediakan data fisik wilayah yang akurat, lengkap dan komprehensif sesuai dengan kebutuhan pembangunan fisik wilayah. Sistem Informasi Geografis adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapat gambaran situasi ruang muka bumi atau informasi tentang ruang muka bumi yang akurat guna menjawab atau menyelesaikan suatu masalah kewilayahan. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi pengumpulan, penataan, pengolahan, penyajian data-data/fakta-fakta yang ada atau terdapat dalam ruang muka bumi tertentu. Hasil analisanya disebut informasi geografis atau informasi spasial.
Sejak pertama kali SIG hadir pada tahun 1960-an, terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perangkat lunak SIG baik yang berbasiskan data spasial, vektor maupun raster. Beberapa diantara sistem aplikasi perangkat lunak SIG ini dikembangkan dengan tujuan eksperimental di lingkungan akademis di beberapa universitas. Sementara sistem-sistem SIG yang lain sudah dikembangkan sebagai sistem yang benar-benar operasional sebagaimana perangkat lunak aplikasi SIG pada saat ini. Tetapi sayangnya, tidak sedikit sistem-sistem ini kurang berhasil. Artinya, secara penuh, dan bahkan dibeberapa kasus sistem ini belum dapat digunakan secara penuh sebagai alat bantu untuk analisis spasial. Sistem-sistem SIG seperti ini tidak dapat bertahan lama karena belum dipersiapkan dan dirancang sebagai sistem yang baik dan andal. Walaupun demikian, pada saat ini telah banyak ditemui implementasi perangkat lunak aplikasi SIG yang makin sukses dari waktu kewaktu. Di samping kemampuan-kemampuan analisis spasial dan kualitas presentasinya yang makin baik, harganyapun cenderung turun. Kesuksesan ini sangat didukung oleh perancang sistem perangkat lunak aplikasi SIG yang efektif dan efisien. SIG menawarkan suatu sistem yang mengintegrasikan data yang bersifat keruangan (spatial) dengan data tekstual yang merupakan diskripsi menyeluruh tentang objek dan kaitannya dengan objek lain di ruang muka bumi. Dengan sistem ini data dapat dikelola dan dimanipulasi untuk keperluan analisis secara menyeluruh dan sekaligus menampilkan hasilnya dalam berbagai format baik dalam bentuk peta maupun berupa tabel atau laporan (Asmarul A, 2000). Secara berangsur-angsur, pengguna SIG mulai menggunakan dan mengeluarkan koleksi informasi dalam berbagai aplikasi dan pengaturan SIG. Pengguna mempergunakan SIG workstation untuk mengkompilasi set data geografis, membangun diagram alur untuk kompilasi data dan pengawasan kualitas, penyusunan peta dan pemodelan analitis, serta mendokumentasikan pekerjaan dan metode yang digunakan. Pengembangan komputasi terkini, perkembangan dari internet, peningkatan dalam teknologi DBMS, pemrograman berbasis objek, komputasi mobile dan adopsi SIG secara luas telah memimpin perubahan visi dan aturan dari SIG. Selanjutnya pada aplikasi SIG, perangkat lunak SIG dapat diletakkan pada server aplikasi secara terpusat dan web server untuk menghadirkan kemampuan SIG pada semua pengguna dalam jaringan. Perkembangan teknologi tersebut membawa SIG kepada penerapan terbuka yang memudahkan akses dan pertukaran data geografis. Ini memungkinkan terciptanya kerja sama yang lebih terintegrasi antar pihak-pihak yang langsung terkait dengan SIG, juga dengan pihak lain yang selama ini belum memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk SIG.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan upaya pemanfaatan SIG, kegiatan pengadaan data spasial pun meningkat. Pengadaan data merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan biaya tinggi dan alokasi waktu yang cukup lama. Mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengadaan dan pemeliharaan, maka diperlukan adanya suatu upaya mengurangi biaya. Pertukaran data spasial atau menggu-nakan data spasial secara bersama-sama, merupakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya yang diperlukan. Setiap pengguna (user) yang memerlukan data spasial di lokasi tertentu, dapat menggunakan data dari berbagai institusi penyedia data atau dari pengguna lain yang memiliki data spasial di lokasi tertentu. Dari sudut pandang teknis, seringkali dijumpai kenyataan bahwa berbagai institusi penyedia data spasial umumnya menyimpan dan mengolah data spasial dalam model/format yang berbeda-beda. Akibatnya para pengguna akan menemui kesulitan apabila ingin menggunakan data tersebut dalam aplikasi yang diinginkan. Untuk itu diperlukan model yang baku/standar dalam penyimpanan maupun pengelolahan data spasial, sehingga para pengguna tidak perlu melakukan proses konversi data yang cukup rumit sebelum menggunakan data spasial tersebut. Pengguna standar data spasial, di samping akan menekan biaya pengadaan data, juga akan meningkatkan manfaat dari data itu sendiri, karena data yang sama dapat digunakan oleh berbagai pengguna untuk keperluan yang berbeda. Dalam perspektif SIG konsep spasial data sharing dapat terwujud bila masing-masing pengguna dapat saling menginformasikan data yang telah dimiliki dalam cakupan wilayah tertentu. Data tersebut dihimpun berdasar standar tertentu dalam bentuk basisdata spasial. Untuk itu diperlukan suatu sistem untuk menentukan standar, prosedur, bentuk dan aturan kerja sama antarinstitusi pengguna data spasial (Sumarno, 2003). Kerja sama pemanfaatan data spasial dapat dilakukan dengan pembentukan Infrastruktur Data Spasial (IDS), yaitu semua aspek yang akan membuat SIG berfungsi dengan baik. Pada dasarnya IDS merupakan inisiatif untuk membuat suatu kondisi yang memungkinkan berbagai macam pengguna dapat mengakses dan memperoleh data dalam cakupan wilayah tertentu, secara lengkap, konsisten, mudah dan aman. IDS juga merupakan dasar dalam melakukan fasilitasi dan koordinasi dalam melakukan pertukaran data spasial diantara stakeholder dari berbagai macam tingkat jurisdiksi dalam komunitas data spasial (Rajabifard and Williamson, 2000).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan bagian dari kemajuan teknologi informasi (information technology). Sebagai teknologi berbasis komputer, SIG harus diperhitungkan bagi mereka yang berkecimpung dalam berbagai bidang pekerjaan seperti perencanaan, inventarisasi, monitoring dan pengambilan keputusan. Bidang aplikasi SIG yang demikian luas, dari urusan militer sampai pada persoalan bagaimana mencari jalur terpendek untuk pengantaran barang/delevery system, menghendaki penanganan pekerjaan yang dilakukan secara terpadu (integrated) dan multi-disiplin. Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan dari mulai sektor swasta, pemerintah maupun pihak lainnya termasuk komunitas ilmuwan, dan individual. Pengalaman bencana gempa/tsunami Aceh dan Sumatera Utara, gempa Yogyakarta, dan tsunami Pangandaran dan daerah Jawa Barat Selatan lainnya menjadi bukti tentang hal ini baik pada saat/fase quick response maupun saat/fase rehabilitasi, dan fase-fase selanjutnya dalam sistem penanggulangan/mitigasi bencana jenis ini maupun jenis-jenis bencana lainnya. Dalam keadaan “tiada bencana” data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan termasuk dalam berbagai penataan ruang. Akan diperoleh informasi tata-ruang nasional maupun tata-ruang daerah yang baik dan akurat apabila pada saat perencanaan dilakukan tersedia dengan memadai berbagai jenis data geo-spasial yang diperlukan. Untuk keperluan perencanaan ketahanan pangan nasional diperlukan sekali berbagai jenis tema data geo-spasial yang memadai. Tanpa tersedianya data geo-spasial yang lengkap dan akurat, sasaran dan keinginan akan swasembada pangan nasional yang terkait dengan bahan pangan pokok akan sulit dicapai dengan baik. Dan banyak contoh-contoh lainnya tentang manfaat dan kegunaan dari tersedianya data geo-spasial ini sehingga tidak salah apabila dikatakan orang “no map (baca: data geo-spasial) no culture - tanpa data geo-spasial tak akan ada kemajuan (yang berarti)”.
Sekitar 25 tahun terakhir, semakin banyak data spasial SIG yang dikumpulkan dalam bentuk digital. Oleh para penggunanya data yang dikumpulkan disimpan dalam berbagai jenis bentuk basis data, yang akan digunakan baik untuk sendiri maupun dikomersilkan. Apa saja data yang disimpan tersebut tidak banyak diketahui orang. Dilain pihak perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi informasi akan memberi pengaruh pada mereka yang terlibat dalam pekerjaan analisa dan pengambilan keputusan. Mereka memerlukan data yang dapat dipasok secara cepat. Akibatnya para pemasok data berusaha agar data dapat diintegrasikan dan diproduksi dengan lebih cepat.
---------------------
Sumber : Dr. Agus Suryantoro, adalah Kepala Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.
Sejak pertama kali SIG hadir pada tahun 1960-an, terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perangkat lunak SIG baik yang berbasiskan data spasial, vektor maupun raster. Beberapa diantara sistem aplikasi perangkat lunak SIG ini dikembangkan dengan tujuan eksperimental di lingkungan akademis di beberapa universitas. Sementara sistem-sistem SIG yang lain sudah dikembangkan sebagai sistem yang benar-benar operasional sebagaimana perangkat lunak aplikasi SIG pada saat ini. Tetapi sayangnya, tidak sedikit sistem-sistem ini kurang berhasil. Artinya, secara penuh, dan bahkan dibeberapa kasus sistem ini belum dapat digunakan secara penuh sebagai alat bantu untuk analisis spasial. Sistem-sistem SIG seperti ini tidak dapat bertahan lama karena belum dipersiapkan dan dirancang sebagai sistem yang baik dan andal. Walaupun demikian, pada saat ini telah banyak ditemui implementasi perangkat lunak aplikasi SIG yang makin sukses dari waktu kewaktu. Di samping kemampuan-kemampuan analisis spasial dan kualitas presentasinya yang makin baik, harganyapun cenderung turun. Kesuksesan ini sangat didukung oleh perancang sistem perangkat lunak aplikasi SIG yang efektif dan efisien. SIG menawarkan suatu sistem yang mengintegrasikan data yang bersifat keruangan (spatial) dengan data tekstual yang merupakan diskripsi menyeluruh tentang objek dan kaitannya dengan objek lain di ruang muka bumi. Dengan sistem ini data dapat dikelola dan dimanipulasi untuk keperluan analisis secara menyeluruh dan sekaligus menampilkan hasilnya dalam berbagai format baik dalam bentuk peta maupun berupa tabel atau laporan (Asmarul A, 2000). Secara berangsur-angsur, pengguna SIG mulai menggunakan dan mengeluarkan koleksi informasi dalam berbagai aplikasi dan pengaturan SIG. Pengguna mempergunakan SIG workstation untuk mengkompilasi set data geografis, membangun diagram alur untuk kompilasi data dan pengawasan kualitas, penyusunan peta dan pemodelan analitis, serta mendokumentasikan pekerjaan dan metode yang digunakan. Pengembangan komputasi terkini, perkembangan dari internet, peningkatan dalam teknologi DBMS, pemrograman berbasis objek, komputasi mobile dan adopsi SIG secara luas telah memimpin perubahan visi dan aturan dari SIG. Selanjutnya pada aplikasi SIG, perangkat lunak SIG dapat diletakkan pada server aplikasi secara terpusat dan web server untuk menghadirkan kemampuan SIG pada semua pengguna dalam jaringan. Perkembangan teknologi tersebut membawa SIG kepada penerapan terbuka yang memudahkan akses dan pertukaran data geografis. Ini memungkinkan terciptanya kerja sama yang lebih terintegrasi antar pihak-pihak yang langsung terkait dengan SIG, juga dengan pihak lain yang selama ini belum memanfaatkan dan dimanfaatkan untuk SIG.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan upaya pemanfaatan SIG, kegiatan pengadaan data spasial pun meningkat. Pengadaan data merupakan salah satu kegiatan yang memerlukan biaya tinggi dan alokasi waktu yang cukup lama. Mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengadaan dan pemeliharaan, maka diperlukan adanya suatu upaya mengurangi biaya. Pertukaran data spasial atau menggu-nakan data spasial secara bersama-sama, merupakan salah satu upaya untuk mengurangi biaya yang diperlukan. Setiap pengguna (user) yang memerlukan data spasial di lokasi tertentu, dapat menggunakan data dari berbagai institusi penyedia data atau dari pengguna lain yang memiliki data spasial di lokasi tertentu. Dari sudut pandang teknis, seringkali dijumpai kenyataan bahwa berbagai institusi penyedia data spasial umumnya menyimpan dan mengolah data spasial dalam model/format yang berbeda-beda. Akibatnya para pengguna akan menemui kesulitan apabila ingin menggunakan data tersebut dalam aplikasi yang diinginkan. Untuk itu diperlukan model yang baku/standar dalam penyimpanan maupun pengelolahan data spasial, sehingga para pengguna tidak perlu melakukan proses konversi data yang cukup rumit sebelum menggunakan data spasial tersebut. Pengguna standar data spasial, di samping akan menekan biaya pengadaan data, juga akan meningkatkan manfaat dari data itu sendiri, karena data yang sama dapat digunakan oleh berbagai pengguna untuk keperluan yang berbeda. Dalam perspektif SIG konsep spasial data sharing dapat terwujud bila masing-masing pengguna dapat saling menginformasikan data yang telah dimiliki dalam cakupan wilayah tertentu. Data tersebut dihimpun berdasar standar tertentu dalam bentuk basisdata spasial. Untuk itu diperlukan suatu sistem untuk menentukan standar, prosedur, bentuk dan aturan kerja sama antarinstitusi pengguna data spasial (Sumarno, 2003). Kerja sama pemanfaatan data spasial dapat dilakukan dengan pembentukan Infrastruktur Data Spasial (IDS), yaitu semua aspek yang akan membuat SIG berfungsi dengan baik. Pada dasarnya IDS merupakan inisiatif untuk membuat suatu kondisi yang memungkinkan berbagai macam pengguna dapat mengakses dan memperoleh data dalam cakupan wilayah tertentu, secara lengkap, konsisten, mudah dan aman. IDS juga merupakan dasar dalam melakukan fasilitasi dan koordinasi dalam melakukan pertukaran data spasial diantara stakeholder dari berbagai macam tingkat jurisdiksi dalam komunitas data spasial (Rajabifard and Williamson, 2000).
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan bagian dari kemajuan teknologi informasi (information technology). Sebagai teknologi berbasis komputer, SIG harus diperhitungkan bagi mereka yang berkecimpung dalam berbagai bidang pekerjaan seperti perencanaan, inventarisasi, monitoring dan pengambilan keputusan. Bidang aplikasi SIG yang demikian luas, dari urusan militer sampai pada persoalan bagaimana mencari jalur terpendek untuk pengantaran barang/delevery system, menghendaki penanganan pekerjaan yang dilakukan secara terpadu (integrated) dan multi-disiplin. Kebutuhan akan data geo-spasial dalam berbagai jenis tema dan resolusi sudah disadari oleh sebagian besar kalangan dari mulai sektor swasta, pemerintah maupun pihak lainnya termasuk komunitas ilmuwan, dan individual. Pengalaman bencana gempa/tsunami Aceh dan Sumatera Utara, gempa Yogyakarta, dan tsunami Pangandaran dan daerah Jawa Barat Selatan lainnya menjadi bukti tentang hal ini baik pada saat/fase quick response maupun saat/fase rehabilitasi, dan fase-fase selanjutnya dalam sistem penanggulangan/mitigasi bencana jenis ini maupun jenis-jenis bencana lainnya. Dalam keadaan “tiada bencana” data geo-spasial juga sangat diperlukan keberadaannya untuk berbagai pengambilan keputusan termasuk dalam berbagai penataan ruang. Akan diperoleh informasi tata-ruang nasional maupun tata-ruang daerah yang baik dan akurat apabila pada saat perencanaan dilakukan tersedia dengan memadai berbagai jenis data geo-spasial yang diperlukan. Untuk keperluan perencanaan ketahanan pangan nasional diperlukan sekali berbagai jenis tema data geo-spasial yang memadai. Tanpa tersedianya data geo-spasial yang lengkap dan akurat, sasaran dan keinginan akan swasembada pangan nasional yang terkait dengan bahan pangan pokok akan sulit dicapai dengan baik. Dan banyak contoh-contoh lainnya tentang manfaat dan kegunaan dari tersedianya data geo-spasial ini sehingga tidak salah apabila dikatakan orang “no map (baca: data geo-spasial) no culture - tanpa data geo-spasial tak akan ada kemajuan (yang berarti)”.
Sekitar 25 tahun terakhir, semakin banyak data spasial SIG yang dikumpulkan dalam bentuk digital. Oleh para penggunanya data yang dikumpulkan disimpan dalam berbagai jenis bentuk basis data, yang akan digunakan baik untuk sendiri maupun dikomersilkan. Apa saja data yang disimpan tersebut tidak banyak diketahui orang. Dilain pihak perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi informasi akan memberi pengaruh pada mereka yang terlibat dalam pekerjaan analisa dan pengambilan keputusan. Mereka memerlukan data yang dapat dipasok secara cepat. Akibatnya para pemasok data berusaha agar data dapat diintegrasikan dan diproduksi dengan lebih cepat.
---------------------
Sumber : Dr. Agus Suryantoro, adalah Kepala Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang, Jawa Timur.