KISAH PERJALANAN DALAM MENCARI AGAMA YANG BENAR
Tubuhnya yang kekar, tinggi jangkung. Berdarah Persi dari kalangan keluarga terpandang. Konon ayahnya menjabat sebagai kepala suatu daerah, penganut Majusi yang taat di negeri Persi.
Pada diri Salman memang ada keajaiban. Nur Ilahi menyala dalam kalbunya. Inilah yang mendorong dia rela meninggalkan keluarga dan kampung halamannya. Segala kesenangan dan apa yang dimilikinya dikurbankan demi mencari kebenaran.
Kemauannya keras membaja, tidak kenal putus asa. Setiap rintangan dan penderitaan dihadapinya dengan tabah dan lapang dada. Akhirnya, setelah berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya, nun di sana di tengah-tengah perkebunan kurma, ia menemukan apa yang didambakan.
Tidak ada yang paling membahagiakan di dunia ini, melainkan di saat berjumpa apa yang dirindukan. Lebih-lebih apa yang dirindukan oleh Salman adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kehidupan setiap insan. Yaitu, petunjuk hidup yang benar.
Sejak itulah Salman merasa lega dan bahagia. Ia berhasil hidup berdampingan dengan manusia yang paling mulia. Yaitu, Muhammad utusan Allah ‘Azza wa Jalla. Ia sangat mencintai dan menghormati Nabi. Sebaliknya, Nabi pun sangat mencintai dan menghormati Salman Al-Farisi. Salman memang memiliki otak yang cerdas dan pandangan yang luas. Di samping berbudi luhur, jujur dan berkemauan keras. Ia zuhud. khusyu’ dan tawadlu’. Segenap hidupnya, jiwa dan raganya, dikhidmatkan Li-i’lai Kalimatillahi Hiyal ‘Ulya. Sampai akhir hayatnya.
Nama Salman terukir dengan tinta emas dalam Sejarah Islam. Terutama dalam peristiwa perang Khandaq, di saat kaum muslimin di kepung dari berbagai penjuru oleh hampir segenap jajaran kekuatan musuh, yang terdiri dari berbagai qabilah dan suku. Karena itu, peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Ahzab.
Kiranya ada baiknya, kita tampilkan profil dan pribadi Salman kali ini. Guna dijadikan cermin, penggugah semangat dan ghairah, bagi generasi muda kita dalam mencari kebenaran. Salman juga teladan dan pribadi luhur yang berhasil dalam mengarungi lautan hidup.
Latar Belakang Keluarganya
Ia dilahirkan di sebuah desa yang bernama Jaiju, di negeri Isfahan (Iran), dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya seorang dirqan, kepala suatu daerah. Ia penganut agama Majusi, penyembah api. Demikian pula nenek moyangnya. Karena itu Salman pun mengikuti jejak mereka. Lebih-lebih Salman menjadi buah hati ayahnya. Jarang sekali ia diperkenankan keluar dari rumahnya, kecuali kalau sangat perlu. Sehari-hari, ia diberi tugas oleh ayahnya menjaga api pujaan, yang tidak boleh kunjung padam.
Suatu hari, karena kesibukan ayahnya, Salman diminta mewakili ayahnya pergi memeriksa kebun yang letaknya agak jauh dari rumahnya. Di tengah perjalanan, Salman melewati sebuah Gereja. Dari Gereja itu terdengar suara orang banyak. Salman pun penasaran, ingin melihat gerangan apa yang mereka kerjakan. Lalu Salman pun nyelonong memasuki Gereja. Tiba-tiba terlihat olehnya, orang banyak sedang melakukan sembahyang. Salman terpesona, menyaksikan sesuatu hal yang baru baginya. Ia sangat tertarik, diikuti dan diamatinya dengan teliti upacara Gereja itu. “Ini” lebih baik dari agama yang kami anut selama ini!”, demikian suara kata hatinya. Salman tidak beranjak dari Gereja itu sehingga menunggu mereka selesai. Setelah upacara selesai, Salman mendekati mereka dan bertanya : “Dari mana asal agama ini?” Mereka pun menjawab : “Dari negeri Syam.” Kemudian Salman pulang.
Sesampainya di rumah, hal-ihwal yang baru disaksikannya itu diceritakan kepada ayahnya. Ia terus terang menyatakan kepada ayahnya, bahwa agama Nasrani lebih baik dan ia cenderung ingin memasukinya. Tentu saja ayahnya sangat marah, dan mencegah. Sambil mencoba meyakinkan kepadanya, bahwa agama nenek moyangnyalah yang lebih baik. Namun Salman tetap atas pendiriannya. Sejak itu, Salman semakin keras diawasi, dilarang keras keluar rumahnya. Bahkan dikurung dalam kamar.
Meninggalkan Kampung Halaman
Kemauannya yang keras tetap menyala, sekali pun dikurung dalam kamar. Ia selalu mengintai, mencari berita, kalau-kalau ada kafilah datang dari negeri Syam. Ia hendak ikut ke sana bila kafilah itu kembali ke negerinya.
Tiba-tiba serombongan kafilah para pedagang dari negeri Syam datang. Salman pun minta diberitahu kapan mereka hendak pulang, dan mengharap agar mereka sudi menerima dirinya ikut menyertai rombongan itu ke Syam. Beberapa hari kemudian setelah urusannya selesai, kafilah pun berangkat pulang ke negeri Syam dan Salman menyertainya.
Begitu sampai di negeri Syam, Salman berusaha mencari ahli agama Nasrani yang terkemuka. Akhirnya ia berjumpa dengan seorang pendeta di suatu Gereja. Lalu Salman mengharap agar beliau sudi menerima dirinya untuk tinggal belajar kepadanya. Sang pendeta itu pun menerimanya dengan baik. Lalu Salman tinggal bersamanya. Setiap kesempatan digunakannya untuk mempelajari agama Nasrani. Apa yang dilakukan oleh sang pendeta selalu diamati dan diikutinya. Sayang hal ini tidak berjalan lama, karena sang pendeta yang sudah lanjut usia itu meninggal dunia.
Mereka mengingkat pendeta baru Sebagai gantinya. Lalu pada pendeta yang baru ini. Salman pun mengikuti dan banyak belajar kepadanya. Bahkan Salman sangat mencintai kepadanya karena kealiman dan ketaatannya dalam ber-agama. Hanya sayang beliau juga sudah lanjut usianya. Suatu hari Salman menghadap dan meminta pesan kepadanya :
“Sebagaimana tuan maklumi, tuan sudah lanjut usia. Lalu bila taqdir Tuhan datang, kepada siapakah sebaiknya saya berguru?” Sang pendeta menjawab :
“Hai anakku! Sangat sulit aku mencari penggantiku untuk anda ikuti, karena mereka pada umumnya telah rusak dan menyelewengkan ajaran agamanya, kecuali fulan di Maushil (Iraq).
Beberapa saat kemudian, sang pendeta pun wafat. Lalu Salman pergi meninggalkan negeri Syam menuju ke Maushil. Sesampainya di sana, Salman menjumpai pendeta yang dituju, dan menyatakan maksud kedatangnya. Sang pendeta ini pun menyambut gembira dan menerima kedatangannya. Ia sangat senang bila Salman sudi tinggal bersamanya. Salman pun merasa bahagia tinggal di situ, lebih-lebih setelah ia mengenal bahwa sang pendeta yang diikuti benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan. Yaitu, beliau sangat alim dan taat dalam beragama. Akan tetapi tidak berapa lama, sang pendeta itu pun wafat. Namun sebelumnya, beliau sudah memberi pesan kepada Salman, agar sepeninggalnya Salman pergi ke Nashibin untuk berguru pada seorang pendeta di sana.
Untuk kesekian kalinya Salman harus pergi lagi mencari guru demi kebahagiaan cita-citanya. Dengan sedih namun tetap penuh semangat, ditinggalkannya Maushil yang penuh kenangan itu untuk melanjutkan perjalanannya menuju Nashibin. Sesampainya di tempat tujuan, Salman pun mencari ahli agama yang dituju. Akhirnya ia berjumpa dengan pendeta yang dimaksud. Lalu setelah menyampaikan maksudnya, Salman tinggal bersamanya dan berkhidmat kepadanya. Salman sudah merasa bahwa dirinya tidak bisa lama tinggal bersama gurunya itu, karena ia memang sudah lanjut usia. Karena itu Salman segera menghadap kepadanya untuk meminta pesan kepadanya, lalu sang pendeta pun berkata : “Hai anakku! Rasanya sudah tidak ada lagi orang yang dapat dijadikan anda tempat berguru sepeninggalku nanti. Karena memang sudah jarang sekali orang yang beragama seperti kita ini, kecuali seorang laki-laki yang tinggal di ‘Amuniyah, di negeri Rum. Kalau anda mau, silahkan pergi ke sana sesudah aku menemui taqdir Tuhan!”
Setelah sang guru wafat, Salman pun dengan penuh semangat, pergi menuju ke ‘Amuriyah. Di sana ia berjumpa dengan laki-laki yang dipesankan oleh gurunya tadi. Lalu ia pun mengharapkan agar laki-laki itu berkenan menerimanya untuk tinggal dan belajar kepadanya. Salman pun tinggal beberapa waktu di sini, sehingga ia sempat berternak, memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Suatu ketika Salman menghadap gurunya untuk meminta nasihat sebagaimana yang pernah ia lakukan sebelumnya. Ia berkata kepada gurunya :
“Ketika saya tinggal bersama tuan fulan dahulu, beliau memberi wasiat kepadaku agar sepeninggalnya saya pergi kepada tuan fulan ini, di negeri ini Begitu selanjutnya, tuan yang berikutnya pun memberi wasiat seperti itu. Lalu sekarang bagaimana wasiat tuan kepadaku sepeninggal tuan nanti, dan kepada siapa aku harus pergi berguru?” Sang guru menjawab : “Hai anakku! Tidak ada seorang pun lagi yang aku kenal seperti kita ini keadannya, dan yang dapat aku percayai sehingga anda dapat berguru kepadanya. Akan tetapi, sekarang sudah dekat waktunya masa kebangkitan seorang nabi yang mengikuti agama Ibrahim, yang akan lahir di tanah Arab. Ia akan berhijrah di suatu lembah yang banyak ditumbuhi pohon kurma. Pada dirinya ada tanda-tanda yang jelas : Ia tidak mau makan barang shadaqah, ia mau makan pemberian orang, dan di antara kedua belikatnya ada cap (tanda) kenabian. Karena itu, kalau anda suka, silahkan pergi menjumpainya sepeninggalku nanti!”
Berjumpa dengan Nabi dan Masuk Islam
Salman berniat keras untuk mengikuti pesan gurunya tadi. Tiba-tiba taqdir Allah pun datang, sang guru wafat. Salman masih tinggal beberapa saat di ‘Amuriyah, menunggu rombongan kafilah yang hendak pergi ke tanah Arab.
Suatu hari ia mendengar ada kafilah datang, rombongan para saudagar Bani Kalb dari tanah Arab. Salman segera menemui mereka dan meminta agar mereka sudi membawa dirinya ke tanah Arab kalau urusan perdagangannya sudah selesai nanti. Sebagai imbalannya. Salman akan menyerahkan segala ternaknya kepada mereka. Ternyata mereka pun tidak berkeberatan untuk menerima permintaan Salman.
Kafilah pun berangkat pulang menuju tanah Arab, dan Salman ikut dalam rombongannya. Akan tetapi, ketika sampai di Wadil-Qura, mereka melakukan kelaliman terhadap diri Salman. Yaitu, Salman dijual sebagai budak kepada salah seorang Yahudi. Salman tidak bisa berbuat apa-apa, melainkan menerima kenyataan itu dengan penuh ketabahan dan kesabaran. Kemudian ia pun tinggal bersama majikannya yang Yahudi itu, dan dipekerjakan di perkebunan kurma.
Suatu hari, datang serang Yahudi Bani Quraidhah menjumpai majikan Salman. Ternyata Salman dijual oleh majikannya kepada tamu itu. Lalu ia pun dibawa ke tempat majikannya yang baru itu ke Madinah. Di tengah perjalanan, banyak terlihat perkebunan kurma. Akhirnya Salman pun menjadi yakin, bahwa daerah inilah kelak tempat hijrahnya nabi yang dinanti-nantikan.
Salman tinggal bersama majikannya. Dengan patuh dan tabah, ia melakukan pekerjaannya. Ia diberi tugas bekerja di perkebunan kurma milik Bani Quraidhah. Demikian tugas Salman sehari-hari, sambil menunggu saat datangnya seorang nabi.
Pada suatu hari, ketika Salman berada di puncak pohon kurma sedang majikannya berada di bawahnya. datanglah seseorang menjumpai majikannya sambil berkata : “Sungguh celaka Bani Qilah! Mereka sedang berkerumun di Quba, menyambut seorang laki-laki yang baru datang dari Makkah dan ia mengaku sebagai nabi………”.
Begitu Salman mendengar berita seorang nabi .... tubuhnya bergetar sehingga pohon kurma yang dipanjati bagaikan bergoncang, dan hampir saja ia terjatuh menimpa majikannya. Lalu ia segera turun, ingin meyakinkan kebenaran berita itu. Salman bertanya kepada pembawa berita itu : Apa kata anda? Ada berita seorang nabi yang datang …...? Belum sempat pertanyaan Salman dijawab, sang majikan mengayunkan tangannya memukul Salman sekeras-kerasnya, sambil membentak : Apa urusan anda dengan berita itu, kembalilah segera kepada pekerjaanmu!”
Sore harinya, setelah Salman mengumpulkan apa yang ada pada dirinya, pergilah ia ke Quba, hendak menjumpai Nabi. Sesampainya di sana, ia melihat orang banyak berkerumun mengelilingi Nabi. Salman meminta idzin untuk menjumpai Nabi. Lalu ia berkata kepada Nabi : “Tuan-tuan adalah musafir yang baru datang, tentu tuan-tuan memerlukan sesuatu. Kebetulan saya mempunyai persediaan makanan yang sengaja saya sajikan sebagai shadaqah untuk tuan-tuan, sudilah tuan-tuan untuk menerimanya!” Lalu makanan itu diletakkan oleh Salman di hadapan Nabi. Nabi pun mempersilahkan para sahabatnya untuk makan makanan itu, Sedang beliau sendiri tidak sedikitpun menjamah makanan itu. “Nah, inilah salah satu tanda-tandanya ..., ia tidak mau makan shadaqah”. demikian ujar Salman. Lalu Salman pulang.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar, Salman datang menjumpai Nabi kembali, sambil manyajikan makanan lagi kepadanya. Ia berkata kepada Nabi : “Saya lihat tuan kemaren tidak mau makan barang shadaqah, kini saya bawakan makanan sebagai hadiah untuk tuan!” Lalu Nabi mempersilahkan para sahabatnya. sambil beliau sendiri ikut memakannya. “Inilah tanda yang kedua……., beliau mau makan barang hadiah,” demikian ujar Salman. Kemudian ia pun pulang ke rumah majikannya.
Beberapa hari kemudian, Salman kembali mencari Nabi. Dijumpainya Nabi berada di Baqi’. Ketika itu beliau sedang mengiring janazah bersama-sama sahabatnya. Setelah mengucapkan salam, Salman melakukan sesuatu, berupaya hendak membuktikan “tanda kenabian yang ketiga.” Kebetulan ketika Salman sedang berada di belakang Nabi, beliau menyingkapkan selendangnya, sehingga terlihatlah oleh Salman cap (tanda) kenabian yang terdapat di antara kedua belikatnya. Lalu dengan serta merta Salman merangkul Nabi dan menciumnya. Berlinang air mata Salman, karena terharu betapa gembiranya menemui Nabi yang selama ini dirindukan.
Sctelah reda, Salman menghadap Nabi kembali. menuturkan segala kisah penjalanannya selama ini. Nabi sangat tertarik kepadanya, di samping kisah itu didengarkan oleh para sahabatnya. Kemudian dengan penuh khusyu’ dan mantap, Salman mengucapkan dua kalimah syahadat, sebagai pernyataan resmi ia masuk Islam. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikianlah kisah indah penuh hikmah. yang telah dijalani oleh pribadi luhur, Salman Al-Farisi.
Salman Membaktikan Dirinya Untuk Islam
Sejak itu Salman menjalin hubungan akrab dengan Nabi dan para sahabatnya. Ia sangat mencintai dan menghormati Nabi. Demikian pula sebaliknya. Nabi pun sangat mencintai dan menghormati Salman. Ia ingin selalu mengikuti Nabi dalam segala kegiatan da’wahnya. Hanya sayang kedudukannya sebagai budak sangat membatasinya. Karena itu ia absen dalam peperangan Badar dan Uhud.
Suatu ketika ia dipanggil Nabi agar ia meminta kepada majikannya untuk menebus dirinya. Lalu ia pun melakukan perjanjian sesuai dengan permintaan majikannya. Ia harus menebus dirinya dengan : menanamkan untuknya 300 batang bibit kurma dan emas seberat 40 ons. Berkat pertolongan Nabi dan para sahabatnya, dalam tempo yang singkat Salman dapat menebus dirinya.
Kini Salman dapat mencurahkan Segala perhatiannya kepada kepentingan Islam. Segenap jiwa raganya dikhidmatkan untuk kejayan Islam, Li-i’ilai Kalimatillah Hiyal ‘Ulya.
Nama Salman semakin dikenal di kalangan para sahabat Nabi. Lebih-lebih sesudah peristiwa Khandaq, karena dialah yang mengemukakan usul penggalian khandaq (parit perlindungan) guna pertahanan kaum muslimin dalam menghadapi gempuran total dari pihak musuh. Kala itu hampir segenap kekuatan tempur dikerahkan oleh Abu Sufyan guna mengepung kaum muslimin di kota Madinah. Hampir selama satu bulan mereka mengepung kaum muslimin di luar kota Madinah. Tidak ada satu pun yang berani menerobos parit memasuki kota Madinah. Akhirnya, Allah mendatangkan angin topan yang dahsyat menghancurkan kemah-kemah mereka dan memporakporandakan pasukan Abu Sufyan. Lalu mereka pun pulang mendongkol ketakutan.
Salman dikaruniai oleh Allah usia panjang, sehingga ia sempat membaktikan dirinya semaksimal mungkin. Ia sempat menyaksikan masa kejayaan dan kemenangan Islam sampai pada masa Khalifah Abu Bakar dan ‘Umar. Kemudian pada akhir masa Khalifah ‘Umar, setelah beberapa lama tinggal di negeri sendiri, ia wafat.
Berbagai Hikmah
Dari kisah perjalanan Salman ini, kita dapat mengambil berbadai hikmah dan pelajaran. Di antaranya sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Ustadz Muhammad Ridla dalam bukunya “Muhammad Rasulullah.” Ia menyatakan : “Kiranya dapat kita ketahui dari kisah ini bahwa Salman sejak masa mudanya sudah tertarik kepada ‘ibadah dan sudah biasa menghadapi penderitaan. Karena itu ia senang bergaul dengan para tokoh agama terkemuka dan belajar kepada mereka. Dan kisah ini kita juga dapat mengetahui “Nubuwah”‘(tanda kenabian) Nabi Muhammad s.a.w., sebab Salman tidak akan mengenal Nabi Muhammad s.a.w. seandainya pemuka-pemuka agama di ‘Amuriyah tidak menceritakan kepadanya. Salman pun tidak begitu saja percaya sebelum Ia membuktikan tanda-tanda itu ada pada diri Nabi Muhammad. Selain dari itu, perjalanan Salman juga mengungkapkan bahwa dalam Kitab Injil terkandung berita-berita gembira tentang kebangkitan Nabi Muhammad.
Pada masa itu, berdasarkan tinjauan para pemuka agama Nasrani, bahwa pemeluk agama Nasrani yang benar-benar berpegang kepada ajarannya sudah sangat langka sekali. Apalagi sebagaimana yang dikatakan oleh pendeta ‘Amuriyah, ia secara terus terang menyatakan sudah tidak tahu lagi pemeluk agama Nasrani yang masih jujur benar-benar berpegang kepada ajarannya. Keterangan ini sesuai dengan Injil Barnabas, fasal 96 yang mengatakan : Allah akan mengutus Rasul-Nya (Muhammad s.a.w.) untuk mengasihi alam ini, ketika hampir tidak ada lagi 30 orang yang beriman di atas bumi ini.
Sumber bacaan :
1. Peri Hidup Muhammad s.a.w., oleh Zainal Arifin Abbas.
2. Rijal Haula Rasul (terjemahan), oleh Khalid Muhammad Khahid.
----------------------------------------------------
Kisah Perjalanan Salman Al-Farisi, Umar Fanani, B.A., diterbitkan oleh Majalah Al-Muslimun No. 159 Tahun XIII (30), Juli 1983, halaman 29-34.