Hang there like fruit, my soul, till the tree dies.
Bergantunglah hak buah, jiwaku, sampai pohonnya mati.
Tennyson
Tak dapatlah disangkal bahwa bila orang menyebut Yesus Kristus atau Nabi ‘Isa a.s.. maka kita akan melihat siapa yang mengatakannya. Bila kata ini keluar dari mulut seorang Muslim maka yang dimaksudkannya adalah seorang yang diciptakan Tuhan dari daging dan darah, yang lemah tak berdaya dibandingkan dengan Tuhan pencipta semesta alam. Bila Yesus diciptakan tanpa ayah, maka ini hanyalah membesarkan nama Tuhan sebagai Pencipta yang sempurna tak terbatas dan tidaklah berhak kita memuja ciptaan-Nya, tidak pula ciptaan-Nya itu berhak dipuja. Tuhan berhak melanggar hukum sebab-akibat (Gesetsz der Kausalitat), yang telah dibuktikan-Nya dengan menciptakan seluruh alam semesta ini. Bila sebutan Yesus datang dari seorang Kristen maka yang dimaksudkannya adalah Tuhan, Anak dan Allah Bapak. Apabila seorang Kristen menyebut penjelmaan Tuhan ke dalam tubuh manusia, maka yang dimaksudkannya adalah penjelmaan Tuhan ke dalam tubuh Yesus secara insidental dan hanya terjadi sekali.
Dan bila keluar dari mulut seorang Hindu maka ini merupakan satu ajaran, di mana Tuhan sering menjelmakan diri-Nya menjadi manusia sebagai Krishna, Budha dan sebagainya.
Bila seorang Kristen menyebut tiga oknum Tuhan, maka yang dimaksudkannya ialah Allah Bapak, Anak dan Roh Kudus. Sebaliknya, bila seorang Hindu, maka yang dimaksudkannya adalah Brahma, Wishnu, dan Shiwa. Di sinilah terletak interrelasi itu.
Tak dapatlah disangkal bahwa Islam sangat menentang politheisme, menentang anthropomorphic God, menentang ketuhanan Yesus atau Isa. as.
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Tuhan itu al-Masih putra Maryam”. (al-Maidah : 17).
Dan Islam tidak dapat menerima Tuhan Tiga atau Tritunggal:
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Esa. (al-Maidah : 73)
Yesus sebagai Anak Allah sangat ditentang Islam. Dan orang-orang Kristen mengatakan Al-Masih anak Maryam itu anak Allah. Perkataan dari mulut itu menyerupai perkataan orang kafir pada masa dahulu kala. (at-Taubah : 31).
Islam menganggap Yesus hanya sebagai seorang Nabi, seperti Nabi-nabi lainnya:
Dan janganlah kamu mengatakan (Tuhan itu) tiga. Berhentilah (dari ucapan itu). (itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa. (an-Nisa : 171).
Islam berfilsafat Tauhid, yang dengan tegas dinyatakan dalam Al-Qur’an:
Katakanlah: “Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa” Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. (al-Ikhlash : 1-4).
Sebutan Allah, istilah al-Qur’an, menunjukkan sejelas-jelasnya pada pengertian Tuhan Yang Esa, yang tunggal dan satu-satunya itu. Istilah al-Qur’an untuk Tuhan yalah ilah (baca ilaah), sedang Allah didahului kata sandang Al, kata sandang tertentu (definit article) dan dengan demikian merupakan istilah dan nama yang tidak mungkin berarti lain dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.
Penggunaan asma Allah dalam pengertian yang lain dari itu, sangat menusuk perasaan Islam, apalagi penggunaannya dalam pengertian bukan Tuhan, sebagai dalam I Korintus 8 : 6. Tidak perlu kita mengupasnya panjang lebar: dalam Islam tidak ada unsur politeisme, seperti telah jelas dinyatakan dengan ayat-ayat yang dikutip itu, tidak ada perkelaminan Tuhan menjadi laki-laki atau perempuan, pengoknuman Tuhan, inkarnasi Tuhan dan sebagainya.
Al-Qur’an dengan tegas mengatakan bahwa ajaran-ajaran ini lebih melukiskan buah pikiran Gereja atau penulis-penulis Kitab Perjanjian Baru daripada Firman Tuhan. (al-Baqarah : 42, 59, 75, 79; Ali ‘Imran : 71 – 78; al-Maidah : 13; al-A’raf : 162).
Maka tanpa purbasangka, bila kita hendak berjiwa besar dengan melihatnya melalui logika yang dingin dan cinta kasih yang hangat atas sesama manusia, tanpa ikatan-ikatan kultural dan rasial, maka kita akan melihat bahwa keagungan al-Qur’an sebagai Kitab Suci kaum Muslimin yang otentik dan murni bukan hanya terletak pada keajaiban, kefasihan, daya tarik dan pesona bahasanya yang merupakan mujizat abadi, divine miracle, yang oleh George Sale, pionir penerjemah al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris, dikatakan, dan memang juga dikatakan oleh kaum Muslimin di selüruh dunia, bahwa keajaiban ini lebih agung dari menghidupkan orang mati; tetapi juga keagungan ini terletak dalam kebenaran yang terkandung di dalamnya, yang makin lama makin menunjukkan dirinya.
Nabi Muhammad memanglah tidak mengadakan ramalan-ramalan hayali, yang sedikit diputarbalikkan dapat disesuaikan dengan kenyataan, tetapi beliau menerima wahyu untuk merubah jiwa, merubah watak manusia mensejajarkan, mempersatukan segala macam warna kulit, suatu “ramalan” yang pasti terjadi. Dengan filsafat Tauhid, dengan filsafat Keesaan Tuhan, Islam telah membebaskan ummat manusia dari segala belenggu kemunafikan dan kejahilan dan mengembalikan ummat manusia kepada Tauhid, kepada Keesaan Tuhan yang murni.
Tatkala kaum Muslimin meninggalkan Spanyol, maka api Tauhid ini, bersama-sama dengan Averoisme telah membebaskan dunia Kristen Barat dari segala macam belenggu kekolotan dan kulit kerang dogma. Meskipun dituntut oleh Konsili-konsili, diancam oleh inkuisisi, yaitu pengadilan Gereja yang garang. filsafat ini terus berkumandang menembus segala ruang dan waktu.
Banyak darah telah mengalir. Michael Servetus telah dibakar selama dua jam menggelepar-gelepar ditengah api sampai mati karena tidak hendak mundur dari penolakannya akan Ketuhanan Yesus. Sarjana penemu peredaran darah paru-paru. dokter kesohor yang cerdas dan ahli Injil yang terkenal itu, dibakar hidup-hidup karena bukunya De Trinitatis Erroribus (Kekeliruan Tritunggal). Beribu-ribu teman setanahairnya dihukum dan diancam. Demikianlah pembakaran yang terjadi di Geneva pada tanggal 27 Oktoher 1553.
Pada tahun 1326 Adam Duff dibakar hidup-hidup di Dublin karena mengingkari Trinitas. Dalam tahun 1551 sejarah mencatat George van Parris dibakar di kota yang sama. Demikian pula Martin Cellarius (1499-1564), sahabat karib Martin Luther, dan Ludwig Hoetzer. Juga Lelio Socinus dan pamannya Faustus Socinus, Giorgo Blandrata dan beribu-ribu pengikutnya di Hongaria. Demikian pula Bapak-bapak Gereja Geonesius, Gregory Pauli, uskup Francis David dan sebagainya di Polandia, yang hidup pada abad keenambelas.
Sekarang, meskipun orang hendak melupakan api pembawa Tauhid itu, namun tak dapat disangkal bahwa filsafat ini akan dianut secara diam-diam oleh setiap orang yang tak hendak berpura-pura.
---------
KEESAAN TUHAN Sebuah Pembahasan Ilmiah, O. Hashem, Penerbit Pustaka Bandung 1983, halaman 83-88