Note Trip. Dua tahun lalu dalam sebuah perjalanan, saat istirahat makan di sebuah warung kecil di Sragen Jawa Tengah. Aku mendengarkan percakapan kebencian.
Sebut saja mereka Juminten (mewakili pendukung kafir) dan Jumiatun (mewakili penolak kafir).
Sebut saja mereka Juminten (mewakili pendukung kafir) dan Jumiatun (mewakili penolak kafir).
Juminten : "Tega kah engkau mengatakan kafir pada Jumirah teman kerjamu non muslim yang baik hati, seraya engkau merasa paling suci dan benar
sendiri?."
Jumiatun : "Tegalah...!!! bedakan urusan ibadah dengan urusan dunia. Karena urusan mengkafirkan adalah urusan Allah ta'ala yang tegas menyandangkan predikat itu, jika Jumirah termasuk yang mengatakan : "Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam”. [QS. Al-Maidah : 17]" dan "Allah salah satu dari yang tiga” [QS. Al-Maidah : 73]", maka aku hanya "Sami’na wa atho’na (kami mendengar dan kami menta'ati)" dan aku tidak perlu merasa paling suci dan benar sendiri."
Jumiatun : "Tegalah...!!! bedakan urusan ibadah dengan urusan dunia. Karena urusan mengkafirkan adalah urusan Allah ta'ala yang tegas menyandangkan predikat itu, jika Jumirah termasuk yang mengatakan : "Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam”. [QS. Al-Maidah : 17]" dan "Allah salah satu dari yang tiga” [QS. Al-Maidah : 73]", maka aku hanya "Sami’na wa atho’na (kami mendengar dan kami menta'ati)" dan aku tidak perlu merasa paling suci dan benar sendiri."
.
Jawaban
keren. Ikut senang ternyata di kalangan akar rumput masih banyak yang
ta'at pada agama, meskipun kaum atheis-komunis-liberal-syiah terus
mengupayakan agar akar rumput jauh dari agamanya.