Perjanjian Lama Sebagai Wahyu Allah
Allah adalah pencipta dari alam ini seluruhnya. Allah adalah Tuhan yang maha mengetahui atas segala sesuatu. Allah berkuasa dan setiap gerak dan kejadian adalah karena kekuasaan dan kehendak-Nya. Allah adalah Tuhan yang maha benar dan sumber dari kebenaran. Allah berfirman dan firman-Nya yang disampaikan kepada manusia adalah semata-mata berisi kebenaran. Kebenaran yang terkandung dalam firman-Nya itu adalah satu, artinya tidak berlainan sebagian dengan lainnya. Wahyu Allah adalah firman Allah kepada para Nabi yang diutus-Nya berturut-turut untuk mengajarkan wahyu kepada manusia.
Perjanjian Lama yang telah dinyatakan sebagai wahyu Allah, sudah sewajarnya kalau ia memuat ayat-ayat yang tidak berlainan satu sama lain, dan tidak sewajarnya ada perselisihan apalagi pertentangan, baik mengenai persoalan kecil apalagi perkara pokok.
Perjanjian Lama sebagaimana adanya dan ujudnya, adalah keluruhannya merupakan sejarah bangsa Bani Israil sejak Adam hingga masa dekat lahirnya Yesus yang diuraikan dengan tertib berturut sebagai layaknya kalau manusia menyusun kitab sejarah.
Di samping kedua macam fakta yang menyangkut Kitab Perjanjian Lama tersebut di atas, adalagi satu fakta yang tidak kurang pentingnya, yaitu pengumpulan dan penyaringan naskah-naskah dalam kitab suci itu. Seperti yang telah diterangkan diatas, maka adalah Kitab Perjanjian Lama ini Kitab Suci agama Yahudi yang masih terpisah-pisah. Ulama-ulama agama Yahudi mengumpulkan tulisan-tulisan itu kemudian dipilih mana naskah yang sah dan diakui sebagai firman Allah lalu dikumpulkan menjadi satu. Naskah-naskah yang tidak terpilih karena dianggap tidak mengandung wahyu Allah disingkirkan dan ditetapkan sebagai apokrif, artinya harus tersembunyi tidak boleh dibaca. Naskah-naskah yang telah terpilih dan dianggap sebagai firman Allah itu, setelah terkumpul lalu disyahkan oleh Majlis Ulama Yahudi sebagai Kitab Suci yang syah (kanon) pada kira-kira tahun 515 sebelum Maehi., terdiri dari 48 naskah. Kemudian pada abad ketiga sebelum Masehi oleh ahli-ahli bahasa Yahudi Kitab Suci tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Gerika yang dinamakan terjemahan “Septuaginta”, sebagai yang telah diterangkan di atas juga. Kitab Perjanjian Lama sebanyak 48 kitab itu akhirnya oleh golongan Protestan dibuang yang sembilan karena dianggap apokrif, kemudian dari yang 48 itu oleh golongan Roma Katolik diapokrifkan, dua kitab. Dengan demikian Protestan memiliki Perjanjian Lama berisi 39 kitab dan golongan Roma Katolik memiliki Perjanjian Lama yang mengandung 46 kitab.
Begitulah kita mengetahui bahwa dalam sejarah perkembangan Perjanjian Lama, setidaknya telah mengalami dua kali penyaringan. Pertama pada tahun 515 sebelum Masehi oleh Majelis Ulama Yahudi, kemudian oleh golongan Protestan dan Katolik. Dasar daripada penyaringan itu ialah atas pertimbangan apakah masing-masing kitab-kitab itu merupakan wahyu Allah atau bukan. Mana yang menurut mereka dianggap wahyu Allah disyahkan, mana yang hanya di anggap sebagai dongengan dinyatakan apokrif. Peristiwa semacam itu terjadi pula dengan perkembangan Kitab Perjanjian Baru, di mana sidang-sidang Gereja diadakan berkali-kali untuk mengapokrifkan Injil-Injil dan surat-surat kiriman para Rasul, hingga akhirnya dewasa ini tinggal empat macam Injil saja. Memperhatikan perkembangan semacam itu, orang tidak dapat melepaskan diri dari timbulnya persangkaan bahwa masih terdapat kemungkinan pada masa yang akan datang akan terjadi lagi beberapa kali penilaian dan penyaringan baru terhadap Kitab Bybel yang ada sekarang ini, yang akan mengapokrifkan sebagian daripada isinya, berulang-ulang berturut-turut. Maka mungkin kitab itu bertambah lama bertambah tipis, kecuali barangkali akan tergali lagi penemuan naskah-naskah kuno yang dianggap wahyu Allah yang akan menggantkan kedudukan kitab-kitab yang mungkin diapokrifkan kelak. Kalau itu terjadi, maka itulah merupakan pertukaran atau pergantian kedudukan sebagai kitab wahyu Allah. Dan itu telah terjadi dalam perkembangan Bybel pada masa yang silam.
Inilah persoalan ketiga yang harus dijelaskan, mengapa penentuan sesuatu kitab sebagai wahyu Allah ditetapkan begitu saja atas keputusan persidangan manusia, dan setelah tetap, dapat pula dibatalkan oleh persidangan manusia lainnya.
Ayat-ayat Perjanjian Lama yang berselisih tentang fakta sejarah
Orang telah temukan banyak perselisihan dalam ayat-ayat Perjajian Lama, yang pada umumnya perselisihan itu berkisar pada fakta sejarah. Di bawah ini dikutipkan beberapa ayat yang berselisih itu;
Tersebut dalam Kitab Raja-raja yang kedua 8 : 26 sebagai berikut : “Adapun umur raja Ahazia pada masa ia naik raja itu dua likur tahun, maka kerajaanlah ia di Yerusalem setahun lamanya : ….. adapun nama bunda baginda itu Atalia, anak Amri, raja orang Israil.” Berselisih dengan Kitab Tawarikh yang kedua 22 : 2 sebagai berikut : “Adapun umur Ahazia pada masa ia naik raja itu empat pulub dua tahun, dan kerajaanlah ia di Yerusalem setahun lamanya, maka nama bunda baginda itu Atalia anak Omri.”
Tersebut dalam Kitab Raja-raja yang kedua 24 : 8 yaitu : “Bermula, maka umur Jojachin pada masa ia naik raja itu delapan belas tahun, maka kerajaanlah ia di Yerusalem tiga bulan lamanya dan nama bunda baginda Nehusta anak Elnatan dari Yerusalem.” Berselisih dengan yang tersebut dalam Kitab Tawarikh yang kedua 36 : 9 yakni : “Adapun umur Jehojachin pada masa ia naik raja itu delapan belas tahun, maka kerajaanlah ia di Yerusalem tiga bulan dan sepuluh hari lamanya, maka diperbuatnya barang-barang yang jahat kepada pemandangan Tuhan.” (Keterangan : Jojachin dan Jehojachin adalah satu orang. Dalam Bybel terjemahan bahasa Belanda, kedua ayat tersebut sama-sama memakai nama dalam logat Belanda : Jojachin : sedang dalam Bible terjemahan bahasa Inggeris, kedua ayat tersebut memakai logat Inggeris pula yaitu : Jehoiachin —Tetapi dalam terjemahan Bahasa Indonesia dipakai dua macam ejaan : Jojachin dan Jehojachin— mungkin salah cetak?)
Tersebut dalam Kitab Tawarikh yang kedua 11 : 20 sebagai berikut ini : “Kemudian daripada ini diperisterikannya Maacha, anak Absalom, yang memperanakkan baginya Abia dan Atai dan Ziza dan Selomit.” Berselisih dengan Kitab Tawarikh yang kedua itu juga, pasal 13 ayat 1 dan 2 : 1. “Bermula, maka pada tahun yang ke delapan belas dari pada kerajaan Jerobeam, naiklah Abia raja atas orang Yehuda. 2. Maka kerajaanlah ia tiga tahun lamanya di Yerusalem, dan nama bunda baginda itu Michaja dan Uriel dari Gibea maka di antara Abia dengan Yerobeampun adalah perang.” (Keterangan : Diriwayatkan bahwa Rechabeam memperisterikan Maacha anak Absalom putera Dawud. Dari perkawinan ini lahirlah Abia. Jadi Abia abalah putera dan Maacha binti Absalom bin Dawud. Tetapi dalam lain ayat disebutkan bahwa Abia bukan anak Maacha cucu Dawud, tetapi anak seorang puteri dari Gibea yang bernama Uriel). Berselisih pula keterangan dalam Kitab Semuil yang kedua pasal 14 ayat 27 : “Maka diperanakkan bagi Absalom tiga orang anaknya laki-laki dan seorang anaknya perempuan, bernama Tamar, yaitu seorang anak perempuan yang elok rupanya.” (Keterangan : Dalam ayat ini diterangkan bahwa satu-satunya anak Absalom yang perempuan bernama Tamar bukan Maacha jadi berselisih dengan keterangan dalam Kitab Tawarikh II pasal 11 ayat 20 tersebut di atas).
Tersebut dalam Kitab Tawarikh I pasal 8 ayat 24 sebagai berikut : “Dan di Gibeon tinggal bapa dari Gibeon dan nama bininya ialah Maacha”. Berselisih dengan Kitab Tawarikh I itu juga yaitu 9 : 35 yang berbunyi : “Tetapi di Gibeon telah tinggal seorang bernama Jeiel, yaitu bapa dari Gibeon (saudaranya perempuan, bernama Maacha)”. (Keterangan : Kedua ayat tersebut di atas terjemahan dari Bybel bahasa Belanda penerbitan “Het Nederlandsch Bybel genoot sehaap” tahun 1935. Ayat tersebut pertama menerangkan bahwa Maacha adalah isteri dari bapanya Gibeon ialah Maacha, tetapi dalam ayat tersebut akhirnya dinyatakan bahwa Maacha bukan isteri Jeiel bapa Gibeon tetapi saudaranya perempuan. —Anehnya, dalam Bybel berbahasa Inggeris dan terjemahan dalam bahasa Indonesia tidak terdapat perselisihan; yaitu dalam kedua ayat tersebut dinyatakan bahwa Maacha adalah isteri dari bapanya Gibeon.— Hal yang pelik ini benar-benar perlu penjelasan).
Tersebut dalam Semuil II pasal 10 ayat 18 : “Tetapi kemudian larilah segala orang Syam itu dari hadapan orang Israil, maka daripada orang Syam itu dibinasakan Daud tujuh ratus buah rata dan empat puluh ribu orang berkuda tambahan pula dialahkannya Sobakh, panglima perang mereka itü, sehingga matilah ia di sana”. Berselisih dengan Kitab Tawarikh I pasal 19 ayat 18 demikian : “Maka larilah segala orang Syam dari hadapan orang Israil, dibinasakan Daud daripada orang Syam itu tujuhribu buah rata perang dan empatpuluh ribu orang yang berjalan kaki, tambahan pula dibunuhnya Sofakh, panglima perang itu”.
Dalam meriwayatkan kembalinya orang-orang Yahudi ke tanah Yerusalem dan ke tanah Yahuda dari negeri Babil di mana mereka ditawan oleh Raja Nebukadnezar, terdapat perselisihan besar antara riwayat dalam Kitab Ezra pasal 2 dengan Kitab Nehemya pasal VII mulai ayat 6. Perbedaan itu mengenai nama pemimpin-pemimpin rombongan yang kembali itu serta tentang jumlah pengikutnya. Di bawah ini dijelaskan perbedaan itu, mula-mula menurut kitab Ezra sedang keterangan dalam tanda kurung adalah menurut Kitab Nehemya :
- “Maka sekalian inilah dia, yang berjalan daripada tiap-tiap negeri, yaitu segala orang yang sudah dibawa dengan tertawan yang telah dipindahkan ke Babil oleh Nebukadnezar, raja Babil dan yang pulang ke Yerusalem dan ke tanah Yahuda, masing-masing ke negerinya : — (6. Bahwa inilah segala orang yang sudah berjalan di negeri-negeri itu, yaitu orang yang sudah dibawa dengan tertawan, yang sudah dipindahkan oleh Nebukadnezar, raja Babil, dan yang kembali ke Yerusalem dan Yahuda, masing-masing kepada negerinya).
- Yang datang serta dengan Zerubabil dan Yesua dan Nehemya dan Seraya dan Reilaya dan Mordechai dan Bilsan dan Mispar dan Bijwai dan Rehum dan Baena: maka inilah bilangan segala orang laki-laki bangsa Israil. — (7. Yang sudah datang serta gan Zerubabil, Yesua, Nehemya, Azarya, Raamya, Nahamani, Mordechai, Bilsan, Misperet, Bijwai, Nehum dan Baena, bilangan yang laki-laki bangsa Israil).
- Bani Paros adalah 2172 — (8. Maka Bani Paros adalah 2172 orang),
- Bani Zefaca 372 — (9. 372 orang),
- Bani Arakh 775 — (10. 652 orang),
- Bani Pahat—Moab, daripada Bani Yesua Yoab, 2812 (11. 2818 orang),
- Bani Elam 1254 — (12. 1254 orang),
- Bani Zatu 945 — (13. 845 orang),
- Bani Zakai 760 — (14. 760 orang),
- Bani Bani 642 – (15. 648 orang),
- Bani Bebai 623 — (16. 628 orang).
- Bani Azjad 1222 — (17. 2322 orang)
- Bani Adohikam 666 — (18. 667 orang),
- Bani Bijwai 2056 — (19. 206-7 orang),
- Bani Adin - 654 — (20. 655 orang),
- Bani Ater daripada Yehizkia 98 — (20. 98 orang),
- Bani Bezai 323 — (21. 324 orang)
Demikianlah seterusnya Kitab Ezra pasal 2 mulai ayat 3 hingga ayat 60 menerangkan jumlah orang Yahudi yang kembali dari Babil ke negerinya masing-masing, dan dalam ayat 64 diterangkan bahwa jumlah mereka seluruhnya 42.360 orang. Padahal kalau jumlah orang dalam seluruh ayat itu kita jumlahkan, jumlah semuanya hanya 29818 orang saja. Mengapa dalam ayat 64 disebutkan jumlahnya 42360 orang?
Juga dalam Kitab Nehemy pasal VII mulai ayat 8 hingga ayat 60 menerangkan jumlah orang Yahudi yang kembali itu. Jumlah orang yang disebutkan dalam seluruh ayat itu jika dijumlahkan semua kita akan menemukan angka 31.089 orang. Akan tetapi dalam ayat 66 diterangkan bahwa jumlah mereka seluruhnya 42.360, jadi sesuai dengan Kitab Ezra tersebut di atas, padahal jumlah orang tiap bani berlainan antara Ezra dan Nehemy Keganjilan ini mungkin dapat dijawab dengan mengatakan bahwa banyak bani-bani yang tidak disebutkan jumlah orangnya baik dalam Ezra maupun dalam Nehemya. Tetapi ini tentulah belum merupakan jawaban yang memuaskan, karena jumlah yang telah kongkrit 42.360 dijelaskan dengan jumlah anggota bani-bani yang belum kongkrit, bahkan tak disebutkan jumlahnya mekipun dengan kata “kira-kira”.
Kemudian baik Kitab Ezra maupun Nehemya menyebutkan banyaknya hamba sahaya yaitu 7.337 orang, tetapi mengenai biduan laki-laki dan perempuan ada perselisihan yaitu Ezra menyebutkan 200 orang sedang Nehemya mengatakan 245 orang, selisih 45 orang. Tentang banyaknya hewan ternak ada persesuaian, yaitu kuda 736 ekor bagral 245 ekor onta 435 ekor dan keledai 6720 ekor. Tentang ini orang akan berfikir, apakah mungkin wahyu Allah sampai-sampai menerangkan jumlah orang, sehingga jumlah kuda, bagral,. onta dan keledai.
Maka orang akan menarik kesimpulan bahwa Kitab Perjanjian Lama itu, tiada lebih daripada kumpulan kitab sejarah yang ditulis oleh beberapa orang menurut ingatan dan catatannya masing-masing, hingga tidak mengherankan kalau terdapat perselisihan tentang fakta maupun peristiwanya, dan itu tidaklah mengapa, tidak mengurangi nilai sejarahnya, meskipun yang benar hanya salah satunya. Sebagaimana juga banyak nenek moyang yang mencatat peristiwa-peristiwa sejarah yang terdapat perbedaan satu dengan lainnya, yang kemudian peristiwa itu turun-temurun menjadi riwayat kepada anak cucu.
Contoh-contoh tersebut di atas hanya sabagian kecil saja dari perselisihan yang amat banyak terdapat antara ayat-ayat Perjanjian Lama, mengenai peristiwa dan fakta-fakta sejarah. Untuk tidak terlalu panjang-panjang, di sini kita sajikan beberapa contoh lagi tetapi tidak usah mengutip bunyi ayat-ayat itu selengkapnya, cukup maksudnya dengan ringkas agar tidak memperbanyak halaman kitab.
Menurut Kitab Raja-raja yang pertama pasal 15 ayat 33 : Baesa naik Raja pada tahun ketiga dari kerajaan Asa, dan Baesa menjadi raja itu 24 tahun, jadi penghabisan dia menjadi raja pada tahun ke 27 dari mulanya Asa menjadi raja —Tetapi dalam Kitab Tawarikh yang kedua pasal 16 ayat 1 diterangkan : pada tahun ke 36 dari kerajaan Asa. Baesa masih jadi raja dan memerangi Asa.
Setelah Daud mengalahkan Hadadezar, raja Zoba; maka Kitab Semuil yang kedua pasal 8 ayat 4 meriwayatkan bahwa Daud merampas 1.700 orang tentara berkuda, 20.000 orang tentara berjalan kaki –Tetapi dalam Kitab Tawarikh yang pertama pasal 18 ayat 4 diriwayatkan lain, yaitu 1.000 rata (kereta perang) dan 20.000orang berjalan kaki.
Kitab Kejadian pasal 46 ayat 21 menerangkan bahwa anak-anak lelaki Benyamin bin Yakub ada 10 orang, yaitu : Bela, Becher, Asybel, Gera, Nauman, Echi, Rusy, Mupim, Hupim dan Ared —Tetapi Kitab Tawarikh yang pertama pasal 7 ayat 6 menerangkan bahwa anak Benyamin hanya tiga yaitu : Bela, Becher dan Jediael. Dalam ayat 7 dinyatakan bahwa Bela ini beranakkan Iri; dalam ayat 12 dikatakan bahwa Supim (bukan Mupim) dan Hupim itu anak Iri– Seterusnya sampai pasal delapan Kitab Tawarikh ini, terdapat kekacauan nama bila dibandingkan dengan Kitab Kejadian pasal 46 tersebut di atas.
Bagaimanapun juga banyaknya perselisihan itu, namun dapat juga orang menjawab bahwa segala perselisihan itu tidak sekali-kali mengurangi nilai kewahyuan Kitab Perjanjian Lama dan Baru, karena perselisihan itu hanya mengenai fakta sejarah saja, tidak mengenai pokok-pokok kepercayaan dan ibadah.
Namun begitu, tentulah jawab sedemikian itu belum memuaskan orang. Adalah wajar kalau orang berpendapat bahwa sesuatu keterangan ayat kitab Suci wahyu Allah tidak selayaknya berselisih ayat dengan lainnya meskipun dalam soal yang sekecil-kecilnya. Kecuali jika diakui bahwa ayat-ayat yang bertentangan itu hanya sepihak yang benar dan itulah wahyu dan yang sepihak salah dan bukan wahyu. Tetapi kalau diakui demikian maka berarti bahwa Kitab Bybel itu sebagian wahyu Allah sebagian karangan manusia, tetapi pengertian inipun tidak layak karena menurunkan nilai Bybel yang dipercayai sebagai wahyu oleh golongan Masehi.
Ayat-ayat yang berselisih tentang kepercayaan
Lagi pula rupanya perselisihan ayat-ayat Perjanjian Lama itu setelah diperiksa, ternyata juga mengenai pokok kepercayaan. Di bawah ini beberapa dari padanya.
Apakah anak menanggung dosa orang tuanya?
Dalam Kitab Taurat, Kitab Keluaran pasal 20 ayat 1 – 4 berfirman Allah melarang manusia menyembah patung dan lain-lain Tuhan selain Allah. Dan ayat 5 Allah berfirman akan membalas durhaka segala bapa sampai anak-anaknya bahkan sampai turunannya yang ketiga dan keempat. Ayat itu berbunyi : “Janganlah kamu menyembah sujud dan berbuat bakti padanya, karena Akulah Tuhan, Allahmu, Allah yang cemburuan adanya, yang membalas durhaka segala bapa sampai kepada anak-anaknya dan kepada gilir yang ketiga dan yang keempatnya dari segala orang yang membenci akan Daku.” Berselisih dengan firman Allah dalam Kitab Nabi Jehezkiel pasal 18 ayat 20 yang memfirmankan bahwa anak tidak menanggung kesalahan bapanya, dan bapa tidak menanggung kesalahan anaknya, demikian : “Orang yang berbuat dosa, ia itu juga akan mati : maka anak tiada akan menanggung kesalahan bapanya, dan bapapun tiada akan menanggung kesalahan anaknya; kebenaran orang yang benar akan tertanggung atasnya dan kejahatan orang fasikpun akan tertanggung atasnya.”
Kedua ayat tersebut di atas adalah sama-sama firman Allah. Ayat pertama kepada Musa dan ayat kedua kepada Nabi Jehezkiel. Allah berfirman kepada Nabi Jehezkiel bahwa anak tiada akan di siksa karena kejahatan atau dosa bapanya, tiap orang hanya menanggung kejahatannya masing-masing, dan akan menerima rahmat Allah untuk kebenarannya masing-masing. Dengan demikian tidak ada dosa turunan. Dan ini adalah wajar dan sehat menurut akal.
Tetapi benarkah Allah telah berfirman kepada Musa bahwa anak akan disiksa Allah karena dosa bapanya, bahkan akan di siksa hingga keturunan yang keempat? Benarkah ayat 5 pasal 20 dari Kitab Keluaran itu firman Allah? Dalam ayat itu dipakai kata-kata “gilir” menurut terjemahan Bibel dalam bahasa Indonesia. Kalau menilik bahwa sebelum kata-kata itu tersebut kata “anak-anaknya” maka tidak ragu lagi bahwa “gilir” berarti “keturunan.” Apalagi dalam Bybel bahasa Belanda dipakai kata-kata “lid” yang selain berarti “anggauta” juga “derajah” yang biasa dipakai untuk tingkatan turunan. Bahkan dalam Bible bahasa Inggeris dipakai kata-kata “generation” yang berarti “keturunan.” “………….. God die de misdaad der vaderen bezoek aan de kinderen, aan het derde en aan het vierde lid dergenen die My haten.” “……….. visiting the iniquity of the fathers upon the children unto the third and fourth generation of them that hate me.”
Kitab Ulangan ialah sebagian kitab Perjanjian Lama yang memuat ajaran-ajaran Musa kepada bani Israil dengan berdasarkan firman Allah. Dalam Ulangan pasal 23 ayat 2 Allah berfirman bahwa tiap anak haram (anak zina) dilarang keras masuk ke dalam sidang ummat Tuhan (masuk tempat beribadah dan pertemuan serta upacara agama), sampai sepuluh turunan. Kutuk ini memang sesuai dengan firman Allah dalam Kitab Keluaran sebagaimana tersebut di atas bahwa dosa bapa ditanggung oleh anak-cucunya.
Inilah firman Allah tersebut :
“Seorang anak harampun jangan masuk ke dalam sidang ummat Tuhan jikalau anak-cucunya sampai kesepuluh sunat sekali pun tiada juga boleh masuk ke dalam sidang ummat Tuhan.”
Firman Allah itu berselisih dengan kenyataan yang termaktub dalam Perjanjian Lama bahwa Nabi Dawud itu keturunan Perez, sedang Perez adalah anak zina sebagai akibat dari perzinaan bapanya yaitu Yahuda dengan menantunya bernama Tamar. Yahuda bin Ya’kub itu ternyata mau bermain lacur. Menantunya perempuan yang telah menjadi janda yang bernama Tamar itu duduk di tepi jalan dengan mukanya bertudung menghadang mertuanya, ketika Yahuda melihat seorang perempuan duduk di tepi jalan dan mukanya bertudung, disangkanya perempuan sundal, lalu di ajaknja melacur dengan janji upah seekor anak kambing. Akhirya dari perzinaan itu lahirlah dua orang anak lelaki kembar bernama Perez dan Zerah. Riwayat ini tersebut dalam Taurat, yaitu kitab Kejadian pasal 38.
Adapun Nabi Dawud adalah keturunan kesembilan dari Perez, tersebut dalam Kitab Tawarikh yang pertama pasal 2 ayat 5 - 15 yang ringkasnya :
Perez beranak Hezron, Hezron beranakkan Ram, Rain mempunyai anak Aminadab, Aminadab beranakkan Nahesyon, Nahesyon beranakkan Salma, Salma mendapat anak Boaz, Boaz beranakkan Obed, Obed mempunyai anak Isai, dan Isai beranakkan Daud. (Silsilah itu sesuai dengan Kitab Perjanjian Baru : Matius 1 : 1 – 16 dan Lukas 3 : 23 – 24).
Jadi teranglah bahwa Nabi Daud adalah keturunan anak haram, karena itu terlarang keras memasuki sidang ummat Tuhan. Tetapi Allah telah mengangkat Daud menjadi Nabi-Nya, mengaruniakan kepadanya kerajaan, menurunkan firman dan wahyu-Nya kepadanya. Bahkan dalam Kitab Mazmur (Zabur) pasal 38 ayat 21 - 27. Allah telah memuliakan Daud setinggi-tingginya, menyirami dia, dengan minyak-Nya yang suci, menyokong dia dan membinasakan musuhnya. Dan dalam ayat 28 Allah mengangkat Daud anak sulungnya, demikian firman-Nya.
“Maka Akupun akan menjadikan dia akan anak sulung, yang maha tinggi di atas segala raja-raja di bumi.”
Dengan demikian, tidaklah orang akan berpikir bahwa Allah telah menyalahi firman-Nya sendiri, bahwa keturunan anak haram harus disingkirkan dari ummat Tuhan? Oleh karena demi untuk menjaga kesucian Allah, dan kehormatan Daud sendiri, maka pernyataan-pernyataan ayat-ayat Perjanjian Lama itu apakah tidak selayaknya harus diselidiki dan dinilai kebenarannya bahwa itu wahyu; antara lain :
- Benarkah Allah berfirman bahwa dosa bapa ditanggung juga oleh anak cucunya ?
- Benarkah Allah berfirman bahwa anak haram ikut menjadi kotor karena perzinaan bapa-ibunya? Dan kekotoran ini turun-temurun?
- Benarkah Yahuda bin Nabi Ya’kub berzina dengan menantunya Tamar?
- Benarkah Nabi Daud keturunan Perez?
Dalam Kitab Kejadian pasal 2 ayat 17 Allah melarang Adam memakan buah suatu pohon, bila memakannva Adam akan mati hari itu juga. Demikian sabdanya :
“Tetapi buah pohon pengetahuan akan hal baik dan jahat itu janganlah engkau makan, karena pada hari engkau makan dari padanya engkau akan mati.”
Tetapi kenyatanya, setelah Adam makan buah itu ia tidak mati. Walaupun ia tidak mengakui kesalahannya dan melemparkan kesalahan itu kepada isterinya, dan isterinya itu melemparkan kesalahannya kepada ular, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat 11 -13 : (11. “Maka firman Allah : Siapa gerangan memberi tahu engkau, bahwa engkau telanjang? Sudahkah engkau makan daripada pohon, yang telah kupesan jangan engkau makan buahnya”, 12. “Maka sahut Adam : Adapun perempuan yang telah Tuhan karuniakan kepadaku itu, ia itu memberikan daku buah pohon itu, lalu kumakan”. 13. “Maka firman Tuhan Allah kepada perempuan itu: Apakah ini yang telah kau berbuat ? Maka sahut perempuan itu : Si ular itu menipukan daku, lalu aku makan.”)
Allah tidak mematikan Adam sebagaimana hukum dalam firman-Nya, melainkan memperkenankan Adam terus hidup hingga 930 tahun.
Demikianlah sekedar tiga contoh perselisihan ayat-ayat Perjanjian Lama tentang kepercayaan atau soal yang pokok, tidak hanya mengenai fakta sejarah. Selain daripada itu masih ada hal-hal yang perlu dikemukakan, yaitu bahwa Kitab Perjanjian Lama rupanya juga memuat riwayat-riwayat yang ganjil, yang amat diragukan kebenaran terjadinya, yang mungkin menurut pendapat orang mirip kepada dongengan zaman kuno sebagaimana yang di miliki oleh setiap bangsa.
Ayat-ayat Perjanjian Lama tentang peristiwa ganjilCerita-cerita ganjil dan aneh sangat banyak diriwayatkan dalam Kitab Suci ini, antara lain seperti yang tersebut di bawah.
Nabi Yakub bergelut dengan AllahNabi Yakub pernah bergelut dengan Allah yang merupakan Diri sebagai seorang lelaki, dan Nabi Yakub menang. Riwayat ini tersebut dalam Kitab Kejadian pasal 32 ayat 24 seterusnya : (24. “Melainkan tinggallah Yakub seorang-orangnya, maka adalah seorang laki-laki bergumul dengan dia sampai terbit pajar”. 25. “Maka apabila dilihat orang itu akan hal tiada dapat di kalahkannya Yakub, maka dipegangnyalah akan pangkal paha Yakub, lalu pangkal paha Yakub itupun tergeliat dalam ia bergumul dengan dia”. 26. “Maka katanya : Lepaskanlah aku karena pajar sudah merekah; tetapi kata Yakub kepadanya : Tiadalah engkau kulepaskan sebelum engkau memberkati aku”. 27. “Maka kata orang itu kepadanya : Siapa namamu? Maka jawabnya : Yakub” . 28. “Maka kata orang itu Tiada lagi enkau bernama Yakub, melainkan Israil, karena telah engkau berlaku seperti Seorang raja di hadapan Allah dan kepada manusia, dan engkau sudah menang”. 29. “Maka bertanya Yakub, katanya : Katakanlah kiranya namamupun. Maka sahutnya : Mengapa engkau bertanya namaku? Maka diberkatinyalah akan dia di sana”. 30. “Maka dinamai Yakub akan tempat itu Paniel, karena katanya : Sudah kulihat Allah muka dengan muka, maka nyawaku selamatlah”.)
Alasan yang menguatkan bahwa lelaki yang bergelut dengan Yakub itu benar-benar Allah bukan orang atau malaikat, ialah : Pertama, Yakub sendiri merasa yakin bahwa lawannya bergelut itu adalah Allah jua. Kedua, ayat 10 dan Kejadian pasal 35 di mana Allah berfirman kepada Yakub : “Adapun namamu, Yakub itu, tiada lagi dipanggil Yakub, Israil akan jadi namamu; maka dinamai akan dia Israil”.
Allah bertamu ke rumah Ibrahim dan di jamu makanKitab Kejadian pasal 18 :
“1. Hatta, maka kemudian daripada itu kelihatanlah Tuhan kepada Ibrahim hampir dengan hutan pohon jati Mamre tatkala duduklah Ibrahim di pintu kemahnya ketika hari panas. 2. Maka diangkatnya matanya, dilihatnya bahwa tiga orang ada berdiri dihadapannya; serta terlihatlah ia akan dia maka berlarilah ia daripada pintu kemahnya pergi mendapatkan mereka itu, lalu tunduklah ia sampai ke bumi. 3. Sambil sembahyang : Ya Tuhan, jikalau kiranya Tuhan kasih akan hamba, maka jangan apalah Tuhan lalu dari hadapan hambamu. 4. Biarlah kiranya dibawakan orang sedikit air akan pembasah kakimu dan duduklah di bawah pohon kayu ini”.
Seterusnya Ibrahim dengan isterinya Sarah bergegas memasak santapan serta memotong anak lembu yang gemuk. Setelah hidangan itu selesai dan disajikan, maka para tamu itupun santaplah. Lalu Tuhan berfirman akan mengaruniakan Sarah yang telah tua itu seorang putera. (“10. Maka katanya : Bahwa tak dapat tiada Aku akan kembali kepadamu tahun yang datang ini pada masa begini, maka sesungguhnya Sarah, isterimu telah beranak laki-laki. Maka terdengarlah kata itu kepada Sarah dibelakang pintu kemah, yaitu tempat ia berdiri.”)
Seterusnya bila kita membaca Kitab tersebut hingga selesai pasal 20, kita dapat mengerti siapa tiga orang tamu itu masing-masing. Mereka itu ialah Tuhan Allah bersama dengan dua malaikat-Nya, yang sama-sama merupakan sebagai manusia. Allah datang diiringkan dua pesuruh-Nya (malaikat) untuk menghukum kaum Lut di negeri Sodom yang durhaka dan berdosa itu, dan singgah ke tempat Ibrahim.
(“22. Maka kedua orang itupun memalingkan mukanya dari sana lalu berjalan menuju ke Sodom, tetapi Ibrahim tinggal lagi terdiri di hadapan hadlirat Tuhan”.)
Pasal 19 ayat 1
“Maka sampailah kedua orang malaikat itu ke Sodom pada petang hari : maka pada itu Lutpun ada duduk dipintu negeri Sodom”.
Menurut yang diriwayatkan oleh para ahli agama yang tidak bersumber Perjanjian Lama, adalah tiga orang tamu Nabi Ibrahim itu malaikat ketiganya, diutus oleh Allah untuk menghukum kaum Lut. Ketiganya singgah di kediaman Ibrahim dan dijamu makan.
Adapun Ibrahim barulah menyangka bahwa mereka itu malaikat setelah mereka mengulurkan tangan kepada hidangan, tetapi tangan itu tidak sampai dan tak dapat menjamah makanan itu; karena malaikat tetap berbadan halus meskipun telah merupakan diri sebagai manusia, tak dapat bersentuhan dengan benda materi. Setelah itu barulah menjelaskan siapa mereka dan tugas yang telah dipikulkan Allah kepada mereka itu.
Lut sesudah dimabukkanBahwa Lut itu seorang yang shalih dan dikasihi Allah, adalah tak dapat diragukan lagi, itu tersebut dalam Perjanjian Lama. Dia; adalah anak saudara Ibrahim, kemenakan Ibrahim penghulu orang beriman. Lut dipelihara oleh Ibrahim, pamannya itu, dan keduanya adalah orang-orang beriman dan shalih. Kemudian Lut berpisah dengan pamannya dan pindah ke negeri Sodom. Rakyat Sodom itu ingkar kepada Tuhan serta berbuat jahat dan mesum, senantiasa memusuhi Lut yang selalu mencoba menasehati mereka. Setelah kemunkaran penduduk Sodom tak dapat diperbaiki bahkan bertambah merajalela, maka Tuhan turun beserta dua orang malaikat-Nya dan singgah di tempat kediaman Ibrahim, dan kemudian Tuhan perintahkan agar kedua malaikat itu meneruskan perjalanan ke Sodom untuk membinasakan penduduknya seperti telah diriwayatkan di atas sementara Ibrahim memohon kepada Tuhan agar menyelamatkan penduduk Sodom yang benar dan baik. Sesudah itu gaiblah Tuhan.
Akhirnya kedua malaikat itu sampai dinegeri Sodom dan bermalam dirumah Lut. Esoknya seluruh negeri dan penduduk Sodom dibinasakannya, hanya Lut dan kedua anaknya perempuan yang selamat. Isteri Lut. ikut binasa, berubah menjadi tiang garam. Maka tinggallah Lut dengan kedua puterinya itu di dalam sebuah gua di atas gunung. Karena hasrat yang kuat untuk mempunyai keturunan padahal tiada lelaki lain, puterinya yang sulung menghendaki agar bapanya memberikan ia keturunan. Maka di bawah inilah kata puterinya yang sulung itu kepada adiknya. (“32. Marilah kita beri minum anggur kepada bapa kita, lalu kita berseketiduran dengan dia supaya dapat kita memeliharakan anak buah daripada bapa itu. 33. Maka pada malam itu diberinyalah akan bapanya minuman anggur, lalu yang sulung itupun berseketiduran dengan bapanya, maka tiada bapanya sadar bilakah ia berbaring dan bilakah ia bangun”).
Pada keesokan malamnya, bergantilah adiknya melakukan yang demikian itu. (“36. Maka kedua anak Lut itupun mengandunglah, yaitu dari pada bapanya”).
Akhirnya, Lut mendapat dua orang cucu : dari anaknya sulung memperoleh cucu bernama Moab yang kelak akan menurunkan suku Moab; dan dari anaknya yang bungsu mendapat cucu bernama Bin-Ammi yang akan menurunkan orang Ammon. Tak dapat disangkal bahwa Lut melakukan perbuatannya itu diluar kesadarannya, tidak sengaja. Tuhan Allah niscaya memberinya ampun. Namun demikian, ujud perbuatannya memang kejahatan. Dan kemesuman kedua anaknya dilakukan dengan sengaja, melahirkan lagi ummat anak haram yang menurut Taurat dilarang keras memasuki sidang ummat Tuhan.
Akhirnya, Tuhan yang telah menyelamatkan Lut dari kebinasaan penduduk Sodom, sekarang telah membiarkan dia menjadi korban kejahatan anaknya sendiri.
Tiga buah cerita ganjil diatas, ditambah dengan keganjilan peristiwa yang terjadi antara Yahuda dan menantunya, serta perselisihan-perselihan sesama ayat-ayat firman Tuhan, adalah merupakan sebagian daripada hal-hal yang mungkin orang lebih suka tidak termuat dalam Perjanjian Lama. Mungkin juga keinginan semacam itu timbul dari hatinya yang cenderung akan kebersihan kitab yang dipercayai sebagai firman Tuhan itu, dan hal-hal dianggapnya cela menurut pertimbangan pikirannya. Diharap juga kiranya keinginan semacam itu diperhatikan oleh ahli-ahli Kitab Perjanjian Lama.
------------------------
Sekitar Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru,
H. Djarnawi Hadikusuma, PT. Percetakan Persatuan Yogyakarta, halaman 15-28.