Note Trip. Hari ini setahun yang lalu, gempita Pilkada 2017 di Jakarta begitu menasional, gegara satu orang calon gubernur ahok si mulut bensin (meninjam istilah cak nun) yang gemar berkata kotor, tukang bikin ulah lewat mulutnya. Dan kaum muslimin terus melawannya, agar tak jadi gubernur.
Hembusan pembelaan terus digulirkan di akar rumput hingga penjuru Jawa Tengah, daerah yang sejak 1998 aku singgahi. Kalimat-kalimatnya sudah di produksi sejak tahun 1998 kala aku mulai berkeliling Jawa Tengah. Dan jelang Pilkada Jakarta tahun 2017 kalimat itu di modifikasi hingga aku mendengarnya di warung makan-warung makan beberapa kota di Jawa Tengah.
Sebut saja mereka Paimin (mewakili pendukung kafir) dan Paino (mewakili penolak kafir).
Paimin : "Tega kah engkau mengatakan kafir pada seorang Silaban yang
sudah membangun masjid Istiqlal, seraya engkau merasa paling suci dan benar
sendiri?."
Paino : "Tegalah...!!! bedakan urusan ibadah dengan urusan dunia. Karena urusan mengkafirkan adalah urusan Allah ta'ala yang tegas menyandangkan predikat itu, jika Silaban termasuk yang mengatakan : "Allah itu ialah Al-Masih putra Maryam”. [QS. Al-Maidah : 17]" dan "Allah salah satu dari yang tiga” [QS. Al-Maidah : 73]", maka aku hanya "Sami’na wa atho’na (kami mendengar dan kami menta'ati)" dan aku tidak perlu merasa paling suci dan benar sendiri."
Jawaban keren. Ikut senang ternyata di kalangan akar rumput masih banyak yang ta'at pada agama, meskipun kaum atheis-komunis-liberal terus mengupayakan agar akar rumput jauh dari agamanya.