QS. al-Baqarah (2) : 2 - 5, menjelaskan sifat dan perbuatan orang Mukmin;
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (al Qur’aan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (2)
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, (3)
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’aan) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat, (4)
أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (5)
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat yang dikemukakan oleh al Faryabi dan Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid, bahwa empat ayat pertama surat al-Baqarah (2) : 2 - 5 membicarakan sifat-sifat dan perbuatan kaum Mukminin.
Tafsir Ayat
QS. 2 : 2. "Kitab (al Qur’aan) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,...". Inilah Kitab Allah, bukan dikarang-karangkan saja oleh Rasul yang agar menjadi petunjuk bagi orang yang ingin bertakwa atau muttaqin.
Apa arti Takwa? Kalimat "Takwa" diambil dari rumpun kata wikayah, artinya memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai terperosok kepada suatu perbuataan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintah-Nya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang berlumpur atau berduri. Abu Hurairah radhiyallahu anhu ditanyai seorang sahabat : "Apa arti takwa?" Abu Hurairah berkata : "Pernahkah engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakanmu waktu itu?" Sahabat itu menjawab : "Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada durinya atau aku melangkahi, atau aku mundur". Abu Hurairah menjawab : "Itulah dia takwa!" (HR. Ibnu Abid Dunya).
Lalu diterangkanlah pada ayat selanjutnya sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa, agar kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya dengan sifat-sifat itu.
Apa arti Takwa? Kalimat "Takwa" diambil dari rumpun kata wikayah, artinya memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Tuhan. Memelihara diri jangan sampai terperosok kepada suatu perbuataan yang tidak diridhai oleh Tuhan. Memelihara segala perintah-Nya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang berlumpur atau berduri. Abu Hurairah radhiyallahu anhu ditanyai seorang sahabat : "Apa arti takwa?" Abu Hurairah berkata : "Pernahkah engkau bertemu jalan yang banyak duri dan bagaimana tindakanmu waktu itu?" Sahabat itu menjawab : "Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada durinya atau aku melangkahi, atau aku mundur". Abu Hurairah menjawab : "Itulah dia takwa!" (HR. Ibnu Abid Dunya).
Lalu diterangkanlah pada ayat selanjutnya sifat atau tanda-tanda dari orang yang bertakwa, agar kita dapat menilik diri kita sendiri supaya memenuhinya dengan sifat-sifat itu.
QS. 2 : 3. "... (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat
dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, ...". Inilah tiga tanda orang bertakwa. Pertama; percaya kepada yang ghaib, ialah yang tidak dapat disaksikan oleh pancaindera, tidak tampak oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, tetapi dapat dirasakan adanya oleh akal. Dan orang yang percaya bahwa dibalik benda yang nampak ada pula hal-hal yang ghaib. Bertambah banyak pengalaman dalam arena penghidupan, bertambah mendalamlah kepercayaan mereka kepada yang ghaib itu. Maka keimanan kepada yang ghaib dengan sendirinya diturutinya dengan mendirikan sholat.
Kedua; sholat bukanlah semata dikerjakan. Di dalam al-Qur'aan dan di dalam hadits tidak pernah tersebut suruhan mengerjakan sholat, melainkan mendirikan sholat. Itu tandanya sholat wajib dikerjakan dengan kesadaran, bukan sebagai mesin yang bergerak saja.
Ketiga; dan setelah mereka buktikan iman dengan sholat, mereka pun mendermakan rizki yang diberikan Allah kepada mereka. Imannya telah dibuktikannya kepada masyarakat. Orang mukmin tidak mungkin menjadi budak dari benda, sehingga dia lebih mencintai benda pemberian Allah daripada sesama manusia. Orang mukmin apabila ada kemampuan, karena imannya sangatlah dia percaya bahwa dia hanya saluran Tuhan saja untuk membantu hamba Allah yang lemah.
Kedua; sholat bukanlah semata dikerjakan. Di dalam al-Qur'aan dan di dalam hadits tidak pernah tersebut suruhan mengerjakan sholat, melainkan mendirikan sholat. Itu tandanya sholat wajib dikerjakan dengan kesadaran, bukan sebagai mesin yang bergerak saja.
Ketiga; dan setelah mereka buktikan iman dengan sholat, mereka pun mendermakan rizki yang diberikan Allah kepada mereka. Imannya telah dibuktikannya kepada masyarakat. Orang mukmin tidak mungkin menjadi budak dari benda, sehingga dia lebih mencintai benda pemberian Allah daripada sesama manusia. Orang mukmin apabila ada kemampuan, karena imannya sangatlah dia percaya bahwa dia hanya saluran Tuhan saja untuk membantu hamba Allah yang lemah.
QS. 2 : 4. "... dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’aan) yang telah
diturunkan kepadamu...". Percaya kepada Allah dengan sendirinya menimbulkan percaya kepada peraturan-peraturan yang diturunkan kepada utusan Allah, Muhammad ﷺ, percaya kepada wahyu dan percaya juga kepada contoh-contoh yang beliau bawakan dengan sunnahnya, baik kata-katanya atau perbuatannya ataupun perbuatan orang lain yang tidak dicelanya. "... dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,...", yakni percaya pula bahwa sebelum Nabi Muhammad ﷺ tidak berbeda pandangan kita kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Isa ataupun nabi-nabi yang lain.
"... serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat,...". Inilah kunci penyempurna iman, yakin bahwa hidup tidaklah selesai hingga hari ini, melainkan masih ada sambungannya. Sebab itu hidup seorang Mukmin, terus dipenuhi oleh harapan bukan oleh kemurahan; terus optimis, tidak ada pesimis. Seorang Mukmin yakin "Ada hari esok!".
QS. 2 : 5. ".... Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung". Berjalan menempuh hidup, diatas jalan Shirathal Mustaqim, dibimbing oleh Tuhan, karena dia sendiri memohonkan dan mengupayakan pula, bertemu taufik dengan hidayah, sesuai kehendak diri dengan ridha Allah. Maka beroleh kejayaan sejati, menempuh jalan yang selalu terang benderang, sebab pelitanya terpasang dalam hati, pelita iman yang tak pernah padam.
---------------
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 8 - 9.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 1, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, cetakan ke-empat 1981, halaman 143 - 160.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 17 - 20.
Bibliography :
Al Qur'aan dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Depag, Pelita II/ 1978/ 1979, halaman 8 - 9.
Tafsir Al-Azhar Juzu' 1, Prof Dr. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, cetakan ke-empat 1981, halaman 143 - 160.
Asbabun Nuzul, KH Qomaruddin, Penerbit CV. Diponegoro Bandung, Cetakan ke-5, 1985, halaman 17 - 20.