Note Trip. Dalam
perjalananku di seputaran Jawa Tengah beberapa minggu lalu, kembali disuguhi pembicaraan-pembicaran
terbolak-balik yang sengaja disusupkan ke khalayak jelata seperti aku. Bersikap bertutur bak manusia hebat nalar.
Beberapa penggalan pembicaraan yang bisa aku sarikan dari atas kapal antara dermaga Bandengan Jepara dan dermaga Pulau Panjang yang ku dengar. Sebut saja mereka para Perahu.
Perahu Satu : "Muslim
Rohingya adalah korban nyata penerapan slogan "Minoritas harus tahu
diri." Slogan ini nggak hanya laku di Myanmar, tapi juga di negeri kita. Waspadalah !!"
Perahu Dua : "Apa maksud mu ? Janganlah provokasi bangsa ini dengan kalimatmu, apalagi kamu tak pernah hidup di lingkungan Muslim Rohingya!"
Perahu Satu terdiam mendengar jawaban Perahu Dua.
Perahu Dua : "Banyak mengkhayal ya?, Lempar umpan opini. Sadar nggak sih... Yang menguasai perekonomian dan sebagainya dari dulu di sini minoritas. Piknik nggak usah jauh-jauh lihat Lasem, Semarang dan sekitarnya. Mereka aman-aman aja tuh.... Jangan picik !"
Perahu Tiga : "Manusia pro penista emang rata-rata gila nalarnya, beropini serupakan tragedi Myanmar, dengan santunnya mayoritas Muslim di Indonesia tidak serupa mayoritas Budha di Myanmar. Mungkin kamu sudah tuna nurani atau abis dapat copian hasil briefing cebong 200 biji?"
Perahu Satu kerutkan dahinya berpikir keras buat bela dalihnya.
Perahu Empat : "Kaum pejuang "Toleransi" ini rata-rata berisik ketika korbannya Non-Muslim, Tapi Bisu Buta Cacat Nalar ketika korbannya Muslim. Dan rata-rata yang nyinyir aksi bela Rohingya, orangnya itu-itu aja segrup dengan yang bela penista agama, bela homosexual dan bela miras."
Perahu Lima : "Sudah.... sudah.... nggak usah didengarkan orang kayak Perahu Satu, nggak guna"
Dan perjalanan pun senyap hingga sampai ke dermaga Pulau Panjang akibat celotehan orang gila. Untung saja deburan ombak menentramkan jiwa sembari berdoa dalam hati semoga Allah Ta'ala tetap berkenan menganugerahi negeri ini hidayah dalam jiwa-jiwa para pembela agama-Nya dan pembela negeri Damai nan Kaya yang dianugerahkan-Nya sebagai bentuk rasa syukur.
Jadi teringat perkataan Ibn Utsaimin رحمه الله ; "Dusta itu terlarang dalam syariat. Apalagi bila itu untuk tasyabbuh/menyerupai orang kafir." Sebuah nasehat untuk direnungkan tanpa repot berdebat.