Abu Nadjih (Al-Irbadl) bin Sarijah r.a. berkata : Rasulullah s.a.w. telah memberi nasihat pada kami dengan suatu nasihat yang sungguh meresap dalam hati dan mencucurkan air mata, sehingga kami berkata : Ya Rasulullah, bagaikan nasihat seorang yang akan meninggalkan kami, maka berwasiyatlah kepada kami. Bersabda Nabi : Saya berwasiyat kepada kamu, supaya tetap taqwa pada Allah, dan selalu mendengar serta ta’at, walau yang menjadi pimpinanmu seorang budak dari Habasyah. Sesungguhnya seorang yang lanjut hidup dari kamu akan melihat berbagai perselisihan yang banyak sekali. Maka berpeganglah kamu dengan sunnat (perjalananku) dan (sunnatulkhulafa’) perjalanan khalifah-khalifah yang mendapat hidayat (petunjuk). Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu (berpeganglah kuat-kuat padanya), dan berhati-hatilah kamu dari segala sesuatu yang serba baru, maka tiap-tiap bid’ah itu sesat. (HR Abu Dawud dan Attirmidzy).
Pengertian bid ‘ah, ialah sesuatu cipta’an baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Tetapi sesuatu yang sudah ada contohnya, maka tidak dapat disebut bid ‘ah, atau sesuatu yang mempunyai sandaran pada suatu keterangan yang mutlak atau umum (aam), atau sesuatu yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. walau hanya sekali. Karena itu untuk menentukan bid’ah dlolalah yang sesat itu, hanya dalam bahagian yang terang-terang menyalahi keterangan syara’, dalam segala segi dalilnya baik yang khusus maupun yang umum. Sehab menentukan bid’ah sama dengan mengharamkan, yang mana hak ini hanya ditangan syari’ (Allah dan Rasulullah) saja, bukan hak kita manusia biasa.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 168-169.
Pengertian bid ‘ah, ialah sesuatu cipta’an baru yang tidak ada contoh sebelumnya. Tetapi sesuatu yang sudah ada contohnya, maka tidak dapat disebut bid ‘ah, atau sesuatu yang mempunyai sandaran pada suatu keterangan yang mutlak atau umum (aam), atau sesuatu yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. walau hanya sekali. Karena itu untuk menentukan bid’ah dlolalah yang sesat itu, hanya dalam bahagian yang terang-terang menyalahi keterangan syara’, dalam segala segi dalilnya baik yang khusus maupun yang umum. Sehab menentukan bid’ah sama dengan mengharamkan, yang mana hak ini hanya ditangan syari’ (Allah dan Rasulullah) saja, bukan hak kita manusia biasa.
-------------------------------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 168-169.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar