Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Ketika selesai perang Hunain, Rasulullah s.a.w. mengutamakan dalam pembagian ghanimah kepada beberapa orang terkemuka dari bangsa Quraisy yang baru masuk Islam, maka diberinya seratus unta kepada Al’aqra’ bin Habis, juga seratus untuk ‘Ujainah bin Hishen dan beberapa orang lainnya dan pemuka-pemuka bangsa Quraisj, hingga ada seseorang berkata : Demi Allah, pembagian ini tidak adil, dan tidak karena Allah, Ibn Mas’ud berkata: Demi Allah, akan saya sampaikan perkataan itu kepada Rasulullah s.a.w. Maka segera saya pergi memberitahukan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. mendadak berubahlah wajah Rasulullah bagaikan kesumba yang merah, kemudian berkata : Siapakah yang adil, jika Allah dan Rasulullah dianggap tidak adil, lalu berdo’a : Semoga Allah tetap merahmati Musa, sungguh ia telah diganggu lebih banyak dari ini, tetapi ia sabar. Ibn Mas’ud berkata : Pasti saya tidak akan menyampaikan suatu berita seperti itu lagi kepada Rasulullah sesudah kejadian ini. (HR. Buchary dan Muslim).
Hadits ini menjelaskan bahwa semua perbuatan Rasulullah s.aw. telah diridla’i Allah. Karena itu, jika kita belum mengetahui hikmatnya, maka kesopanan kami di depan Rasulullah harus menyerah kepada hukumnya, jangan berlagak seolah-olah lebih bijaksana atau lebih pandai dari Rasulullah s.a.w. Sebab orang yang biasanya berlagak lebih pandai dari Rasulullah s.a.w. kemungkinan ia munafiq, yang ia sendiri tidak merasa.
------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 66-67.
Hadits ini menjelaskan bahwa semua perbuatan Rasulullah s.aw. telah diridla’i Allah. Karena itu, jika kita belum mengetahui hikmatnya, maka kesopanan kami di depan Rasulullah harus menyerah kepada hukumnya, jangan berlagak seolah-olah lebih bijaksana atau lebih pandai dari Rasulullah s.a.w. Sebab orang yang biasanya berlagak lebih pandai dari Rasulullah s.a.w. kemungkinan ia munafiq, yang ia sendiri tidak merasa.
------------------
Tarjamah RIADHUS SHALIHIN I, Salim Bahreisy, Penerbit PT Alma’arif Bandung, Cetakan keempat 1978, halaman 66-67.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar